Bajakah Tunggal Masih Rahasia, Peneliti Kesulitan Uji Lanjutan

Selasa, 20 Agustus 2019 17:14 WIB

Salah satu tulisan pelarangan kiriman paket khusus akar Bajakah di salah satu jasa pengiriman di Palangka Raya, Sabtu, 16 Agustus 2019. (Antara/Ist)

TEMPO.CO, Palangka Raya - Tim peneliti dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT) Litbang Kementerian Kesehatan mengaku kesulitan untuk melakukan penelitian lanjutan mengenai khasiat kayu bajakah.

Salah seorang peneliti (BP2P2TOOT), Mujahid, mengaku tertarik untuk meneliti kayu bajakah, dan mengatakan memang sudah seharusnya ada penelitian lanjutan.

"Tapi kenyataannya si pemilik yang memiliki bajakah tunggal masih meng-keep dan masih belum mau membuka, sementara di luar sana banyak yang diperjualbelikan dan kita tidak tahu apakah asli atau tidak," ujarnya usai melakukan pembahasan masalah kayu bajakah dengan jajaran Pemprov Kalteng, Selasa, 20 Agustus 2019.

Menurutnya, jika ingin melindungi masyarakat dari bahan yang tidak sesuai seperti yang terdapat di pasaran atau online, memang harus diuji dulu. Pengujian menyangkut apakah kayu bajakah itu mempunyai khasiat antikanker atau tidak.

"Tetapi kalau tidak punya khasiat sebagai antikanker masyakat harus diedukasi bahwa bajakah yang di pasaran itu tidak mempunyai khasiat jadi harus distop," tegasnya.

Advertising
Advertising

Penjual akar bajakah dadakan di bilangan Jalan RTA Milono Km 6, Kota Palangka Raya mulai bermunculan, Kamis (15/8/19). (Foto Antara/Istimewa).

Dengan diambil tindakan seperti itu diharapkan kekhawatiran terhadap kerusakan hutan bisa berhenti. "Bila tidak dihentikan maka persepsi semua orang mengenai kayu bajakah yang mempunyai khasiat sebagai antikanker bisa terjadi dan akhirnya diambil dan dijual semua," katanya.

Saat ini, menurut dia, yang harus dilakukan segera yakni bajakah yang ada di pasaran diambil kemudian diujikan ke laboratorium untuk mengetahui khasiatnya dibandingkan dengan obat modern. "Nanti dengan data itu kita bisa merekomendasikan bahwa bajakah boleh digunakan atau tidak," katanya.

Diakuinya, untuk penelitian lebih lanjut obat tradisional butuh waktu panjang, tapi dalam waktu dekat setidaknya satu bulan bisa dikerjakan. "Namun bila untuk obat prosesnya tahunan," jelas Mujahid.

Sementara itu Kepala Dinas Kesehatan Kalteng Suyuti Syamsul mengatakan spesies kayu bajakah ada 200 jenis dan bila semua diteliti akan memerlukan waktu lama. "Di sisi lain tang tahu khasiat kayu bajakah ini adalah orang-orang tertentu dan saya sendiri juga tidak mengetahui jenis bajakah yang dimaksud," ujarnya.

Hal ini dikarenakan untuk obat tradisional itu biasanya berbasis pada pengalaman orang lain yang menggunakan dan sebetulnya tak perlu dibuktikan. "Contohnya jamu kalau sudah mengakui khasiatnya tak perlu lagi dibuktikan," jelasnya.

Karena itu Suyuti mengimbau agar masyakat selektif dan berhati-hati untuk menggunakan bajakah. Selain itu apabila masih menggunakan obat dokter jangan sampai dihentikan hanya karena bajakah. "Iya kalau bajakahnya benar, tapi kalau tidak bisa berujung kematian," pungkasnya.

KARANA WW

Berita terkait

Setiap 26 April Diperingati Hari Kekayaan Intelektual Sedunia, Ini Awal Penetapannya

5 hari lalu

Setiap 26 April Diperingati Hari Kekayaan Intelektual Sedunia, Ini Awal Penetapannya

Hari Kekayaan Intelektual Sedunia diperingati setiap 26 April. Begini latar belakang penetapannya.

Baca Selengkapnya

Atasi Kekurangan Zinc pada Anak, Periset BRIN Teliti Suplemen Zinc dari Peptida Teripang

8 hari lalu

Atasi Kekurangan Zinc pada Anak, Periset BRIN Teliti Suplemen Zinc dari Peptida Teripang

Saat ini suplemen zinc yang tersedia di pasaran masih perlu pengembangan lanjutan.

Baca Selengkapnya

BRIN Tawarkan Model Agrosilvofishery untuk Restorasi Ekosistem Gambut Berbasis Masyarakat

9 hari lalu

BRIN Tawarkan Model Agrosilvofishery untuk Restorasi Ekosistem Gambut Berbasis Masyarakat

Implimentasi model agrosilvofishery pada ekosistem gambut perlu dilakukan secara selektif.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN di Spanyol Temukan Antibodi Pencegah Virus SARS-CoV-2

9 hari lalu

Peneliti BRIN di Spanyol Temukan Antibodi Pencegah Virus SARS-CoV-2

Fungsi utama antibodi itu untuk mencegah infeksi virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan pandemi Covid-19 pada 2020.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN Ihwal Banjir Bandang Dubai: Dipicu Perubahan Iklim dan Badai Vorteks

12 hari lalu

Peneliti BRIN Ihwal Banjir Bandang Dubai: Dipicu Perubahan Iklim dan Badai Vorteks

Peningkatan intensitas hujan di Dubai terkesan tidak wajar dan sangat melebihi dari prediksi awal.

Baca Selengkapnya

Siklon Tropis Olga dan Paul Meluruh, Dua Gangguan Cuaca Menghadang Pemudik Saat Arus Balik

17 hari lalu

Siklon Tropis Olga dan Paul Meluruh, Dua Gangguan Cuaca Menghadang Pemudik Saat Arus Balik

Cuaca di Indonesia selama periode arus balik mudik hingga sepekan mendatang masih dipengaruhi oleh dua gangguan cuaca skala sinoptik.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN Mendesain Kontainer 40 Kaki untuk Kapal Mini LNG

28 hari lalu

Peneliti BRIN Mendesain Kontainer 40 Kaki untuk Kapal Mini LNG

Peneliti BRIN melakukan riset untuk mengembangkan kontainer ISO LNG untuk kapal pengangkut LNG mini.

Baca Selengkapnya

Pengelolaan Hutan Didominasi Negara, Peneliti BRIN Usul Cegah Deforestasi melalui Kearifan Lokal

34 hari lalu

Pengelolaan Hutan Didominasi Negara, Peneliti BRIN Usul Cegah Deforestasi melalui Kearifan Lokal

Masyarakat yang tinggal di sekitar hutan seringkali tidak mendapatkan hak akses yang cukup untuk memanfaatkan sumber daya di dalamnya.

Baca Selengkapnya

Pencabutan Publikasi Penelitian Gunung Padang Tidak Sendiri, Ada 10.000 Lebih Makalah Ditarik pada 2023

35 hari lalu

Pencabutan Publikasi Penelitian Gunung Padang Tidak Sendiri, Ada 10.000 Lebih Makalah Ditarik pada 2023

Pencabutan publikasi penelitian Gunung Padang didahului investigasi oleh penerbit bersama pemimpin redaksi jurnal.

Baca Selengkapnya

Kajian Peneliti BRIN Ihwal Kekeringan Ekstrem di Kalimantan, Greenpeace: Dipicu Deforestasi

42 hari lalu

Kajian Peneliti BRIN Ihwal Kekeringan Ekstrem di Kalimantan, Greenpeace: Dipicu Deforestasi

Wilayah yang paling terdampak risiko kekeringan ekstrem, adalah Ibu Kota Negara atau Nusantara.

Baca Selengkapnya