Covid-19, WHO Bentuk Tim Independen untuk Tuduhan Cina-sentris

Jumat, 10 Juli 2020 09:27 WIB

Logo Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terpampang di pintu masuk kantor pusatnya di Jenewa, 25 Januari 2015. [REUTERS / Pierre Albouy / File Foto]

TEMPO.CO, Jakarta - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) akan membentuk panel independen untuk meninjau kembali kebijakan penanganan pandemi Covid-19. Langkah ini menyusul kritik keras dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menuduh WHO berlaku Cina-sentris hingga akhirnya negara itu memutuskan menarik diri dari badan PBB tersebut.

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, panel tersebut akan dipimpin oleh mantan perdana menteri Selandia Baru Helen Clark dan mantan presiden Liberia Ellen Johnson-Sirleaf. Keduanya disebutkan telah setuju atas penunjukan itu

"Besarnya pandemi ini, yang telah menyentuh hampir semua orang di dunia, jelas layak mendapatkan evaluasi yang sepadan, evaluasi yang jujur,” ujar Tedros dalam pertemuan virtual dengan perwakilan dari 194 negara anggota WHO, seperti dikutip Reuters, Kamis 9 Juli 2020.

Ketua bersama itu selanjutnya akan memilih anggota panel lainnya. Mereka akan bekerja dan memberikan laporan sementara di pertemuan tahunan para menteri kesehatan pada November 2020 dan menyajikan 'laporan substantif' pada Mei 2021. “Ini bukan laporan standar yang kemudian diletakkan di rak untuk membuatnya berdebu. Ini adalah sesuatu yang kami anggap serius," kata Tedros lagi.

Pada Mei 2020, negara-negara anggota WHO telah mengadopsi dengan suara bulat resolusi yang diusulkan oleh Uni Eropa yang menyerukan evaluasi terhadap respons global melawan pandemi. Dalam pertemuan Kamis kemarin itu, Clark yang juga hadir mengatakan bahwa penugasan itu akan sangat menantang baginya.

Sementara Johnson-Sirleaf, yang negaranya pernah dikoyak wabah Ebola di Afrika Barat karena menjadi yang terburuk di dunia pada 2014-2016, menyatakan, "kami telah menantikan untuk melakukan semua yang kami bisa, merespons terhadap tantangan pandemi ini."

Hingga saat ini, sudah lebih dari 12 juta orang di dunia yang dilaporkan telah terinfeksi oleh virus corona baru. Sebanyak hampir 550 ribu di antaranya meninggal. Ilona Kickbusch, ahli kesehatan global dan mantan kepala komunikasi WHO, mengatakan bahwa setiap ulasan mengenai pandemi harus kredibel. "Itu harus dilihat sebagai sekelompok orang yang dapat dipercaya, yang dapat memulai proses, dan mungkin akan melibatkan orang lain," katanya.

REUTERS | WHO

Berita terkait

Viral Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Guru Besar FKUI Sebut Manfaatnya Jauh Lebih Tinggi

21 jam lalu

Viral Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Guru Besar FKUI Sebut Manfaatnya Jauh Lebih Tinggi

Pada 2021 lalu European Medicines Agency (EMA) telah mengungkap efek samping dari vaksinasi AstraZeneca.

Baca Selengkapnya

Top 3 Dunia: India Tak Terima Tuduhan Xenofobia Biden Hingga Gencatan Senjata Gaza

1 hari lalu

Top 3 Dunia: India Tak Terima Tuduhan Xenofobia Biden Hingga Gencatan Senjata Gaza

Berita Top 3 Dunia pada Sabtu 4 Mei 2024 diawali penolakan India soal tudingan xenofobia oleh Presiden AS Joe Biden

Baca Selengkapnya

Hamas: Netanyahu Berusaha Gagalkan Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

2 hari lalu

Hamas: Netanyahu Berusaha Gagalkan Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

Pejabat senior Hamas mengatakan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berupaya menggagalkan kesepakatan gencatan senjata di Gaza.

Baca Selengkapnya

WHO: Rencana Darurat Tak Bisa Cegah Kematian jika Israel Lakukan Serangan Darat di Rafah

2 hari lalu

WHO: Rencana Darurat Tak Bisa Cegah Kematian jika Israel Lakukan Serangan Darat di Rafah

WHO mengatakan tidak ada rencana darurat yang dapat mencegah "tambahan angka kematian" di Rafah jika Israel menjalankan operasi militernya di sana.

Baca Selengkapnya

Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

2 hari lalu

Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

Kemenkes mendapat beberapa laporan yang menunjukkan perubahan gejala pada penderita DBD pascapandemi COVID-19. Apa saja?

Baca Selengkapnya

Ini Agenda Masa Jabatan Kedua Trump, termasuk Deportasi Massal

2 hari lalu

Ini Agenda Masa Jabatan Kedua Trump, termasuk Deportasi Massal

Donald Trump meluncurkan agenda untuk masa jabatan keduanya jika terpilih, di antaranya mendeportasi jutaan migran dan perang dagang dengan Cina.

Baca Selengkapnya

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

2 hari lalu

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

Selain AstraZeneca, ini deretan vaksin Covid-19 yang pernah digunakan di Indonesia

Baca Selengkapnya

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

3 hari lalu

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

MUI sempat mengharamkan vaksin AstraZeneca. Namun dibolehkan jika situasi darurat.

Baca Selengkapnya

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

3 hari lalu

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Sebanyak 453 juta dosis vaksin telah disuntikkan ke masyarakat Indonesia, dan 70 juta dosis di antaranya adalah vaksin AstraZeneca.

Baca Selengkapnya

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

3 hari lalu

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

Astrazeneca pertama kalinya mengakui efek samping vaksin Covid-19 yang diproduksi perusahaan. Apa saja fakta-fakta seputar kasus ini?

Baca Selengkapnya