COP 24, Negosiasi Katowice Rulebook Terganjal Negara Maju

Reporter

Tempo.co

Editor

Tempo.co

Sabtu, 8 Desember 2018 03:25 WIB

Kepala Badan Litbang Inovasi KLHK selaku Penanggung Jawab Paviliun Indonesia, Agus Justianto (kiri) berbincang dengan Indonesia National Focal Point for UNFCCC Nur Masripatin (tengah) dan Deputy Director Climate Change Programme Department, National Environment Agency Singapura, Rohaya Saharom (kanan) seusai diskusi tentang target pengurangan emisi gas rumah kaca negara ASEAN di Paviliun Indonesia dalam ajang Konferensi Perubahan Iklim ke-24 di Katowice, Polandia, Selasa 4 Desember 2018. ANTARA FOTO/Prasetyo Utomo

TEMPO.CO, Katowice - Pemerintah Indonesia berharap Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-24 atau COP 24 di Katowice, Polandia, menghasilkan panduan operasional Persetujuan Paris, yang kelak dinamai “Katowice Rulebook”. Namun, negara-negara peserta konferensi belum menyepakati sejumlah hal yang akan menjadi bagian “Katowice Rulebook”.

“Status negosiasi tersebut banyak isu yang belum disepakati. Targetnya pada 5 Desember kemarin semua dokumen negosiasi sudah selesai. Ternyata kemarin masih belum semuanya, termasuk kerangka transparansi,” kata Ketua Tim Negosiator Indonesia di COP 24, Nur Masripatin, di Katowice, Polandia, Kamis, 7 Desember 2018.

Menurut Nur, salah satu hal yang paling alot dibahas adalah transparansi. Setiap negara, kata Nur, dituntut untuk menyediakan aksinya menanggapi perubahan iklim, baik itu mitigasi maupun adaptasi. Selain itu, dukungan negara maju ke negara berkembang berupa pendanaan, teknologi, dan penguatan kapasitas. “Yang sangat kritis itu pendanaan karena ada kewajiban negara maju untuk melaporkan dukungan yang diberikan dan dukungan yang dimobilisasi,” kata Nur.

Selain itu, soal proyeksi ke depan. Menurut Nur, negara maju menolak membahas proyeksi ke depan karena hal ini terkait dengan politik dalam negeri. “Mereka bilang ganti pemerintahan itu ganti kebijakan. Contohnya, Trump yang menarik diri. Brasil juga akan menarik diri,” ujarnya.

Nur mengatakan, negara berkembang menginginkan jaminan dukungan dari negara maju karena untuk melanjutkan komitmennya menurunkan emisi tak bisa lepas dari dukungan negara maju. Saat negara berkembang melaporkan upaya yang telah mereka tempuh dan apa yang dibutuhkan, negara maju menganggap hal tersebut urusan negara berkembang. “Negara maju menganggap memang di Paris Agreement tertulis ‘should’, bukan ‘shall’. Jadi itu sunah,” kata Nur.

Konferensi Perubahan Iklim di Paris pada 2015 atau COP 21 menghasilkan Kesepakatan Paris. Sejumlah poin yang disepakati di antaranya mengurangi emisi untuk menekan kenaikan suhu bumi di bawah 2 derajat Celcius dan diupayakan hingga 1,5 derajat Celcius hingga menyediakan bantuan untuk negara berkembang untuk mendanai upaya mengerem kenaikan suhu. Konferensi tersebut mengamanatkan bahwa tenggat untuk membuat panduan operasional kesepakatan tersebut adalah pada COP 24.

Nur melanjutkan, setelah Persetujuan Paris sebenarnya ada perubahan fokus menghadapi perubahan iklim. “Setelah Paris Agreement itu jelas: 50 persen adaptasi, 50 persen mitigasi. World Bank juga akan fokus ke adaptasi,” katanya. Sehingga, pendanaan yang dibutuhkan tersalurkan merata ke dua upaya tersebut.

Ia mencontohkan kasus hilangnya sebuah desa di kawasan Pantai Utara Jawa. Perubahan iklim menaikkan permukaan air laut. Mestinya, kata Nur, pertahanan pantai ada dua: bakau dan terumbu karang. Tapi di berbagai belahan dunia terumbu karang sudah mengalami kerusakan sehingga pertahanan bergeser ke bakau. Ketika bakau rusak, daratan tak punya pertahanan lagi. “Jadi adaptasi itu untuk melindungi pantai,” kata Nur.

Negara berkembang, kata Nur, khawatir bahwa pendanaan dari negara maju tak terjamin. “Padahal sudah jelas kalau adaptasinya berhasil akan mengurangi cost mitigasi dan rekonstruksi dan sebagainya kalau terjadi bencana iklim.”

ANTONS (KATOWICE)

Berita terkait

Penanganan Polusi Udara, Peneliti BRIN Minta Indonesia Belajar dari Cina

2 hari lalu

Penanganan Polusi Udara, Peneliti BRIN Minta Indonesia Belajar dari Cina

Cina menjadi salah satu negara yang bisa mengurangi dampak polusi udaranya secara bertahap. Mengikis dampak era industrialisasi.

Baca Selengkapnya

Pertamina International Shipping Catat Penurunan Emisi Karbon 25.445 Ton

9 hari lalu

Pertamina International Shipping Catat Penurunan Emisi Karbon 25.445 Ton

PT Pertamina International Shipping mencatat data dekarbonisasi PIS turun signifikan setiap tahun.

Baca Selengkapnya

Masukkan Sektor Laut Dalam Second NDC, KLHK: Ekosistem Pesisir Menyerap Karbon

13 hari lalu

Masukkan Sektor Laut Dalam Second NDC, KLHK: Ekosistem Pesisir Menyerap Karbon

KLHK memasukkan sektor kelautan ke dalam dokumen Second NDC Indonesia. Potensi mangrove dan padang lamun ditonjolkan.

Baca Selengkapnya

Sambut Hari Bumi, PGE Laporkan Pengurangan Emisi CO2

13 hari lalu

Sambut Hari Bumi, PGE Laporkan Pengurangan Emisi CO2

PGE berkomitmen dalam penghematan konsumsi energi dan pengendalian jumlah limbah.

Baca Selengkapnya

Bos Transjakarta Sebut 9 dari 10 Orang Jakarta Bisa Akses Transjakarta dengan Jalan Kaki Maksimal 10 Menit

7 Maret 2024

Bos Transjakarta Sebut 9 dari 10 Orang Jakarta Bisa Akses Transjakarta dengan Jalan Kaki Maksimal 10 Menit

Bos PT Transjakarta mengklaim 9 dari 10 orang di Jakarta bisa mengakses layanan Transjakarta hanya dengan berjalan kaki 5 hingga 10 menit.

Baca Selengkapnya

Mahasiswa ITS Gagas Aspal Ramah Lingkungan, Hasil Modifikasi Lumpur Panas dan Serat Kelapa Sawit

3 Maret 2024

Mahasiswa ITS Gagas Aspal Ramah Lingkungan, Hasil Modifikasi Lumpur Panas dan Serat Kelapa Sawit

Tim mahasiswa dari ITS menggagas pemakaian limbah lumpur Lapindo dan serat kepala sawit untuk membuat aspal ramah lingkungan.

Baca Selengkapnya

Trend Asia: Jejak Emisi Jet Pribadi Capres-Cawapres 2024 Setara Penerbangan Raja Ampat

13 Februari 2024

Trend Asia: Jejak Emisi Jet Pribadi Capres-Cawapres 2024 Setara Penerbangan Raja Ampat

Emisi sektor penerbangan sipil merupakan salah satu masalah serius, khususnya dalam penggunaan jet pribadi.

Baca Selengkapnya

Menteri Lingkungan Hidup Bertemu Dubes Norwegia Bahas Capaian Pengurangan Emisi

13 Februari 2024

Menteri Lingkungan Hidup Bertemu Dubes Norwegia Bahas Capaian Pengurangan Emisi

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya bertemu Duta Besar Norwegia Rut Kruger Giverin membahas capaian emisi.

Baca Selengkapnya

Kata Gaikindo Soal Luhut Ingin Naikkan Standar Emisi ke Euro 5

7 Februari 2024

Kata Gaikindo Soal Luhut Ingin Naikkan Standar Emisi ke Euro 5

Gaikindo menyambut baik rencana pemerintah ingin menaikkan standar emisi dari Euro 4 ke Euro 5, dapat membuat kualitas udara semakin baik.

Baca Selengkapnya

Bluebird Klaim Taksi Listrik dan CNG Mampu Mengurangi 27.000 Ton Emisi

25 Januari 2024

Bluebird Klaim Taksi Listrik dan CNG Mampu Mengurangi 27.000 Ton Emisi

Taksi listrik Bluebird diklaim menyumbang pengurangan emisi sebesar 2.600 ton, kemudian taksi CNG mengurangi hingga 24.800 ton emisi karbon.

Baca Selengkapnya