Ujian Nasional Dihapus, Sistem Zonasi Diusulkan Dipertahankan

Reporter

Tempo.co

Editor

Yudono Yanuar

Sabtu, 30 November 2019 12:26 WIB

Warga memprotes kebijakan sistem PPDB berdasarkan zonasi di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Jawa Timur, Rabu, 19 Juni 2019. Permasalahan yang dianggap krusial adalah interpretasi masyarakat soal sistem zonasi murni yang hanya dihitung berdasarkan jarak rumah tinggal dengan sekolah. ANTARA/Didik Suhartono

TEMPO.CO, Jakarta - Rencana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk menghapus Ujian Nasional mendapat berbagai reaksi, termasuk pertanyaan apa yang akan menjadi patokan dalam penerimaan murid baru tingkat SMP dan SMA/SMK. Selama ini, untuk masuk SMA/SMK digunakan nilai UN SMP atau nilai Ujian Sekolah Berstandar Nasional SD untuk masuk SMP.

Anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Doni Koesoema, mengusulkan agar setelah tak ada lagi Ujian Nasional, digunakan sistem zonasi untuk penerimaan murid baru.

Ia mengatakan, tak ada alasan bagi pemerintah untuk membatalkan sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru jika ujian nasional dihapus. Menurut Doni, pemerintah perlu memperkuat sistem zonasi demi pemerataan akses pendidikan. "Kalau penerimaan siswa baru berbasis zonasi, hasil ujian nasional tak perlu dipakai. Sistem zonasi hingga 10 tahun ke depan pun masih relevan," katanya seperti dimuat Koran Tempo, Jumat, 29 November 2019.

Sistem zonasi termuat dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 20 Tahun 2019 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru. Regulasi itu mengatur tiga jalur penerimaan siswa untuk jenjang taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah kejuruan, dan sekolah menengah atas.

Jalur tersebut adalah jalur zonasi, jalur prestasi, dan jalur perpindahan tugas orang tua atau wali. Jalur zonasi mewajibkan sekolah menampung peserta didik dari lingkungan terdekat dengan porsi minimal 80 persen dari daya tampung. Sisanya berasal dari jalur prestasi dan jalur perpindahan tugas orang tua, masing-masing sebesar 15 dan 5 persen.

Sejak diterapkan pada tahun ajaran baru pada pertengahan 2019, sistem zonasi dibanjiri protes, terutama dari orang tua murid. Mereka merasa tak pernah mendapat sosialisasi kebijakan zonasi. Orang tua juga mengeluhkan kuota siswa berprestasi yang terlalu kecil, khususnya di sekolah negeri yang dianggap favorit.

Advertising
Advertising

Menurut Doni, kuota jalur zonasi justru harus ditambah hingga 90 persen--atau sama dengan ketika kebijakan itu pertama kali dibuat pada 2018. Sekolah cukup menerima 5 persen siswa berprestasi, 5 persen untuk perpindahan tugas orang tua. Dia mengimbuhkan, pemberian kuota yang terlalu besar untuk jalur prestasi berisiko meningkatkan praktik manipulasi nilai.

Meski begitu, pemerintah juga harus menyiapkan sarana pendukung dan meningkatkan kualitas guru. Kalau perlu, supaya akses pendidikan lebih merata, pemerintah bisa menggaet sekolah swasta untuk menerima murid yang tak tertampung di sekolah negeri. Bagi siswa yang tak mampu, kata Doni, pemerintah daerah harus membantunya dengan beasiswa.

Opsi tersebut dinilainya lebih efektif ketimbang pemerintah terus membangun sekolah baru, sementara sekolah swasta justru kekurangan siswa. "Membangun sekolah baru lebih mahal. Mending investasi membangun sekolah diberikan kepada swasta yang kekurangan murid. Kan sekolahnya sudah ada," kata dia.

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kementerian Pendidikan, Ade Erlangga Masdiana, mengemukakan lembaganya bakal menerbitkan regulasi anyar untuk penerimaan siswa baru tahun depan. Saat ini, Kementerian tengah menghimpun berbagai aspirasi dari pemangku kepentingan. Wacana penghapusan ujian nasional, kata Ade, juga dipertimbangkan dalam penyusunan aturan ini.

"Aturannya masih digodok supaya komprehensif. Kami harus mempertimbangkan semua faktor," kata Ade.

Keinginan menghapus ujian nasional pertama kali dicetuskan oleh Nadiem Makarim dua pekan setelah menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Sumber Tempo di Kementerian Pendidikan mengatakan lembaganya tengah menyusun metode penilaian yang baru sebagai pengganti ujian nasional dan ujian sekolah berbasis nasional. Meski tak lagi menjadi tolok ukur kelulusan sejak 2015, ujian nasional belum terbebas dari penyimpangan. Menjelang masa ujian nasional 2019, beredar bocoran soal ujian matematika.

KORAN TEMPO

Berita terkait

4 Poin Seruan KIKA soal Kasus Kumba Digdowiseiso dan Pelanggaran Akademik

12 hari lalu

4 Poin Seruan KIKA soal Kasus Kumba Digdowiseiso dan Pelanggaran Akademik

Soal kasus Kumba Digdowiseiso, begini poin seruan KIKA atas kasus pelanggaran akademik.

Baca Selengkapnya

Viral Soal Pakaian Adat Seragam Sekolah, Kota di Sumbar Telah Menerapkannya

14 hari lalu

Viral Soal Pakaian Adat Seragam Sekolah, Kota di Sumbar Telah Menerapkannya

Salah satu daerah yang menerapkan kebijakan Permendikbud Ristek soal pakaian adat sebagai seragam sekolah pada waktu tertentu adalah Bukittinggi.

Baca Selengkapnya

Setelah Pramuka Tak Jadi Ekskul Wajib, Kebijakan Kemendikbud Soal Seragam Sekolah Disorot Publik

15 hari lalu

Setelah Pramuka Tak Jadi Ekskul Wajib, Kebijakan Kemendikbud Soal Seragam Sekolah Disorot Publik

Dua kebijakan Kemendikbud dapat sorotan publik, soal Pramuka tak lagi jadi ekskul wajib dan seragam sekolah.

Baca Selengkapnya

Tanggapan Kemendikbudristek Soal Heboh Perubahan Seragam Sekolah, Bagaimana Aturannya?

15 hari lalu

Tanggapan Kemendikbudristek Soal Heboh Perubahan Seragam Sekolah, Bagaimana Aturannya?

Seragam sekolah sempat diisukan alami perubahan, begini respons Kemendikbudristek. Begini bunyi Permendikbudristek soal Seragam Sekolah.

Baca Selengkapnya

Kwarnas Enggan Diskusi dengan Pemerintah soal Pramuka Sebelum Permendikbudristek 12/2024 Direvisi

19 hari lalu

Kwarnas Enggan Diskusi dengan Pemerintah soal Pramuka Sebelum Permendikbudristek 12/2024 Direvisi

Kwarnas masih enggan membahas pengembangan pendidikan Pramuka sebelum permendikbudristek direvisi

Baca Selengkapnya

Ketua Kwarnas Pramuka Budi Waseso Minta Permendikbudristek No 12/2024 Dicabut

25 hari lalu

Ketua Kwarnas Pramuka Budi Waseso Minta Permendikbudristek No 12/2024 Dicabut

Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Budi Waseso mengingatkan pramuka sudah ada sejak zaman kemerdekaan.

Baca Selengkapnya

Soal Polemik Pramuka, JPPI: Bungkusnya Bisa Berbeda, yang Penting Muatannya Masuk

26 hari lalu

Soal Polemik Pramuka, JPPI: Bungkusnya Bisa Berbeda, yang Penting Muatannya Masuk

Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) setuju dengan kebijakan terbaru Nadiem soal ekskul Pramuka yang tak wajib.

Baca Selengkapnya

Pro-Kontra Pramuka Jadi Ekstrakurikuler Tak Wajib bagi Siswa di Sekolah

26 hari lalu

Pro-Kontra Pramuka Jadi Ekstrakurikuler Tak Wajib bagi Siswa di Sekolah

Mahfud Md mengaku, saat menjabat Menkopolhukam, dia mengusulkan agar posisi Pramuka di sekolah dikuatkan dan dinaikkan anggarannya.

Baca Selengkapnya

Nadiem Makarim Cabut Pramuka sebagai Ekskul Wajib di Sekolah, Ingatkah Tingkatan dalam Pramuka?

27 hari lalu

Nadiem Makarim Cabut Pramuka sebagai Ekskul Wajib di Sekolah, Ingatkah Tingkatan dalam Pramuka?

Mendikbudristek Nadiem Makarim putuskan Pramuka tidak lagi sebagai ekskul wajib di sekolah. Berikut jenjang atau tingkatan dalam Pramuka, masih ingat?

Baca Selengkapnya

Mahfud Tak Setuju Pramuka Dihapus dari Ekskul Wajib: Saya Malah Usul Dikuatkan

27 hari lalu

Mahfud Tak Setuju Pramuka Dihapus dari Ekskul Wajib: Saya Malah Usul Dikuatkan

Mahfud MD meminta Nadiem Makarim untuk menjadikan Pramuka sebagai ekskul wajib.

Baca Selengkapnya