3 Hal yang Harus Diketahui Soal Semprot Disinfektan Cegah Corona
Reporter
Tempo.co
Editor
Zacharias Wuragil
Minggu, 29 Maret 2020 18:30 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah artikel berjudul SEMPROTLAH DAKU, KAU KUJITAK! viral di grup percakapan telepon genggam Whatsapp. Isinya memperingatkan kepada masyarakat agar tak mudah percaya atas produk disinfektan yang belakangan marak dijual-beli karena kekhawatiran atas pandemi penyakit virus corona 2019 (COVID-19).
Artikel menyoroti 'rush' baru di masyarakat yang dinilai berbahaya yakni semua orang yang disebutkan mau menyemprot disinfektan, bukan hanya ke benda-benda tapi juga ke tubuh. Penulis yang melampirkan namanya hanya sebagai Harnaz itu mencemaskan keamanan sembarang produk disinfektan yang kemudian digunakan masyarakat.
Menyatakan sumber dari Badan Lingkungan Singapura (NEA), Harnaz lalu membuat literasi yang disebutnya bisa dijadikan panduan dari aneka pertanyaan yang muncul tentang penggunaan disinfektan. Berikut ini sebagian isinya serta tanggapan dari ahli dari Loka Penelitian Teknologi Bersih, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
1. Bagaimana cara aman dan murah membuat cairan disinfektan?
Harnas menuliskan bahan paling aman adalah bleach atau pemutih (NaOCl). "Karena botolnya jelas produsennya siapa, dapat ijin kemenkes, dan ada kadarnya. Rata2 kadarnya 5%," katanya.
Dia melampirkan cara pembuatannya yakni dengan melarutkan satu bagian pemutih (misalnya 100 ml) dalam 49 bagian air (misalnya 4900 ml air atau 4,9 liter). "Dengan ini, Anda akan mendapatkan 1000 ppm atau 0,1% NaOCl yang cocok untuk desinfeksi semprot, tetapi TIDAK untuk disemprotkan pada mahluk hidup," tulisnya menunjuk fungsi utama untuk lantai, dinding, meja, ruangan.
Pembanding: sejumlah larutan pemutih juga masuk daftar yang disusun LIPI belum lama ini. Daftar berisi produk rumah tangga yang bahan aktifnya bisa digunakan sebagai disinfektan di masa pandemi COVID-19. "Rujukan kami juga NEA Sigapura," kata Chandra Risdian, peneliti dari Loka Penelitian Teknologi Bersih LIPI.
<!--more-->
2. Apakah ada risiko kesehatan penggunaan pemutih/klorin?
Menurut Harnaz, bahan oksidator kuat punya risiko karsinogenik atau kanker jika bergabung dengan komponen organik. Makin kecil badannya. makin rentan terhadap paparan klorin (anak-anak lebih bahaya, burung bisa mati).
"Kuncinya di kadarnya. Sebanyak 30 ml (satu shot espresso) kadar 5% (langsung dari botolnya) bisa untuk mencuci darah berceceran!! Jika jumlah yang sama diencerkan ke kira2 1,5 liter air, bisa untuk desinfektan," katanya menerangkan.
Pembanding: Chandra menyebut efek karsinogenik bisa didapat saat mencampur-campur bahan aktif disinfejtan. Soal konsentrasi larutan yang aman terkena kulit, Chandra menyebut tergantung bahan. Sodium hipoklorit pada pemutih, misalnya, bisa sampai 0,05% batas minimal kadar efektifnya tapi alkohol (ethanol) batas minimal 62%. "Tapi sebaiknya minta penyedia tunjukkan bukti kalauitu aman buat kulit. Kalau tidak, jangan lakukan," katanya berpesan.
3. Apakah ada bahan disinfektan selain klorin?
Harnaz mengatakan, klorin digunakan dengan cara disemprot ke permukaan yang NON-METAL. Karena, logam bisa terkorosi oleh klorin. Untuk yang metal, bisa digunakan alkohol (etanol) 70%, atau isopropanol 70%. Ada pula pemutih lain Hidrogen Peroksida (H2O2), tapi ini jauh lebih keras. .
Cara kerja klorin, peroksida, sabun, dan karbol juga disebutnya sama saja: menyerang dinding sel dari lemak dengan reaksi saponifikasi (penyabunan). Jadi, bisa digunakan salah satu. "Kalau lantai dipel apa perlu didisinfeksi lagi? Ya gak usah, asal sudah pakai karbol," tulisnya.
Pembanding: "Untuk H2O2 dan sodium hipoklorit, dua-duanya korosif, tapi dalam konsentrasi yang sama, sodium hipoklorit lebih korosif terhadap logam," kata Chandra. Dalam daftar yang disusunnya juga memasukkan sejumlah produk pembersih di rumah tangga yang bisa digunakan sebagai disinfektan dalam berbagai konsentrasi.