Heboh Dentuman dan Gemuruh di Sukabumi, BPBD Bantah Sumber Tanah Bergerak
Reporter
Anwar Siswadi (Kontributor)
Editor
Zacharias Wuragil
Minggu, 31 Januari 2021 12:36 WIB
TEMPO.CO, Sukabumi - Kabar dentuman disertai gemuruh dilaporkan terjadi di Kampung Ciherang, Desa Cijangkar di Kecamatan Nyalindung, Sukabumi, Jawa Barat, pada Sabtu malam, 30 Januari 2021. Warga setempat yang sedang dicekam bencana tanah bergerak dikabarkan sampai panik dan berlarian ke luar rumah.
Dari berita kejadian itu, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika memeriksa data tangkapan sensor seismik atau kegempaan di wilayah Kabupaten Sukabumi. Hasilnya, ada petunjuk anomali gelombang seismik selama 7 detik, pada pukul 19.00.36 hingga 19.00.43 WIB. “Bukan gempa, relatif sepi (gempa) akhir-akhir ini,” kata Koordinator Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono, Minggu 31 Januari 2021.
Anomali seismik itu diterangkannya tampak sebagai gelombang frekuensi rendah. Dugaan kuat yang terjadi adalah adanya proses gerakan tanah yang cukup kuat hingga terekam di sensor gempa milik BMKG. “Sepintas bentuk gelombang seismiknya mirip rekaman longsoran atau gerakan tanah,” ujar Daryono.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kampung Sukabumi telah membantah adanya peristiwa bencana terkait kabar itu. Kepala Seksi Kedaruratan BPBD Kabupaten Sukabumi Eka Widiaman bahkan mengatakan, tidak ada laporan dari warga maupun anggota timnya soal bunyi dentuman juga gemuruh pada Sabtu malam.
“Enggak ada dentuman, tim kami dua minggu di sana kalau ada suara aneh pasti melaporkan ke saya,” ujarnya yang dihubungi Minggu, 31 Januari 2021.
Lokasi Kampung Ciherang, kata dia, memang sedang mengalami gerakan tanah sejak 13 Desember 2020. Tapi, dia memastikan, tidak ada kejadian longsor pada Sabtu malam.
Baca juga:
Heboh Dentuman Keras di Buleleng Bali Diduga Meteor Meledak di Udara
Data yang digenggamnya menyebut sampai 16 Januari 2021 pukul 20.37 WIB, jumlah keseluruhan pengungsi karena tanah bergerak berasal dari RT 01 dan 02 RW 02 berjumlah 117 orang dari 35 rumah yang dihuni 37 kepala keluarga. Selain itu masih ada 54 rumah yang dihuni 59 kepala keluarga dengan total 160 orang yang terancam oleh gerakan tanah di kampung itu.