Banjir Bandang Luwu Utara, Lapan Ungkap Anomali Musim

Minggu, 19 Juli 2020 06:45 WIB

Warga mengangkat barang miliknya melewati material lumpur dan potongan batang pohon di Desa Radda, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Sabtu, 18 Juli 2020. Pascabanjir bandang sejumlah warga yang terdampak mulai mengambil barangnya yang masih bisa digunakan. ANTARA FOTO/Abriawan Abhe

TEMPO.CO, Bandung - Tim riset Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) menganalisis hujan lebat yang disusul kejadian banjir bandang di Luwu Utara, Sulawesi Selatan, pada 13 Juli 2020. Hujan yang terjadi terkait anomali musim yang disebut kemarau basah.

Sebelum banjir bandang itu hujan turun secara persisten atau terus menerus sejak 12 Juli siang hingga 13 Juli pagi. Hujan berlanjut dengan intensitas sedang pada siang hingga sore hari. “Akumulasi hujan harian berdasarkan pantauan satelit hujan GSMap pada 13 Juli 2020 mencapai 60 milimeter,” kata Erma Yulihastin, peneliti Klimatologi Lapan, Sabtu 18 Juli 2020.

Hujan persisten selama musim kemarau di Sulawesi Selatan itu tidak biasa. Perkiraannya puncak hujan seperti itu terjadi pada April dan Desember. “Hal itu menunjukkan kondisi anomali musim yang disebut dengan kemarau basah,” ujarnya lewat keterangan tertulis.

Tim yang juga terdiri antara lain Wendi Harjupa sebagai Koordinator Tim Reaksi dan Analisis Kebencanaan (TREAK) Lapan dan profesor meteorologi Lapan Eddy Hermawan menemukan fakta lain. Berdasarkan prediksi cuaca Satellite-Based Disaster Early Warning System (SADEWA)–Lapan, hujan yang turun secara persisten itu terkonsentrasi di sekitar Teluk Bone.

Penguatan monsun timuran yang membawa kelembaban kemudian terjadi karena penghangatan suhu permukaan laut di Teluk Bone dan pembentukan sirkulasi tekanan rendah di Selat Makassar. Bentuk garis pantai yang cekung ikut berperan mengonsentrasikan hujan diurnal atau harian di sekitar Teluk Bone atau Luwu.

Advertising
Advertising

Kemarau basah pada tahun ini, menurut tim Lapan, dipicu oleh tiga faktor utama. Pertama, fenomena daerah pertemuan massa udara antartropis atau yang dikenal Intertropical Convergence Zone (ITCZ) ganda yang sering terbentuk sejak Mei hingga Juli.

Faktor kedua adalah aktivitas gelombang atmosfer yang menjalar dari utara ke selatan yang berkaitan dengan aktivitas musim panas bernama Boreal Summer Intra-seasonal Oscillation (BSISO) di Samudera Hindia pada 12-13 Juli. Fenomena itu mempengaruhi pembentukan konvergensi luas yang memanjang dari Samudera Hindia hingga wilayah Sulawesi.

Ketiga, pemanasan suhu permukaan laut di perairan lokal Indonesia yang terkonsentrasi di Laut Maluku, Arafuru, dan Teluk Bone. Prediksi musim Lapan menunjukkan wilayah Sulawesi masih harus waspada terhadap potensi kejadian ekstrem hingga pertengahan Juli. Sementara mulai Agustus wilayah Sulawesi akan lebih kering dan kembali basah dengan potensi hujan ekstrem pada September 2020.

ANWAR SISWADI

Berita terkait

Data Terbaru Banjir Musi Rawas: 51 Ribu Warga Terdampak dan 292 Hunian Rusak Berat

5 hari lalu

Data Terbaru Banjir Musi Rawas: 51 Ribu Warga Terdampak dan 292 Hunian Rusak Berat

Banjir di Musi Rawas Utara merusak hunian dan berbagai fasilitas di lima kecamatan. BNPB mendata ada 51 ribu warga lokal terdampak.

Baca Selengkapnya

Alasan Pusat Krisis Kemenkes Mengirim Tim ke Lokasi Banjir Musi Rawas Utara

6 hari lalu

Alasan Pusat Krisis Kemenkes Mengirim Tim ke Lokasi Banjir Musi Rawas Utara

Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes mengirimkan tim khusus ke area banjir Musi Rawas Utara. Salah satu tugasnya untuk antisipasi penyakit pasca banjir.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN Ihwal Banjir Bandang Dubai: Dipicu Perubahan Iklim dan Badai Vorteks

10 hari lalu

Peneliti BRIN Ihwal Banjir Bandang Dubai: Dipicu Perubahan Iklim dan Badai Vorteks

Peningkatan intensitas hujan di Dubai terkesan tidak wajar dan sangat melebihi dari prediksi awal.

Baca Selengkapnya

Banjir Bandang di Musi Rawas Utara, Listrik Padam dan Enam Jembatan Rusak Berat

11 hari lalu

Banjir Bandang di Musi Rawas Utara, Listrik Padam dan Enam Jembatan Rusak Berat

Banjir di Musi Rawas Utara, Sumatera Selatan merusak fasilitas publik. Listrik padam saat air meninggi.

Baca Selengkapnya

BNPB: 72 Rumah di Kabupaten Agam Rusak Akibat Banjir Bandang

19 hari lalu

BNPB: 72 Rumah di Kabupaten Agam Rusak Akibat Banjir Bandang

Puluhan rumah rusak tersebut akibat banjir bandang yang berisi lahar dingin atau material vulkanik Gunung Marapi yang terseret limpasan air hujan.

Baca Selengkapnya

BRIN: Satelit LAPAN Bantu Proses Komunikasi Wilayah Terlanda Bencana

32 hari lalu

BRIN: Satelit LAPAN Bantu Proses Komunikasi Wilayah Terlanda Bencana

Satelit LAPAN-A2/LAPAN-ORARI merupakan salah satu hasil riset karya anak bangsa yang dikembangkan oleh BRIN.

Baca Selengkapnya

Ahli ITB Jelaskan Penyebab Longsor Mematikan di Cipongkor Bandung Barat

32 hari lalu

Ahli ITB Jelaskan Penyebab Longsor Mematikan di Cipongkor Bandung Barat

Faktor utama pemicu longsor adalah curah hujan yang lebat.

Baca Selengkapnya

Sembilan Orang Hilang Akibat Banjir Bandang dan Longsor di Bandung Barat

34 hari lalu

Sembilan Orang Hilang Akibat Banjir Bandang dan Longsor di Bandung Barat

Banjir dan tanah longsor di Kecamatan Cipongkor, Bandung Barat, membuat sejumlah warga hilang dan rumah rusak. Evakuasi masih berlangsung.

Baca Selengkapnya

Banjir Bandang Sergap Cipongkor Bandung Barat Jelang Tengah Malam

35 hari lalu

Banjir Bandang Sergap Cipongkor Bandung Barat Jelang Tengah Malam

Banjir bandang menyergap Kampung Joglo, Desa Sirnagalih, Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat. Akibat hujan dengan intensitas tinggi.

Baca Selengkapnya

Jokowi Soroti Pembalakan Hutan Sebagai Penyebab Banjir Demak

38 hari lalu

Jokowi Soroti Pembalakan Hutan Sebagai Penyebab Banjir Demak

Jokowi menyarankan pemda melakukan penanaman, penghutanan kembali, hingga pengalihan lahan untuk solusi jangka panjang atasi banjir demak.

Baca Selengkapnya