LIPI: Sampah Plastik Melebihi Jumlah Ikan pada 2050

Rabu, 12 Desember 2018 12:41 WIB

Warga melintas di samping kapal yang bersandar di laut yang tercemar sampah plastik di Muara Angke, Penjaringan, Jakarta Utara, Rabu, 28 November 2018. Besaran sampah Indonesia yang mengalir ke laut membuat negara ini berada dalam situasi darurat sampah plastik. ANTARA/Reno Esnir

TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengungkap bahwa polusi plastik yang awalnya dilihat sebagai masalah estetika, kini juga menunjukkan dampak negatif pada biota laut, seperti salah makan dan tersangkut atau terjerat.

Baca: Perlu Usaha Radikal Atasi Sampah Plastik di Laut
Baca: Tangis Ilmuwan LIPI untuk Paus Sperma Pemakan Plastik
Baca: Bangkai Paus Sperma Penuh Plastik, Greenpeace: Semua Perlu Serius

"Pada tahun 2050 diprediksi jumlah sampah plastik akan melebihi jumlah ikan, dan jumlah mikroplastik melebihi plankton laut, sehingga dapat mengancam kehidupan laut dan juga manusia. Dan Indonesia dianggap sebagai salah satu penghasil sampah plastik di laut terbesar kedua di dunia," ujar Peneliti Pusat Penelitian Oseanografi LIPI Muhammad Reza Cordova, Rabu, 12 Desember 2018.

Pemecahan masalah sampah plastik di laut perlu dilakukan untuk mendukung Sustainable Development Goal 2030. Pada World Ocean Summit 2017, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia hingga 2025 akan mengalokasikan dana sebesar Rp 13 triliun per tahun untuk menurunkan 70 persen sampah laut.

Informasi polusi sampah dan dampaknya terhadap organisme laut secara resmi di Indonesia masih terbatas. Di sisi lain penelitian tentang sampah plastik di ekosistem perairan laut masih sedikit dilakukan di Indonesia.

"Hal tersebut menunjukkan pentingnya kajian penelitian terkait sampah laut. Sampah plastik secara umum terbagi menjadi ukuran besar dan ukuran mikroskopis. Kajian penelitian sampah laut dan mikroplastik di Indonesia saat ini menjadi salah satu isu penting," kata Reza.

Reza dan tim telah mengkaji 18 pantai di Indonesia yang dijadikan area monitoring setiap bulan untuk pemantauan sampah terdampar. 13 pesisir di Indonesia dijadikan area sampling mikroplastik di permukaan air, serta delapan lokasi untuk mikroplastik di sedimen dan satu genus ikan (Stolephorus sp) dari 10 lokasi se-Indonesia.

Hasilnya adalah jenis sampah ditemukan dari seluruh area monitoring pantai adalah kategori plastik dan karet, logam, kaca, kayu (olahan), kain, lainnya, serta bahan berbahaya. Sampah dominan berasal dari plastik (36-38 persen) di seluruh area kajian.

"Berdasarkan perhitungan kasar dengan asumsi sederhana, diperkirakan 100 ribu hingga 400 ribu ton plastik per tahun yang dikonsumsi masyarakat Indonesia masuk ke laut Indonesia," tambah Reza.

Berita terkait

KKP Tangkap Kapal Alih Muatan Ikan Ilegal, Greenpeace Desak Pemerintah Hukum Pelaku dan Ratifikasi Konvensi ILO 188

1 hari lalu

KKP Tangkap Kapal Alih Muatan Ikan Ilegal, Greenpeace Desak Pemerintah Hukum Pelaku dan Ratifikasi Konvensi ILO 188

Greenpeace meminta KKP segera menghukum pelaku sekaligus mendesak pemerintah untuk meratifikasi Konvensi ILO 188 tentang Penangkapan Ikan.

Baca Selengkapnya

Giliran KKP Tangkap Kapal Asing Malaysia yang Menangkap Ikan di Selat Malaka

1 hari lalu

Giliran KKP Tangkap Kapal Asing Malaysia yang Menangkap Ikan di Selat Malaka

KKP meringkus satu kapal ikan asing ilegal berbendera Malaysia saat kedapatan menangkap ikan di Selat Malaka.

Baca Selengkapnya

Kandungan Plastik dalam Makanan dan Minuman: Dampak Kesehatan dan Cara Kurangi Konsumsi Mikroplastik

1 hari lalu

Kandungan Plastik dalam Makanan dan Minuman: Dampak Kesehatan dan Cara Kurangi Konsumsi Mikroplastik

Penelitian menunjukkan bahwa hampir semua makanan kita mengandung mikroplastik, dalam bentuk apa saja? Apa bahaya bagi kesehatan?

Baca Selengkapnya

Aliansi Kecam Kehadiran Industri Plastik dan Kimia dalam Delegasi Indonesia untuk Negosiasi Perjanjian Plastik

2 hari lalu

Aliansi Kecam Kehadiran Industri Plastik dan Kimia dalam Delegasi Indonesia untuk Negosiasi Perjanjian Plastik

Kehadiran itu membahayakan tujuan perjanjian, yaitu mengatur keseluruhan daur hidup plastik untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan.

Baca Selengkapnya

Kini Impor Bahan Baku Plastik Tidak Perlu Pertimbangan Teknis Kemenperin

2 hari lalu

Kini Impor Bahan Baku Plastik Tidak Perlu Pertimbangan Teknis Kemenperin

Kementerian Perindustrian atau Kemenperin menyatakan impor untuk komoditas bahan baku plastik kini tidak memerlukan pertimbangan teknis lagi.

Baca Selengkapnya

Penelitian Ungkap Pelet Plastik Daur Ulang dari Indonesia Mengandung 30 Bahan Kimia Beracun dengan Konsentrasi Tinggi

3 hari lalu

Penelitian Ungkap Pelet Plastik Daur Ulang dari Indonesia Mengandung 30 Bahan Kimia Beracun dengan Konsentrasi Tinggi

Proyek penelitian di 13 negara ini bertujuan meningkatkan kesadaran global tentang bahan kimia berbahaya dalam plastik daur ulang

Baca Selengkapnya

Tidak Ingin Bau Badan? Hindari 5 Makanan Berikut

3 hari lalu

Tidak Ingin Bau Badan? Hindari 5 Makanan Berikut

Ada beberapa makanan yang memicu timbulnya bau badan. Berikut adalah jenis makanan yang menyebabkan bau badan.

Baca Selengkapnya

Tantangan Besar Tema Hari Bumi 2024: Planet vs Plastics

5 hari lalu

Tantangan Besar Tema Hari Bumi 2024: Planet vs Plastics

Hari Bumi 2024 menyoroti masalah plastik, termasuk sampah plastik, dan mendorong aksi global melawan produksi plastik global yang tak terkendali.

Baca Selengkapnya

Koalisi Desak Pemimpin ASEAN Sukseskan Perjanjian Plastik Global untuk Akhiri Pencemaran

8 hari lalu

Koalisi Desak Pemimpin ASEAN Sukseskan Perjanjian Plastik Global untuk Akhiri Pencemaran

TEMPO, Jakarta- Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil mendesak pemimpin ASEAN untuk mengambil sikap tegas dalam negosiasi yang sedang berlangsung untuk mengembangkan instrumen hukum internasional yang mengikat demi mengatasi pencemaran plastik, termasuk di lingkungan laut.

Baca Selengkapnya

Inilah 4 Akar Masalah Papua Menurut LIPI

13 hari lalu

Inilah 4 Akar Masalah Papua Menurut LIPI

Ada empat akar masalah Papua, yakni sejarah dan status politik, diskriminiasi, kekerasan dan pelanggaran HAM berat, dan kegagalan pembangunan.

Baca Selengkapnya