Misteri Iklim Gurun Sahara Terkuak: Berubah 20 Ribu Tahun Sekali

Kamis, 10 Januari 2019 12:15 WIB

Warga melihat fenomena saat salju menutupi sebagian Gurun Sahara di Kota Ain Sefra di Aljazair. Gurun Sahara merupakan gurun panas terbesar ketiga di dunia setelah Antartika dan Arktik, yang merupakan padang pasir yang dingin. Hamouda Ben Jerad/via REUTERS

TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah riset terbaru menunjukkan kondisi iklim di Gurun Sahara telah berubah dari basah menjadi kering setiap 20 ribu tahun. Studi dilakukan para ilmuwan dari Institut Teknologi Massachusetts Institute Technologi (MIT), Amerika Serikat.

Baca juga: Salju di Gurun Sahara Imbas dari Badai Eleanor

Profesor di Departemen Ilmu Bumi, Atmosfer, dan Planetarium MIT David McGee yang juga memimpin penelitian mengatakan, bukti baru mendukung gagasan iklim daerah itu berulang kali terus berubah selama bertahun-tahun. "Hasil penelitian terbaru kami menunjukkan bahwa kisah iklim Afrika Utara dominan dalam hentakan 20 ribu tahun, bolak-balik antara Sahara hijau dan kering," kata dia, seperti dilansir laman MIT News, Ahad, 6 JAnuari 2019.

Gurun Sahara dikenal sebagai salah satu daerah terpanas, terkering, dan paling terpencil di dunia, yang mencakup sekitar 9,3 juta kilometer persegi di Afrika Utara. Bukti menunjukkan bahwa Sahara tidak selalu mengalami kondisi panas dan kering yang ekstrem.

Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Science Advances itu mengumpulkan bukti bahan dari fosil dan lukisan batu dari daerah tersebut. Para ilmuwan memeriksa debu yang terkumpul dari pantai Afrika Barat selama 240 ribu tahun terakhir. Hasilnya, selama periode itu, iklim Sahara terus berubah antara basah dan kering setiap 20 ribu tahun.

Advertising
Advertising

"Perubahan iklim ini didorong oleh perubahan poros bumi saat planet mengorbit matahari. Proses ini mempengaruhi jumlah sinar matahari di antara musim. Penelitian menunjukkan bahwa setiap 20 ribu tahun, bumi menerima lebih banyak sinar matahari atau musim panas," tutur McGee.

Baca juga: Salju Turun di Gurun Sahara, Unik tapi Bukan yang Pertama Kali

Ketika sumbu bumi berubah lagi, jumlah sinar matahari berkurang. Bagian lain dari musim menghasilkan kondisi hujan, lingkungan yang lebih basah, lebih hijau, dan kaya tanaman. Ketika aktivitas hujan melemah, iklim menjadi panas dan kering, seperti Sahara sekarang ini.

Para ilmuwan mendasarkan penelitian pada sampel debu yang dikumpulkan dari sedimen laut. Menurut mereka, ratusan juta ton debu Sahara telah menumpuk selama ratusan ribu tahun di dasar Samudra Atlantik di lepas pantai Afrika Barat. "Hari ini kita hanya melihat Gurun Sahara sebagai tempat yang sangat sunyi dan panas," kata McGee.

Pemeriksaan penumpukan debu memungkinkan para peneliti untuk belajar tentang sejarah iklim Gurun Sahara. Sampel tersebut berisi lapisan sedimen kuno yang terbentuk selama jutaan tahun. Setiap lapisan berisi jejak debu Sahara serta sisa-sisa bentuk kehidupan.

"Studi baru menunjukkan bahwa iklim daerah telah bergeser antara padang rumput dan lingkungan yang jauh lebih basah dan kembali ke iklim kering, bahkan selama seperempat juta tahun terakhir," ujar dia. "Ini memungkinkan makhluk hidup untuk tumbuh dan berkembang dan mengarah pada penciptaan pemukiman manusia."

Baca juga: Dari Nigeria ke Aljazair: Perjalanan Maut Imigran di Gurun Sahara

Simak riset terbaru tentang Gurun Sahara hanya di kanal Tekno Tempo.co.

MIT NEWS | JOURNAL SCIENCE ADVANCES

Berita terkait

Riset BRIN: Penduduk Indonesia Akan Kehilangan 2,5 Tahun Usia Harapan Hidup Akibat Polusi Udara

3 hari lalu

Riset BRIN: Penduduk Indonesia Akan Kehilangan 2,5 Tahun Usia Harapan Hidup Akibat Polusi Udara

Efek polusi udara rumah tangga baru terlihat dalam jangka waktu relatif lama.

Baca Selengkapnya

Kelebihan Punya Tinggi Badan Menjulang Menurut Penelitian

8 hari lalu

Kelebihan Punya Tinggi Badan Menjulang Menurut Penelitian

Selain penampilan, orang tinggi diklaim punya kelebihan pada kesehatan dan gaya hidup. Berikut keuntungan memiliki tinggi badan di atas rata-rata.

Baca Selengkapnya

Riset Temukan Banyak Orang Kesepian di Tengah Keramaian

49 hari lalu

Riset Temukan Banyak Orang Kesepian di Tengah Keramaian

Keramaian dan banyak teman di sekitar ak lantas membuat orang bebas dari rasa sepi dan 40 persen orang mengaku tetap kesepian.

Baca Selengkapnya

Ekosistem Laut di Laut Cina Selatan Memprihatinkan

49 hari lalu

Ekosistem Laut di Laut Cina Selatan Memprihatinkan

Cukup banyak kerusakan yang telah terjadi di Laut Cina Selatan, di antaranya 4 ribu terumbu karang rusak.

Baca Selengkapnya

Pembangunan di Laut Cina Selatan Merusak Ekosistem dan Terumbu Karang

49 hari lalu

Pembangunan di Laut Cina Selatan Merusak Ekosistem dan Terumbu Karang

Banyak pembahasan soal keamanan atau ancaman keamanan di Laut Cina Selatan, namun sedikit yang perhatian pada lingkungan laut

Baca Selengkapnya

Dua Bulan Lagi, Stanford University Bakal Groundbreaking Pusat Ekosistem Digital di IKN

31 Januari 2024

Dua Bulan Lagi, Stanford University Bakal Groundbreaking Pusat Ekosistem Digital di IKN

Stanford University, Amerika Serikat, merupakan salah satu universitas yang akan melakukan groundbreaking pusat ekosistem digital di IKN.

Baca Selengkapnya

Tinjau Pabrik Motherboard Laptop Merah Putih, Dirjen: Riset Perlu Terhubung Industri

29 Januari 2024

Tinjau Pabrik Motherboard Laptop Merah Putih, Dirjen: Riset Perlu Terhubung Industri

Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi meninjau pabrik motherboard dan menegaskan perlunya riset terhubung dengan industri.

Baca Selengkapnya

Jatam: Tiga Pasangan Capres Terafiliasi Oligarki Tambang

22 Januari 2024

Jatam: Tiga Pasangan Capres Terafiliasi Oligarki Tambang

Riset Jatam menelusuri bisnis-bisnis di balik para pendukung kandidat yang berpotensi besar merusak lingkungan hidup.

Baca Selengkapnya

Terkini: KPA Sebut PSN Jokowi Sumbang Laju Konflik Agraria Sepanjang 2020-2023, Bandara Banyuwangi Segera Layani Penerbangan Umroh

15 Januari 2024

Terkini: KPA Sebut PSN Jokowi Sumbang Laju Konflik Agraria Sepanjang 2020-2023, Bandara Banyuwangi Segera Layani Penerbangan Umroh

Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika menyebut Proyek Strategis Nasional (PSN) pemerintah era Jokowi mendorong laju konflik agraria.

Baca Selengkapnya

BRIN: Pangan Jadi Salah Satu Prioritas Riset 2023, Kejar Target Hilirisasi

28 Desember 2023

BRIN: Pangan Jadi Salah Satu Prioritas Riset 2023, Kejar Target Hilirisasi

Dominasi riset bidang pangan sejalan dengan prioritas yang diminta oleh Presiden Joko Widodo.

Baca Selengkapnya