Ini Cara Kepala Desa di Kalteng Bertani tanpa Sebabkan Karhutla
Reporter
Moh Khory Alfarizi
Editor
Yudono Yanuar
Kamis, 19 September 2019 15:36 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Desa Sebangau Mulya, Kecamatan Sebangau Kuala, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Hariwung, menceritakan bagaimana dia dan warga desanya membuka lahan tanpa menimbulkan kebakaran atau Karhutla.
"Upaya saya selama menjadi kepala desa 3 tahun berjalan, saya menganggarkan dana desa untuk membuka lahan tanpa dibakar. Saya fokus untuk kegiatan yang saya lakukan karena kondisinya rentan kebakaran," ujar Hariwung di Kantor WWF Indonesia, Jakarta Selatan, Selasa, 17 September 2019.
Hariwung menjelaskannya melalui sambungan telepon dalam diskusi Indonesia Darurat Karhutla dan Upaya Penyelamatan Hutan yang Tersisa. Hariwung menceritakan bahwa pada 2015 kebakaran hutan dan lahan cukup luar biasa.
Dirinya merasa prihatin, sehingga membuat pola kegiatan di bidang pemberdayaan masyarakat dan kegiatan lainnya seperti pelatihan. Hariwung membuat tumpang sari di lahan gambut. Karena menurutnya lahan gambut identik dengan ikan lokal, dia membuat kolam ikan alami tanpa menggunakan alat.
"Dari sistem tanam tersebut, saya dan warga bisa menanam padi, hasil panennya cukup menjanjikan. Kurang lebih sekali panen ada 4,5 ton beras yang kami hasilkan tanpa merusak lahan," kata Hariwung.
Tidak hanya karena aktivitas bertani, Hariwung menambahkan, kebakaran hutan juga bisa terjadi karena hal yang lain seperti orang mencari madu dan orang tak bertanggung jawab yang melakukan aktivitas di lahan terlantar. "Ini harus ada kesepakan bersama supaya lebih berkomitmen untuk menanganinya bersama," tutur Hariwung.
Team Leader RIMBA Sumatera dan Hutan Lindung Gambut Londerang Tri Agung Rooswiadji, menjelaskan bahwa pada 2016-2018 telah melakukan upaya penanganan kelompok peduli api di lima desa. "Kita melatih mereka untuk melakukan pemadaman api dengan peralatan sudah disediakan WWF," ujar Tri.
Namun, kata Tri, karena kondisi di Londerang, Jambi sangat masif, sehingga alat seperti pompa air kurang untuk memadamkan karhutla. Upaya terus dilakukan, ada sepuluh desa di Londerang yang membantu melakukan pemadaman. Dan mendapat dukungan dari Dinas Kehutanan, Kepolisian, TNI, BNPB, WWF dan beberapa organisasi lainnya.
Kebakaran yang terjadi dinilai sangat masif, dan bisa menjadi pelajaran dalam upaya penanganannya. Pasalnya kapasitas air di sana juga terbatas. "Kegiatan penyadaran masyarakat di Londerang sangat penting, mereka tahu bahwa hal ini sangat bahaya kalau membiarkan kondisi sekitarnya kering," tutur Tri.