Chloroquine Diburu Karena COVID-19, Dekan FKUI Peringatkan Apotek
Reporter
Tempo.co
Editor
Zacharias Wuragil
Sabtu, 21 Maret 2020 10:32 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Ari Fahrial Syam menegaskan obat malaria Chloroquine phosphate tergolong obat keras. Dia berharap masyarakat tidak panik karena wabah virus corona COVID-19 sehingga memicu pembelian bebas obat itu dari apotek-apotek.
Ari yang merupakan dokter spesialis penyakit dalam itu mengatakan bahwa Chloroquine phosphate bukan obat sembarangan. "Jika salah menyimpannya bisa menjadi racun, dan jika penggunaannya salah bisa merusak ginjal dan liver,” kata Ari saat dihubungi, Jumat 20 Maret 2020.
Lulusan Ilmu Biomedik FKUI itu juga meminta agar apotek tidak sembarangan memberikan obat kepada masyarakat. “Jika ada yang memberikannya sembarangan maka itu urusannya harus dengan kepolisian, karena itu obat keras,” kata Ari menambahkan.
Chloroquine phosphate memang diberitakan digunakan para dokter di Cina dan sejumlah negara lain untuk mengobati para pasien infeksi COVID-19. Tapi penggunaan itu tergolong eksperimen karena belum tersedia obat dan vaksin untuk infeksi virus yang baru muncul akhir tahun lalu tersebut.
Informasi itu yang diduga memicu sebagian masyarakat merasa penting untuk membeli dan menyetok obat malaria itu. Seperti yang terjadi dalam sebuah grup percakapan warga sebuah permukiman di Tangerang Selatan.
Di sana dikatakan: Obat Choroquine (pilkina utk malaria) yg saat ini digunakan di Amerika utk mengobati penderita yg kena covid 19.
Mungkin bisa di stok di rw 13 utk jaga2 sbg langkah awal pertolongan jika ada yg demam yg mengarah akibat covid 19 ya.
Keterangan Ari senada dengan seorang apoteker di bilangan Jakarta Selatan. Menanggapi pertanyaan untuk mendapatkan Chloroquine itu, dia menjawab, tablet pil kina tidak bisa untuk pencegahan virus corona. Sedang untuk pengobatan malaria butuh dosis 4x100 mg dan pemakaian harus dipantau.