TEMPO.CO, Jakarta - Universitas dan Fakultas Kedokteran Stanford, AS, meminta maaf atas kekeliruan dalam rencana distribusi dosis vaksin Covid-19 yang dirancangnya. Rencana itu mendapat kecaman karena meninggalkan hampir seluruh dokter residen di rumah sakitnya yang justru setiap hari menangani pasien Covid-19.
Para dokter residen dari Rumah Sakit Stanford menggelar aksi protes terkait rencana pembagian vaksin tersebut pada Jumat lalu. Mereka menuntut penjelasan dari pimpinan di Stanford University, kenapa hanya tujuh dari antara mereka yang seluruhnya berjumlah 1300-an orang yang terpilih di antara 5.000 penerima pertama vaksin Covid-19.
Baca juga:
Vaksin Covid-19 akan Masuk Cina Tahun Depan
Sebuah dewan terdiri dari pimpinan para residen mengirim surat ke universitas pada Kamis malamnya untuk menunjukkan kekecewaan dan kemarahan karena tidak menjadi prioritas dalam alokasi dosis pertama dari vaksin yang sudah datang. Residen adalah para dokter yang masih magang yang baru saja lulus dari fakultas kedokteran.
Mereka membandingkan beda prioritas yang diterima para dokter senior yang disebutkan telah bekerja dari rumah sejak pandemi melanda, tanpa tanggung jawab langsung menangani pasien. "Mereka dipilih untuk diberikan vaksin sementara kami para residen sudah terikat dengan masker N95 hingga bulan kesepuluh selama masa pandemi ini tanpa rencana perlindungan yang jelas dan transparan."
Dalam suratnya itu, para dokter residen mengkritik alasan yang menyalahkan algoritma pembagian 5.000 dosis pertama vaksin tersebut. Algoritma semula ditujukan untuk memastikan pembagian yang adil. "Lagian 'eror' sudah teridentifikasi Selasa lalu dan mereka tidak langsung mengubahnya sebelum kemudian merilis pernyataan baru hari ini (pasca demonstrasi)."
Setelah unjuk rasa Jumat itu dan perhatian dari media setempat, Stanford Health Care dan Stanford School of Medicine mengirim email kepada seluruh staf berisi permintaan maaf untuk kekacauan yang terjadi karena ketidaksigapan memperbaiki eror.
"Kami akan bekerja secepat mungkin untuk mengatasi kesalahan dalam rencana kami dan membuat versi revisi," tulis para eksekutif dan dekan. Mereka juga berjanji melakukan vaksinasi lebih luas di dalam komunitas universitas itu begitu gelombang dosis berikutnya datang yang diperkirakan pekan ini.
Pada hari itu, pelaksanaan vaksinasi akhirnya berjalan dengan revisi yang tak mulus. Sebagian dokter residen mengaku bisa mendapatkan prioritas dosis tapi sebagian yang lain diminta menunggu.
Menurut email yang dikirim pimpinan residen, pimpinan Stanford menerangkan algoritma sejatinya digunakan untuk memprioritaskan para petugas medis yang berisiko lebih besar terhadap Covid-19, bersama faktor seperti usia dan lokasi atau unit di mana mereka bekerja di rumah sakit.
"Dokter residen kelihatannya tidak memiliki penugasan lokasi atau unit yang spesifik, juga usia mereka yang rata-rata masih muda, sehingga mereka berada terendah dalam daftar prioritas."
Baca juga:
Bio Farma Siapkan Teknologi Cegah Pemalsuan dan Penimbunan Vaksin Covid-19
Seorang dokter residen bidang saraf yang terlibat dalam perencanaan aksi unjuk rasa mengatakan algoritma semestinya tidak dijadikan alasan. "Algoritma itu dibuat orang dan hasilnya pun...dikaji berkali-kali oleh orang," katanya yang meminta identitasnya dirahasiakan karena takut mempengaruhi posisinya di rumah sakit.
NPR | TEH VERGE