Virus Corona Tak Cocok dengan Cuaca di Indonesia Tapi ...
Reporter
Tempo.co
Editor
Zacharias Wuragil
Selasa, 4 Februari 2020 16:19 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ahli mikrobiologi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Sugiyono Saputra, menegaskan pengaruh faktor lingkungan dan cuaca terhadap daya tahan virus corona dari Wuhan, Cina, dan penularannya. Meski dia tidak bisa memastikan apakah faktor itu yang membuat kasus positif virus mematikan tersebut belum terdeteksi di Indonesia.
"Bisa jadi memang karena belum ada yang tertular virus tersebut. Kalaupun ada, mungkin masih dalam fase inkubasi sehingga belum muncul gejala penyakitnya," katanya saat dihubungi, Senin 3 Februari 2020.
Sugiyono menanggapi pernyataan dari Wakil Ketua Tim Infeksi Khusus di Rumah Sakit Umum Pendidikan dr Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Anggraeni, bahwa ruang terbuka dengan pergerakan angin yang bebas, relatif lebih aman untuk potensi penularan virus corona. Indonesia juga disebutnya relatif diuntungkan dengan paparan sinar matahari yang lebih banyak sehingga mengurangi potensi penyebaran virus.
Keterangan Anggraeni sejalan dengan yang pernah disampaikan Erlina Burhan dari Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dalam sebuah diskusi untuk awam dan media di FKUI, Salemba, Jakarta Pusat. Menurut pakar paru itu, ada beberapa faktor yang bisa melegakan masyarakat di Indonesia terkait wabah virus corona Wuhan.
Erlina mengatakan Indonesia memiliki iklim tropis dengan sinar matahari sangat menyengat. “Virus akan mati dalam kondisi panas. Kalau virus corona berada di udara dan kena panas, harusnya mati. Itulah sebabnya risiko di Indonesia lebih rendah,” katanya
Dalam keterangannya, Sugiyono menyebut virus corona berada dalam kelompok virus berselubung lemak (lipid enveloped). Virus di kelompok ini disebutnya bertahan hidup lebih lama di kelembapan udara (RH) 20%-30%, sedangkan pada penelitian lainnya 40%-70%. Sebagai perbandingan, saat ini RH di Wuhan adalah 50%, sedangkan di Jakarta 87%.
<!--more-->
Dia juga menyebut bahwa semakin tinggi paparan terhadap ultraviolet, virus akan cepat mati. Indeks UV di Wuhan, disebutkan Sugiyono, sebesar 4, sedangkan di Jakarta 9. Semakin tinggi suhu, semakin rendah pula survival virusnya. Suhu udara rata-rata di Wuhan saat ini adalah 12 derajat, sedangkan Jakarta 27 derajat Celsius.
"Secara teori, memang kondisi lingkungan Indonesia memungkinkan survival coronavirus di udara adalah rendah," katanya sambil cepat menambahkan, "Tapi banyak karakteristik dari coronavirus dari Wuhan ini yang belum banyak diketahui."
Berbeda dengan dua ahli lainnya, Sugiyono menolak menyimpulkan sedikit penyebaran virus itu di Indonesia sejauh ini karena faktor cuaca. Alasannya, Indonesia juga mengalami musim flu dan musim penyakit lainnya yang disebabkan oleh virus. Selain beberapa negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia juga memiliki kasus positif virus corona. "Sekali lagi, ini tidak bisa digeneralkan begitu saja," kata Sugiyono.
Menurutnya, sangat dimungkinkan penularan terjadi di ruangan dengan kelembapan udara dan indeks UV yang 'disenangi' si virus. Faktor lingkungan menjadi tak berpengaruh ketika terjadi melalui kontak langsung (close contact) dengan penderita secara cepat. "Ketika kasus SARS, Singapura yang termasuk negara tropis merupakan top 5 countries dengan penderita terbanyak," katanya menambahkan.
Terpisah, Kepala Lembaga Biologi Mokuler Eijkman Amin Subandrio malah menolak mengaitkan faktor iklim dengan penyebaran wabah 2019-nCoV. Alasannya sama. “Karena tetangga kita (Singapura dan Malaysia) yang memiliki iklim serupa pun terpengaruh (wabah virus corona Wuhan), jadi kami tidak memiliki bukti,” kata dia.