TEMPO.CO, Jakarta - Manager Riset Trend Asia, Zakki Amali, mengatakan perjalanan calon presiden dan wakil presiden 2024 menghasilkan emisi karbon setara emisi penerbangan satu kabupaten di Papua. Sehingga, kata dia, keseriusan menangani krisis iklim dipertanyakan.
Menurut dia, sepanjang masa kampanye Pemilihan Presiden 2024, para pasangan calon capres dan cawapres berlomba menyampaikan program kebanggaan untuk mengurangi emisi karbon dalam rangka memerangi krisis iklim jika mereka terpilih. "Sayangnya, hal itu berbanding terbalik dengan emisi yang mereka keluarkan sepanjang saat masa pemilu," kata Zakki kepada Tempo, Selasa, 13 Februari 2024.
Zakki menyebutkan dalam kurun waktu 92 persen hari kampanye, jejak emisi CO2 yang ditinggalkan oleh ketiga pasangan calon mencapai 1.276.342 kilogram dari pemakaian penerbangan privat (private jet). Padahal, kata dia, tren gas rumah kaca (GRK) Indonesia periode 2000-2019 menunjukkan sektor energi menjadi penyebab pertama dengan 9.130.242 gigaton karbondioksida ekuivalen (GgCO2e) atau 39,18 persen dari total GRK seluruh sektor sebesar 23.298.154 Gg CO2e.
Dari GRK sektor energi terdapat GRK sub-sektor transportasi dalam periode sama sebanyak 2.097.378 Gg CO2e atau 22,97 persen dari GRK sektor energi. GRK sub-sektor transportasi tersebut dibagi tiga, yaitu penerbangan sipil dengan 166.326 Gg CO2e atau 7,93 persen; transportasi darat (jalan raya dan kereta api) dengan GRK periode sama 1.926.672 Gg CO2e atau 91,86 persen; transportasi berbasis navigasi air
dengan 4.378 Gg CO2e atau 0,2 persen.
"Data tersebut menunjukkan bahwa GRK penerbangan sipil menempati urutan kedua dalam GRK sub-sektor transportasi dengan kontribusi 7,93 persen," ungkapnya.
Dibandingkan dengan total GRK seluruh sektor, Zakki menyebutkan GRK penerbangan sipil berkontribusi 0,71 persen selama periode 2000-2019. Emisi sektor penerbangan sipil merupakan salah satu masalah serius, khususnya dalam penggunaan private jet.
Laporan International Energy Agency (IEA) tahun 2022 menyebutkan bahwa penerbangan berkontribusi 2 persen pada emisi CO2 secara global dan jumlah emisi yang dihasilkan dari penerbangan privat lebih tinggi dibandingkan penerbangan komersial.
Zakki menyebutkan berdasarkan studi Transport dan Environment (2021), polusi per penumpang yang ditimbulkan oleh private jet lebih banyak 5-14 kali dari penerbangan komersial dan private jet 50 kali lebih berpolusi dibanding moda transportasi kereta.
"Private jet memiliki daya rusak lebih besar jika dibandingkan moda transportasi lain. Sehingga lebih berpolusi karena emisi penerbangan dihitung berdasar jumlah penumpang. Semakin sedikit jumlah penumpang, maka semakin jejak karbon per individu semakin tinggi," kata dia.
Data ini, kata Zakki, menunjukan bahwa seharusnya penanganan emisi sektor transportasi seperti penerbangan private menjadi perhatian para kandidat sebagai langkah untuk menekan GRK.
Trend Asia melakukan pemantauan terhadap ketiga pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden untuk melihat dampak aktivitas selama kampanye terhadap lingkungan. Fokusnya adalah pada emisi karbondioksida (CO2) dari penerbangan yang mereka gunakan berupa private jet, helikopter, dan pesawat komersial carter.
Metode pemantauan data penerbangan ini dengan mencocokkan jadwal dan lokasi kampanye Pilpres 2024 dari masing-masing paslon dengan bandara terdekat atau lapangan terdekat untuk melihat kedatangan dan keberangkatan pesawat tersebut.
"Pemantauan dilakukan sejak kampanye dimulai pada 28 November 2023 sampai 4 Februari 2024 atau selama 69 hari kampanye (92 persen hari kampanye). Jumlah perjalanan udara yang kami analisa sebanyak 235 kali dengan berbagai tipe pesawat dengan total jarak tempuh 174.108,37 kilometer. Semuanya penerbangan domestik," ucapnya.
Menurut Zakki, tidak semua perjalanan dapat dianalisis karena keterbatasan data penerbangan dan adanya upaya menyembunyikan data pesawat yang digunakan di domain publik. "Kami menduga data penerbangan tersebut lebih banyak dari data yang tersaji untuk publik. Apa yang tersaji ini adalah puncak dari gunung es emisi penerbangan kandidat," ungkapnya.
Direktur Program Trend Asia, Ahmad Ashov Birry menyebutkan jejak karbon dari tiga paslon ini sangat tinggi terkait pemakaian pesawat, sehingga jelas berkontribusi memperparah pemanasan global. Apalagi pemakaian private jet jelas menunjukkan gaya hidup mahal dan mewah para paslon, sementara rakyat sedang menghadapi kesusahan.
"Seharusnya mereka bisa memakai pesawat komersial atau moda alternatif lain yang mungkin dan lebih rendah emisi untuk mengurangi jejak karbon selama kampanye sekaligus untuk menunjukkan komitmen serta arah transisi energi ke depan,” kata Ashov.
Jumlah total estimasi emisi CO2 penerbangan tiga paslon selama kampanye ini setara dengan emisi penerbangan yang dihasilkan oleh sekitar 37.539 orang di Indonesia atau lebih banyak dari emisi penerbangan yang dihasilkan seluruh penduduk Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat dengan asumsi emisi penerbangan per kapita di Indonesia sebanyak 34 kg.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.