Semua Komet Mungkin Berasal dari Tempat yang Sama, Dekat Matahari

Kamis, 12 September 2019 06:25 WIB

Ilustrasi Komet 46/P Wirtanen. timeanddate.com

TEMPO.CO, Jakarta - Berdasarkan penelitian baru, yang diterbitkan dalam jurnal Astronomy & Astrophysics, semua komet kemungkinan berasal dari tempat yang sama. Untuk pertama kalinya, astronom Christian Eistrup menerapkan model kimia pada 14 komet terkenal, dan secara mengejutkan menemukan pola yang jelas.

Komet melakukan perjalanan melalui tata surya yang terdiri dari es, debu, dan partikel kecil seperti batu. Inti mereka bisa mencapai puluhan kilometer. "Komet ada di mana-mana, dan kadang-kadang dengan orbit yang sangat funky di sekitar Matahari. Di masa lalu, komet bahkan menabrak Bumi," kata Eistrup, dikutip Phys, Senin, 9 September 2019.

Eistrup mengatakan komet berbeda dalam komposisi, tapi biasanya dilihat hanya sebagai satu kelompok bola es. Oleh karena itu, Eistrup ingin tahu apakah komet memang satu kelompok, atau himpunan bagian berbeda.

Bersama tim peneliti di Leiden Observatory, termasuk pemenang Kavli Prize Ewine van Dishoeck, ia mengembangkan model untuk memprediksi komposisi kimia cakram protoplanet, cakram datar gas dan debu yang meliputi bintang-bintang muda. Memahami disk ini dapat memberikan wawasan tentang bagaimana bintang dan planet terbentuk.

Mudahnya, model-model Leiden ini ternyata membantu dalam mempelajari tentang komet dan asal-usulnya. "Bagaimana jika saya menerapkan model kimia yang ada untuk komet?" kata Eistrup yang menempuh gelar Ph.D. di Universitas Leiden.

Advertising
Advertising

Eistrup mengatakan akan menarik untuk membandingkan model kimia dengan data yang dipublikasikan tentang komet. "Untungnya, saya mendapat bantuan Ewine. Kami melakukan uji statistik untuk dijabarkan jika ada waktu atau tempat khusus di tata surya kita yang muda, di mana model kimia kita memenuhi data di komet," tutur Eistrup.

Ini terjadi, dan pada tingkat yang mengejutkan, di mana ternyata ke-14 komet menunjukkan tren yang sama. "Ada satu model yang paling pas untuk masing-masing komet, sehingga menunjukkan bahwa mereka berbagi asal mereka," Eistrup menjelaskan.

Dan asal usul itu ada di suatu tempat yang dekat dengan Matahari, ketika itu masih dikelilingi oleh piringan protoplanet dan planet-planet kita masih terbentuk. Model menunjukkan zona di sekitar Matahari, dalam rentang di mana karbon monoksida menjadi es yang relatif jauh dari inti Matahari muda.

Di lokasi-lokasi tersebut, suhunya bervariasi, mulai dari 21 hingga 28 Kelvin, yaitu sekitar minus 250 derajat Celcius. Itu sangat dingin, sehingga hampir semua molekul yang kita kenal adalah es.

"Dari model ini, kita tahu bahwa ada beberapa reaksi yang terjadi di fase es, walaupun sangat lambat, dalam rentang waktu 100.000 hingga 1 juta tahun. Tapi itu bisa menjelaskan mengapa ada komet berbeda dengan komposisi berbeda," ujar Eistrup.

Namun, jika komet berasal dari tempat yang sama, bagaimana mereka berakhir di tempat yang berbeda dan mengorbit di tata surya kita? Meskipun sekarang kita mengira mereka terbentuk di lokasi yang sama di sekitar Matahari, orbit beberapa komet ini bisa terganggu, misalnya oleh Jupiter.

Sebagai layaknya seorang ilmuwan, Eistrup menempatkan beberapa catatan untuk publikasi. "Dengan hanya 14 komet, sampelnya cukup kecil. Itulah sebabnya saya saat ini mencari data tentang lebih banyak komet. Untuk menjalankannya melalui model kami dan menguji hipotesis kami lebih jauh," tutur Eistrup.

Eistrup berharap bahwa para astronom yang mempelajari asal usul tata surya dan evolusinya dapat menggunakan hasilnya. Penelitiannya menunjukkan bahwa komet telah terbentuk selama periode yang mereka pelajari, sehingga informasi baru ini mungkin memberi mereka wawasan baru.

ASTRONOMY & ASTROPHYSICS | PHYS

Berita terkait

Peneliti Unair Temukan Senyawa Penghambat Sel Kanker, Raih Penghargaan Best Paper

6 jam lalu

Peneliti Unair Temukan Senyawa Penghambat Sel Kanker, Raih Penghargaan Best Paper

Peneliti Unair berhasil mengukir namanya di kancah internasional dengan meraih best paper award dari jurnal ternama Engineered Science.

Baca Selengkapnya

Teknologi Roket Semakin Pesat, Periset BRIN Ungkap Tantangan Pengembangannya

10 jam lalu

Teknologi Roket Semakin Pesat, Periset BRIN Ungkap Tantangan Pengembangannya

Sekarang ukuran roket juga tidak besar, tapi bisa mengangkut banyak satelit kecil.

Baca Selengkapnya

Ketergantungan Impor 99 Persen, Peneliti BRIN Riset Jamur Penghasil Enzim

1 hari lalu

Ketergantungan Impor 99 Persen, Peneliti BRIN Riset Jamur Penghasil Enzim

Di Indonesia diperkirakan terdapat 200 ribu spesies jamur, yang di antaranya mampu memproduksi enzim.

Baca Selengkapnya

Lima Besar Penyakit Akibat Polusi Udara di Indonesia, Apa Saja?

1 hari lalu

Lima Besar Penyakit Akibat Polusi Udara di Indonesia, Apa Saja?

Polusi udara yang erat kaitannya dengan tingginya beban penyakit adalah polusi udara dalam ruang (rumah tangga).

Baca Selengkapnya

Riset BRIN: Penduduk Indonesia Akan Kehilangan 2,5 Tahun Usia Harapan Hidup Akibat Polusi Udara

1 hari lalu

Riset BRIN: Penduduk Indonesia Akan Kehilangan 2,5 Tahun Usia Harapan Hidup Akibat Polusi Udara

Efek polusi udara rumah tangga baru terlihat dalam jangka waktu relatif lama.

Baca Selengkapnya

Setiap 26 April Diperingati Hari Kekayaan Intelektual Sedunia, Ini Awal Penetapannya

7 hari lalu

Setiap 26 April Diperingati Hari Kekayaan Intelektual Sedunia, Ini Awal Penetapannya

Hari Kekayaan Intelektual Sedunia diperingati setiap 26 April. Begini latar belakang penetapannya.

Baca Selengkapnya

Atasi Kekurangan Zinc pada Anak, Periset BRIN Teliti Suplemen Zinc dari Peptida Teripang

10 hari lalu

Atasi Kekurangan Zinc pada Anak, Periset BRIN Teliti Suplemen Zinc dari Peptida Teripang

Saat ini suplemen zinc yang tersedia di pasaran masih perlu pengembangan lanjutan.

Baca Selengkapnya

BRIN Tawarkan Model Agrosilvofishery untuk Restorasi Ekosistem Gambut Berbasis Masyarakat

11 hari lalu

BRIN Tawarkan Model Agrosilvofishery untuk Restorasi Ekosistem Gambut Berbasis Masyarakat

Implimentasi model agrosilvofishery pada ekosistem gambut perlu dilakukan secara selektif.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN di Spanyol Temukan Antibodi Pencegah Virus SARS-CoV-2

11 hari lalu

Peneliti BRIN di Spanyol Temukan Antibodi Pencegah Virus SARS-CoV-2

Fungsi utama antibodi itu untuk mencegah infeksi virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan pandemi Covid-19 pada 2020.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN Ihwal Banjir Bandang Dubai: Dipicu Perubahan Iklim dan Badai Vorteks

15 hari lalu

Peneliti BRIN Ihwal Banjir Bandang Dubai: Dipicu Perubahan Iklim dan Badai Vorteks

Peningkatan intensitas hujan di Dubai terkesan tidak wajar dan sangat melebihi dari prediksi awal.

Baca Selengkapnya