DPR Ngotot Suntik Vaksin Nusantara, Epidemiolog: Risiko Tanggung Sendiri

Rabu, 14 April 2021 15:24 WIB

Botol kecil berlabel stiker "Vaccine COVID-19" dan jarum suntik medis dalam foto ilustrasi yang diambil pada 10 April 2020. [REUTERS / Dado Ruvi]

TEMPO.CO, Yogyakarta - Sejumlah kalangan seperti anggota DPR RI ngotot mendapatkan suntikan Vaksin Nusantara meski vaksin itu belum mendapat izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Beberapa di antara mereka sudah mulai menjalani pengambilan sampel darah sebagai rangkaian dari proses vaksinasi yang dikembangkan mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto itu.

“Tidak masalah, mereka tetap berhak untuk mendapatkan Vaksin Nusantara tersebut at their own risk (dengan risiko ditanggung sendiri),” ujar epidemiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Riris Andono Ahmad kepada Tempo, Rabu, 14 April 2021.

Riris mengatakan ketika vaksin yang belum teruji BPOM itu ternyata nanti tidak menimbulkan efek negatif pada mereka, maka kalangan yang ngotot divaksin itu juga tidak mendesak-desak pemerintah agar lantas mengizinkan teknologi tersebut diterapkan untuk masyarakat luas.

“Jangan mendesak-desak negara hanya karena mereka telah menggunakan vaksin itu tapi tidak timbul efek buruk pada mereka," kata Riris.

Advertising
Advertising

Vaksin Nusantara sebelumnya dikabarkan mandeg sebelum bisa mendapatkan izin uji klinis fase kedua dari BPOM.

Riris menuturkan, setiap proses discovery teknologi kesehatan sebenarnya sudah mempunyai prosedur yang sangat rigid dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dengan proses monitoring dan akuntabilitas yang kuat.

Prosesnya melalui uji fase pertama, kedua dan ketiga yang mematuhi kaidah-kaidah Good Clinical Practice.

“Jadi seluruh produk teknologi kesehatan seharusnya sudah melalui proses tersebut, sebelum bisa diregistrasikan dan disetujui badan semacam FDA atau BPOM,” kata dia.

Riris menilai peran BPOM dalam menguji Vaksin Nusantara itu layak atau tidak untuk digunakan jelas tak bisa diabaikan.

“Itu bentuk tanggung jawab negara memastikan bahwa teknologi kesehatan yang beredar cukup aman dan memberikan kemanfaatan,” kata Direktur Pusat Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) UGM itu.

Menurutnya, negara akan keliru besar apabila justru memberikan alternatif yang tidak patuh prosedur tadi karena mandat negara melindungi segenap warga negara. Tidak hanya satu dua individu yang merasa perlu diistimewakan.

“Jadi kalau kemudian ada beberapa kalangan yang merasa karena posisinya perlu mendapatkan keistimewaan, misalnya dalam hal ini menggunakan Vaksin Nusantara, menurut saya itu sudah bukan ranah tanggung jawab negara,” kata Riris

Riris pun merujuk contoh saat terjadi kontroversi ketika pemerintah Indonesia hendak menggunakan vaksin Sinovac dulu.

“Selama ini seluruh kontroversi terkait vaksin yang beredar itu bisa dibuktikan melalui apa?” ujar Riris saat ditanya soal perlunya uji yang dilakukan BPOM itu.

Dengan diuji oleh BPOM, vaksin yang beredar artinya lolos dari sisi keamanan dan efikasi atau persentase penurunan kejadian penyakit pada kelompok orang yang divaksinasi.

Riris menilai, secara teknologi Vaksin Nusantara bukanlah vaksin yang cocok untuk mengendalikan pandemi Covid-19 ini.

“Karena teknologi vaksin dendritik itu berbasis pengobatan individual, tidak bisa dilakukan secara mass production,” katanya.

Riris menjelaskan bahwa vaksin yang lain bisa diproduksi masal dan digunakan oleh orang banyak pada saat bersamaan. Sedangkan vaksin dendritik itu diambil dari sistem imun setiap individu, dilatih untuk mengenali virus Covid-19, dan baru kemudian dimasukkan kembali ke tubuh individu agar bisa berfungsi sebagai vaksin.

“Secara proses sangat kompleks, secara teknologi tentu saja butuh investasi yang sangat luar biasa besar,” katanya.

Riris menuturkan, soal Vaksin Nusantara itu bukan faktor risikonya dulu yang ia lihat, karena pihaknya juga belum tahu secara risiko seperti apa, tapi dari sisi teknologi.

Teknologi untuk Vaksin Nusantara ini dinilai tidak cocok untuk dipilih menjadi vaksin massal mengatasi pandemi, sebab saat ini Indonesia butuh vaksin yang bisa diproduksi secara masal dalam dosis jutaan dalam waktu yang cepat maupun untuk distribusi vaksin ke yang membutuhkan.

Baca:
BPOM: Vaksin Nusantara Belum Boleh Lanjutkan Uji Klinis

Berita terkait

Anggota Dewan Minta Pemerintah Pertimbangkan Kenaikan Tarif KRL

8 jam lalu

Anggota Dewan Minta Pemerintah Pertimbangkan Kenaikan Tarif KRL

Anggota Komisi V DPR RI Suryadi Jaya Purnama mengatakan kenaikan tarif tidak boleh membebani mayoritas penumpang KRL

Baca Selengkapnya

Viral Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Guru Besar FKUI Sebut Manfaatnya Jauh Lebih Tinggi

23 jam lalu

Viral Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Guru Besar FKUI Sebut Manfaatnya Jauh Lebih Tinggi

Pada 2021 lalu European Medicines Agency (EMA) telah mengungkap efek samping dari vaksinasi AstraZeneca.

Baca Selengkapnya

Ketahui 3 Aturan Baru Tentang Kepala Desa Dalam UU Desa

2 hari lalu

Ketahui 3 Aturan Baru Tentang Kepala Desa Dalam UU Desa

Pemerintah akhirnya mengesahkan UU Desa terbaru yang telah diteken Jokowi dan diwacanakan perubahannya sejak Mei 2022. Apa saja aturan barunya?

Baca Selengkapnya

Permintaan Tambah Masa Jabatan Kepala Desa Dikabulkan, Kok Bisa?

2 hari lalu

Permintaan Tambah Masa Jabatan Kepala Desa Dikabulkan, Kok Bisa?

Permintaan para kepala desa agar masa jabatannya ditambah akhirnya dikabulkan pemerintah. Samakah hasilnya dengan UU Desa?

Baca Selengkapnya

DPR Agendakan Rapat Evaluasi Pemilu 2024 dengan KPU pada 15 Mei

2 hari lalu

DPR Agendakan Rapat Evaluasi Pemilu 2024 dengan KPU pada 15 Mei

KPU sebelumnya tidak menghadiri undangan rapat Komisi II DPR karena bertepatan dengan masa agenda sidang sengketa Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya

Amnesty Desak DPR dan Pemerintah Buat Aturan Ketat Impor Spyware

2 hari lalu

Amnesty Desak DPR dan Pemerintah Buat Aturan Ketat Impor Spyware

Amnesty mendesak DPR dan pemerintah membuat peraturan ketat terhadap spyware yang sangat invasif dan dipakai untuk melanggar HAM

Baca Selengkapnya

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

3 hari lalu

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Sebanyak 453 juta dosis vaksin telah disuntikkan ke masyarakat Indonesia, dan 70 juta dosis di antaranya adalah vaksin AstraZeneca.

Baca Selengkapnya

Pembekuan Darah Usai Vaksinasi AstraZeneca, Epidemiolog: Kasusnya Langka dan Risiko Terkena Minim

3 hari lalu

Pembekuan Darah Usai Vaksinasi AstraZeneca, Epidemiolog: Kasusnya Langka dan Risiko Terkena Minim

Pasien pembekuan darah pertama yang disebabkan oleh vaksin AstraZeneca adalah Jamie Scott.

Baca Selengkapnya

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

3 hari lalu

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

KPK menemukan beberapa dokumen yang berhubungan dengan proyek dugaan korupsi pengadaan perlengkapan rumah dinas DPR dalam penggeledahan.

Baca Selengkapnya

Buat Jemaah Calon Haji 2024, Ini Aturan Terbaru dari Arab Saudi

4 hari lalu

Buat Jemaah Calon Haji 2024, Ini Aturan Terbaru dari Arab Saudi

Arab Saudi mewajibkan jemaah calon haji memenuhi kriteria vaksinasi dan mendapatkan izin resmi.

Baca Selengkapnya