Aktivis Demo Korporasi Perusak Keanekaragaman Hayati

Senin, 26 November 2018 11:23 WIB

Aktivis lingkungan dan organisasi non-pemerintah memprotes industri perusak planet di Konferensi Biodiversitas Perserikatan Bangsa-Bangsa di Sharm el Sheikh, Mesir. (TEMPO/Shinta Maharani)

TEMPO.CO, Sharm el Sheikh - Puluhan aktivis lingkungan dan organisasi non-pemerintah memprotes sejumlah korporasi yang merusak keanekaragaman hayati bumi. Mereka menuding korporasi sawit sebagai sumber kerusakan planet.

Baca juga: Biopiracy Jadi Isu Panas di Konvensi Keanekaragaman Hayati

Para aktivis berdiri membawa spanduk bertuliskan "stop corporations kicking our planet dan defend mother earth" di Konferensi Keanekaragaman Hayati Perserikatan Bangsa-Bangsa atau United Nations Biodiversity Conference di Sharm el Sheikh Mesir, Ahad sore (malam waktu Indonesia), 25 November 2018. Selain membentangkan spanduk, mereka juga berdiri melingkar dan menendang globe atau bola dunia sebagai simbol kelakuan jahat korporasi merusak planet.

Aksi itu mereka lakukan menjelang negosiasi kelompok-kelompok negara peserta Konferensi Keanekaragaman Hayati. Kelompok-kelompok negara itu melaporkan hasil pembahasan tentang aturan-aturan yang berhubungan dengan biodiversitas.

Selama sepekan konferensi berlangsung, para aktivis menilai banyak negara tidak berusaha mengatasi dampak kerusakan biodiversitas karena korporasi. "Mereka hanya mendengarkan korporasi. Aturan yang ada tidak berjalan efektif. Korporasi terus merusak planet," kata Nele Marien dari Friends of The Earth International kepada Tempo, Ahad, 26 November 2018 saat demonstrasi di Konferensi.

Advertising
Advertising

Baca juga: Tiga Poin Penting Konvensi Keanekaragaman Hayati Mesir

Dalam protesnya, mereka mencantumkan sejumlah korporasi perusak planet. Beberapa di antaranya adalah Wilmar sebagai pemasok kelapa sawit terbesar dari Indonesia. Ada juga industri pertambangan yang dimotori Rio Tinto, perusahaan makanan seperti Coca Cola, Nestle, Unilever, perusahaan industri manufaktur seperti Siemens, perusahaan minyak terbesar Amerika Serikat Exxon Mobil.

Aktivis menuduh banyak korporasi hanya memikirkan keuntungan semata, tak peduli pada planet dan masa depan. Nele menyebut pada 2010 negara-negara peserta konferensi telah menyetujui Aichi Biodiversity Target atau target global untuk mengurangi laju keanekaragaman hayati. Tapi, kenyataannya dunia terus kehilangan biodiversitas.

Dia mencontohkan deforestasi besar-besaran terjadi di Indonesia akibat industri sawit. Friends of the Earth International bekerja sama dengan Wahana Lingkungan Hidup atau Walhi untuk melihat kerusakan hutan akibat ekspansi lahan sawit. "Tidak masuk akal. Secara umum mereka hanya percaya pada korporasi atas alasan pertumbuhan ekonomi," kata dia.

Aktivis lingkungan dan organisasi non-pemerintah memprotes industri perusak planet di Konferensi Biodiversitas Perserikatan Bangsa-Bangsa di Sharm el Sheikh, Mesir. (TEMPO/Shinta Maharani)

Baca juga: Konvensi Keanekaragaman Hayati Bahas Mikroplastik Laut Indonesia

Aktivis lingkungan lainnya, Helena menyebutkan negara-negara peserta Konferensi Biodiversitas seharusnya memiliki kekuatan lebih untuk menekan korporasi perusak planet. Korporasi telah merusak ekosistem, kehidupan masyarakat adat atau indigineous people, dan komunitas lokal. Mereka seharusnya bersuara keras untuk melindungi biodiversitas dari kerusakan yang lebih buruk.

Para aktivis menginginkan negara-negara peserta konferensi untul meletakkan aturan perlindungan biodiversitas dan mengaplikasikan secara sungguh-sungguh di negara masing-masing.

Mereka juga menyebut dua pemimpin negara yang sangat berbahaya bagi dunia karena kebijakan-kebijakannya yang tidak pro-lingkungan. Beberapa pemimpin tersebut di antaranya Presiden Brasil Jail Bolsonaro yang berencana membuka pertanian dan peternakan dengan merusak hutan hujan tropis Amazon yang kaya akan keanekaragaman hayati dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengumumkan AS mundur dari kesepakatan Perubahan Iklim Paris. "Mereka berdua ancaman bagi kehidupan planet," kata Helena.

Baca juga: Institut Dayakologi: Kebun Sawit Hancurkan Biodiversitas Dayak

Simak artikel lainnya seputar keanekaragaman hayati hanya di kanal Tekno Tempo.co.

Berita terkait

BRIN Undang Periset dan Mahasiswa Ikut Platform Kolaborasi Biologi Struktur untuk Gali Potensi Keanekaragaman Hayati

1 hari lalu

BRIN Undang Periset dan Mahasiswa Ikut Platform Kolaborasi Biologi Struktur untuk Gali Potensi Keanekaragaman Hayati

BRIN terus berupaya menemukan metode yang paling baru, efektif, dan efisien dalam proses pemurnian protein.

Baca Selengkapnya

Didukung Mahasiswa dari 104 Kampus, KOBI Himpun 11.137 Data Keanekaragaman Hayati Indonesia

4 hari lalu

Didukung Mahasiswa dari 104 Kampus, KOBI Himpun 11.137 Data Keanekaragaman Hayati Indonesia

Konsorsium Biologi Indonesia (KOBI) himpun 11.137 data keanekaragaman hayati Indonesia dengan dukungan mahasiswa dari 104 kampus.

Baca Selengkapnya

Kembalikan Kejayaan Biodiversitas di IKN, Guru Besar Konservasi UI Usul Pembuatan Koridor Ekologi

33 hari lalu

Kembalikan Kejayaan Biodiversitas di IKN, Guru Besar Konservasi UI Usul Pembuatan Koridor Ekologi

Dengan konsep kota hutan, ada peluang untuk mengembalikan kejayaan biodiversitas di kawasan IKN.

Baca Selengkapnya

Greenpeace Khawatirkan Kelestarian Pesut, Bekantan, dan Orang Utan Akibat Pembangunan IKN

36 hari lalu

Greenpeace Khawatirkan Kelestarian Pesut, Bekantan, dan Orang Utan Akibat Pembangunan IKN

Greenpeace menyatakan pembangunan IKN Nusantara mengancam kelestarian 3 satwa yang sudah kritis, yaitu orang utan, bekantan, dan pesut mahakam.

Baca Selengkapnya

Laba-laba Jantan dan Betina di Cina Ini Kerja Sama Penyamaran Jadi Bunga

37 hari lalu

Laba-laba Jantan dan Betina di Cina Ini Kerja Sama Penyamaran Jadi Bunga

Satu spesies laba-laba yang ditemukan di Cina diduga telah berevolusi hingga pejantan dan betina bisa berpasangan menyerupai rupa bunga.

Baca Selengkapnya

Pengamat: IKN Bukan Smart Forest City, tapi Kota dalam Kebun Kayu

38 hari lalu

Pengamat: IKN Bukan Smart Forest City, tapi Kota dalam Kebun Kayu

Pemerintah menyatakan 177 ribu Ha area IKN berupa kawasan lindung, namun menurit peneliti Auriga hanya 42 ribu Ha yang berupa hutan permanen.

Baca Selengkapnya

Siapkan Platform Kolaborasi Biologi Struktur, BRIN Kenalkan Mikroskop Aquilos 2 Cryo-EM

47 hari lalu

Siapkan Platform Kolaborasi Biologi Struktur, BRIN Kenalkan Mikroskop Aquilos 2 Cryo-EM

Platform BRIN ini meliputi keanekaragaman hayati tumbuhan, mikroba dan hewan.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Detail Deforestasi dan Perubahan Lahan Proyek IKN Nusantara yang Direkam NASA

3 Maret 2024

Bagaimana Detail Deforestasi dan Perubahan Lahan Proyek IKN Nusantara yang Direkam NASA

Dua foto satelit NASA menggambarkan perubahan lahan dan hutan di lokasi proyek IKN Nusantara. Memantik kekhawatiran dampak deforestasi.

Baca Selengkapnya

Alasan BRIN Menyasar Kalimantan untuk Ekspedisi Biodiversitas 5 Tahun ke Depan

1 Maret 2024

Alasan BRIN Menyasar Kalimantan untuk Ekspedisi Biodiversitas 5 Tahun ke Depan

BRIN berfokus meneliti biodiversitas di Kalimantan pada 3-5 tahun ke depan. Ekspedisi panjang itu juga menjadi peluang sekolah bagi calon taksonom,

Baca Selengkapnya

Pengukuhan Yonvitner Jadi Guru Besar IPB, Paparkan Potensi Kerugian Sumber Daya Pesisir akibat Perubahan Iklim

27 Januari 2024

Pengukuhan Yonvitner Jadi Guru Besar IPB, Paparkan Potensi Kerugian Sumber Daya Pesisir akibat Perubahan Iklim

Pakar ilmu pengelolaan sumber daya pesisir dan lautan, Yonvitner dikukuhkan menjadi Guru Besar Tetap Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.

Baca Selengkapnya