TEMPO.CO, Sharm el Sheikh - Peneliti Pusat Penelitian Oseonografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Hagi Yulia Sugeha, menangis mengingat paus sperma yang menelan hampir enam kilogram sampah plastik di kawasan Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Di depan ratusan peserta Konferensi Keanekaragaman Hayati Perserikatan Bangsa-Bangsa di Sharm el-Sheikh, Mesir, Jumat sore (malam waktu Indonesia), 23 November 2018, Yulia tercekat dan tak bisa menahan kesedihannya.
Baca juga: Bangkai Paus Sperma Penuh Pastik, Greenpeace: Semua Perlu Serius
"Berita soal paus sperma menelan nyaris 6 kilogram sampah plastik sangat mengejutkan. Saya tak bisa menahan kesedihan," kata Yulia. Dia berdiri bersama tiga orang peserta lainnya di hari khusus yang dinamakan Sustainable Ocean Day: Ocean Voices di Hotel Hyatt Regency. Empat orang itu diminta bicara ihwal marine atau laut. Acara itu bagian dari United Nation Biodiversity Conference, 13-29 November 2018. Tempo berkesempatan meliput konferensi tersebut atas dukungan Climate Tracker, jaringan global yang beranggotakan 10 ribu jurnalis muda peliput iklim.
Yulia menyinggung paus sperma dan sampah plastik sebagai masalah utama laut di Indonesia selama enam menit. Sebagai kepulauan dengan keanekaragaman hayati laut terbesar di dunia, Indonesia menjadi penyumbang sampah terbesar setelah Cina. Dalam laporan riset yang dimuat jurnal Science, Indonesia menghasilkan sampah plastik hingga 3,2 juta ton setiap tahun. Sampah plastik masalah terbesar terjadi di Indonesia yang menjadi satu di antara negara yang masuk kawasan segitiga karang (Cora Triangle).
Baca juga: Bangkai Paus Sperma Terdampar, Perutnya Berisi Plastik dan Sandal
Wakatobi, satu di antara yang kaya biota laut. Meski kaya keanekaragaman hayati laut, namun Indonesia memiliki segudang masalah. Sebagai negara berkembang, masih banyak orang Indonesia yang belum memiliki pendidikan yang cukup. Dia mengajak orang-orang di dunia datang ke Indonesia untuk melihat persoalan lingkungan, bicara dengan orang-orang di komunitas, membantu Indonesia, dan mendengarkan apa yang orang-orang Indonesia butuhkan. "Saya bicara dari hati. Dengarkan suara Indonesia," kata Yulia.
Dia satu-satunya peneliti LIPI yang hari itu ada di dalam Ocean Day. Hari khusus untuk laut itu melibatkan sejumlah lembaga konservasi keanekaragaman hayati laut (organisasi non-pemerintah), peneliti, pembuat film satwa liar di laut. Mereka membuat permainan dengan tema-tema laut dan mengenakan perlengkapan kehidupan bawah laut. Ada yang membawa balon besar berbentuk paus sperma, perahu, dan ikan-ikan. Ada pula yang membawa sampah plastik.
Sutradara film satwa liar,John Ruthven, memutar film perjalanan paus sperma di laut dalam. Dia menjelaskan bagaimana mamalia laut ini berkelompok dan kemudian menyusuri lautan untuk bermigrasi. Ada juga Diva Amon berbicara soal keanekaragaman hayati laut di bawah tekanan akibat perubahan iklim yang berdampak pada kehidupan satwa laut. Temperatur yang tinggi mengganggu kehidupan biota laut.
Baca juga: 5,9 Kg Sampah di Perut Bangkai Paus Sperma Terdampar