COVID-19 di Wuhan: Sejumlah Pasien Positif, Sembuh, Positif Lagi
Reporter
Terjemahan
Editor
Zacharias Wuragil
Senin, 30 Maret 2020 06:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kasus sejumlah warga yang terinfeksi COVID-19 untuk kedua kalinya mempertanyakan kembali tingkat akurasi alat diagnostik penyakit itu di Cina. Misteri sejumlah kasus itu juga menerbitkan keresahan untuk kemungkinan gelombang kedua wabah virus tersebut.
Keresahan itu muncul di saat mendekati tenggat pencabutan status karantina Wuhan dan sejumlah kota di Provinsi Hubei pada 8 April mendatang. Saat itu, warga kota-kota itu sudah akan bisa bepergian, termasuk ke luar dari kota yang pernah menjadi episentrum wabah yang merenggut lebih dari 3 ribu jiwa di Cina itu.
Sepanjang 18-22 Maret lalu, pemerintah Cina tak mencatat adanya kasus penularan baru COVID-19 yang berasal dari transmisi lokal atau di dalam negeri. Capaian itu sempat menjadi torehan manis dari upaya penanggulangan wabah.
Tapi kemudian datang kabar kalau beberapa warga Wuhan yang pernah terkonfirmasi positif terinfeksi corona dan telah dinyatakan sembuh belakangan teruji positif lagi. Ini diketahui dari data beberapa fasilitas karantina penampung para pasien COVID-19 usai dipulangkan rumah sakit. Sebanyak 5-10 persen dari pasien yang sudah sembuh itu teruji positif kembali.
Beberapa yang positif terinfeksi lagi itu tak menunjukkan gejala sakit. Ini yang memicu kekhawatiran, selain soal kasus impor, kalau wabah belum benar-benar meninggalkan Wuhan dan Hubei.
Kepada media NPR yang berkomunikasi via ponsel, empat orang di antara pasien yang positif kembali itu mengaku kondisi mereka membaik dan hasil pemeriksaan infeksi dinyatakan negatif sebelum mereka disebut kembali positif COVID-19.
Dua dari empat orang itu adalah dokter yang bertugas di garda depan dan terinfeksi dari pasien yang dirawatnya. Sedang dua lainnya adalah warga Wuhan, terdiri dari satu menunjukkan gejala parah dan sempat kembali dirawat di rumah sakit dan yang kedua hanya gejala ringan.
<!--more-->
Sejumlah ahli virologi berpikir tidak mungkin seorang pasien COVID-19 bisa terinfeksi kembali untuk kedua kalinya begitu cepat setelah mereka dinyatakan sembuh. Namun mereka juga menolak cepat-cepat menyimpulkan.
Adapun pemerintah Cina tak menghitung mereka yang sudah sembuh namun positif kembali itu dalam data terbaru kasus COVID-19. Cina juga tak memasukkan dalam hitungan mereka, kasus positif yang tidak disertai gejala sakit.
Seluruh empat orang itu kini diisolasi di bawah pengawasan medis. Belum jelas apakah mereka bisa menularkan penyakitnya atau kenapa mereka menjadi positif setelah sebelumnya negatif.
Kemungkinannya adalah mereka mendapat hasil negatif palsu sebelumnya. Ini mungkin terjadi jika pemeriksaan menggunakan sampel swab meleset mendeteksi virus. Dokter Li Wenliang, misalnya, berulang kali dinyatakan negatif virus corona sebelum terbukti positif.
Pada February, Wang Chen, direktur di Chinese Academy of Medical Sciences, menduga uji asam nukleat yang digunakan di negara itu dalam mengidentifikasi kasus positif corona hanya akurat 30-50 persen. Teori lain adalah karena tes memperbesar bagian kecil dari DNA sehingga sisa virus dari infeksi yang pertama bisa memberi hasil positif palsu di tes yang kedua.
"Ada beberapa hasil positif yang palsu di pemeriksaan jenis ini," kata Jeffrey Shaman, profesor kesehatan lingkungan di Columbia University, Amerika Serikat. Shaman adalah anggota tim peneliti dari sebuah studi pemodelan yang menunjukkan kalau penularan oleh individu-individu yang tidak sakit menjadi motor wabah di Wuhan.
NPR