Studi Sempurnakan Sel Sintetis, Mampu Membelah Diri bak Sel Bakteri Alami
Reporter
Terjemahan
Editor
Zacharias Wuragil
Minggu, 4 April 2021 15:30 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sel sintetis yang dibuat dari kombinasi unsur di bakteri Mycoplasma dengan genom yang disintesis secara kimia bisa tumbuh dan membelah diri bak sel bakteri alami. Pembelahannya, seperti dituturkan dalam artikel hasil studi yang dipublikasi di Jurnal Cell edisi 29 Maret 2021, melahirkan sel-sel yang ukuran dan bentuknya seragam.
Riset terkini ini menyempurnakan hasil penelitian di J. Craig Venter Institute di San Diego, California, Amerika Serikat, pada 2016. Saat itu tim penelitinya mengumumkan kalau mereka telah menciptakan sel 'minimalis'. Genom dalam setiap sel sintetis itu hanya berisi 437 gen kunci yang dianggap dibutuhkan untuk membentuk kehidupan yang mendasar.
Sel-sel itu dinamakan JCVI-syn3.0--mengikuti nama institut. Sel-sel itu bisa tumbuh dan membelah diri di medium agar untuk menghasilkan klaster-klaster sel yang disebut koloni.
Tapi, dari pengamatan lebih detail terhadap pembelahan yang terjadi pada JCVI-syn3.0, Elizabeth Strychalski dan teman-temannya dari US National Institute of Standards and Technology mendapati kalau sel sintetis itu tidak membelah diri ke dalam ukuran dan bentuk yang seragam. Ini tidak sama dari sel minimalis alami dengan 901 gen.
Strychalski menduga itu karena para pencipta JCVI-syn3.0 telah membuang seluruh bagian dari genom yang dikira tidak penting untuk pertumbuhan. Tapi, dia menambahkan, definisi yang digunakan tentang apa yang diperlukan untuk pertumbuhan itu adalah apa yang dibutuhkan untuk menciptakan pertumbuhan koloni yang cantik dalam medium agar.
"Bukan apa yang diperlukan untuk bisa menghasilkan sel-sel yang membelah secara seragam dan mirip yang terjadi secara alami," katanya.
Strychalski dan timnya lalu mengintroduksi beragam gen ke dalam sel bakteri itu dan kemudian memantau di bawah mikroskop bagaimana gen-gen tambahan itu mempengaruhi pertumbuhan sel. Hasilnya, mereka mengidentifikasi tujuh gen tambahan yang diperlukan untuk menyempurnakan pembelahan sel sintetis itu menjadi seragam bentuk dan ukurannya.
Dan, benar, ketika ketujuh gen ditambahkan ke JCVI-syn3.0, mereka menemukan kalau itu sudah cukup untuk memulihkan pertumbuhan dan pembelahan hingga mengasilkan sel-sel yang seragam atau normal. Tapi, Strychalski dan timnya sejauh ini baru berhasil mengidentifikasi secara pasti peran dua dari tujuh gen tersebut dalam pembelahan sel yang normal. "Ini mengejutkan," kata dia.
James Pelletier dari Massachusetts Institute of Technology, AS, yang juga ikut meneliti, menambahkan bahwa sel minimalis sintetis memiliki banyak gen yang belum diketahui jelas fungsi-fungsinya. "Meski kami belum berhasil memetakannya, mereka yang jelas dibutuhkan seluruhnya agar sel bisa hidup," katanya sambil menambahkan tugas riset berikutnya untuk mencari tahu lebih detail.
Drew Endy dari Stanford University, California, AS, menilai studi itu sangat penting untuk memahami bagaimana kehidupan bekerja dan gen-gen apa saja yang dibutuhkan untuk bisa mengoperasikan sel-sel. Kate Adamala dari University of Minnesota, Minneapolis, mengatakan sel minimalis adalah analogi dari nenek moyang seluruh kehidupan di Bumi.
Temuan terbaru juga dipuji Kate karena membawa para ilmuwan lebih dekat kepada rekayasa sel hidup yang bisa dijelaskan, dipahami, dan dikendalikan. "Lepas dari kompleksitas sistem kehidupan alami, sel-sel sintetis adalah sebuah perangkat baik untuk riset dasar maupun bioteknologi."
Baca juga:
Rusia Luluskan Vaksin Covid-19 Pertama untuk Hewan, Klaim Efektif 100 Persen
Potensi aplikasi dari sel sintetis, menurut Jef Boeke dari New York University, AS, sangat luas. Dia menyebut contohnya di bidang pertanian, nutrisi, biomedis dan pemulihan lingkungan. “Kemampuan untuk mengkoreksi dan menyempurnakan kode biologi seperti ini menjadi langkah yang sangat krusial," katanya.
NEW SCIENTIST | CELL