Penyebab Populasi Dugong Turun, Bagaimana Usaha Pelestariannya?

Reporter

Tempo.co

Senin, 31 Mei 2021 20:15 WIB

Peugas KKP dan masyarakat saat menangani Dugong yang terdampar di Bawean, Gresik, Jawa Timur.

TEMPO.CO, Jakarta - Dugong merupakan salah satu mamalia laut langka yang hidup diperairan tropis yang tersebar diberbagai penjuru dunia seperti Indo Pasifik, Afrika Timur hingga Kepulauan Solomon. Spesies ini memiliki nama ilmiah Dugong dugon. Istilah “dugong” itu diambil dari bahasa Tagalog, “dugong”, yang bersumber dari bahasa Melayu, “duyung” atau “duyong” yang berarti “perempuan laut”.

Dilansir dari situs kkp.go.id, dugong adalah hewan mamalia herbivora dan menghabiskan waktu untuk makan di padang lamun. Mengingat spesies ini hanya tinggal di wilayah padang lamun yang berkondisi baik, dugong juga dapat dijadikan sebagai bio indikator kondisi padang lamun. Mungkin hal ini bisa menjadi keistimewaan tersendiri yang dimiliki seekor dugong.

Selain menjadi penyeimbang ekosistem laut, dugong juga mampu menahan napas di dalam air sampai 12 menit, sambil mencari makan dan berenang.

Spesies yang dapat ditemukan di sepanjang cekungan Samudra Hindia dan Pasifik ini juga tersebar di beberapa wilayah Indonesia seperti Papua, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sumatera, Timor Timur, Maluku, barat laut dan tenggara Jawa, pantai selatan Jawa Timur dan pantai selatan Kalimantan. Kampung Sawatut, Distrik Makbon, Sorong, Papua Barat merupakan salah satu daerah yang dihidupi oleh dugong.

Namun sayang ada beberapa hal yang menyebabkan dugong menjadi langka seperti kerusakan lingkungan, perburuan dan proses reproduksi yang lambat. Meskipun sudah dilindungi oleh Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Pemerintah no. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan & Satwa, dugong masih diburu hidup-hidup untuk dikonsumsi dagingnya.

Advertising
Advertising

Indonesia melindungi dugong dalam UU No7 Tahun 1999 dan Permen LHK Nomor 20 Tahun 2018. Selain itu oleh IUCN dugong digolongkan kedalam spesies vulnerable to extinction atau retan punah. Dugong juga tergolong kedalam appendix I CITES yang berarti spesies ini dilarang untuk diperdagangkan dalam bentuk apapun. Kemudian berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Duyung dikategorikan sebagai biota perairan yang dilindungi populasinya terus menurun dan terancam punah.

Dari situ dapat dilihat ada beberapa penyebab buruknya kondisi Dugong yang sering ditemukan saat ini seperti perburuan skala lokal dan pemanfaatan langsung bagian tubuh dugong seperti mengonsumsi dagingnya. Kemudian ada dugong yang terjaring atau terperangkap di alat tangkap milik nelayan. Hal lain yang menyebabkan kematian dugong ialah tertabrak kapal wisata dan kapal nelayan.

Selain itu masih ada penangkapan dugong untuk diperjualbelikan daging atau bagian tubuhnya seperti taring dan air matanya. Bahkan air mata duyung masih dianggap sebagai bahan ritual klenik, padahal cairan tersebut hanya lendir pelembab mata duyung yang keluar dari kelenjar air matanya ketika duyung sedang tidak berada di dalam air. Walaupun sudah dilindungi, penangkapan duyung oleh masyarakat masih sering terjadi sampai dengan saat ini di beberapa tempat akibat kurangnya kesadartahuan masyarakat.

Dilansir dari situs wwf.id, menyebutkan WWF turut ambil bagian dalam program DSCP Indonesia, yaitu program konservasi untuk meningkatkan efektivitas konservasi dugong dan ekosistem lamun di Indonesia.

Program itu dengan penguatan dan pelaksanaan “Rencana aksi Konservasi" tingkat nasional untuk dugong dan habitatnya lamun, peningkatan kesadartahuan dan penelitian di tingkat nasional tentang dugong dan lamun, pengelolaan dan konservasi dugong dan lamun berbasis masyarakat di masing-masing lokasi kegiatan (Bintan, Kotawaringin Barat, Tolitoli, dan Alor).

Program Dugong and Seagrass Conservation Project (DSCP) Indonesia ini dilaksanakan sebagai kerjasama direktoratKonservasi &Keanekaragaman Hayati laut Kementerian Kelautan dan perikanan, serta Pusat Penelitian Oseanografi - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan - Institut Pertanian Bogor, dan yayasan WWF-Indonesia Dengan dukungan dari United Nations.

Untuk membantu melestarikan dan menekan penurunan spesies ini, hal yang bisa dilakukan bagi masyarakat untuk membantu ialah dengan melakukan berbagai cara seperti mempelajari dan sebarkan informasi tentang dugong dan lamun untuk tingkatkan kepedulian orang-orang di sekitar.

Selain itu, melaporkan kematian dugong dan pencemaran di padang lamun ke aparat setempat, menghindari membuang sampah sembarangan, terutama ke laut dan selalu mendukung upaya konservasi Pemerintah Indonesia, salah satunya melalui DSCP Indonesia, dan dengan menghindari membeli bagian tubuh dugong, yang mentah ataupun yang telah diolah.

TEGUH ARIF ROMADHON

Baca: Dugong Hewan Penyeimbang Ekosistem Laut yang Terancam Punah

Berita terkait

Pakar Serangga IPB Ungkap Spesies Baru Serangga yang Bermanfaat bagi Manusia

5 hari lalu

Pakar Serangga IPB Ungkap Spesies Baru Serangga yang Bermanfaat bagi Manusia

Berbagai serangga yang memberikan manfaat bagi manusia berupa produk yang bernilai komersial.

Baca Selengkapnya

Profesor Riset Termuda BRIN Dikukuhkan, Angkat Isu Sampah Indonesia yang Cemari Laut Afrika

10 hari lalu

Profesor Riset Termuda BRIN Dikukuhkan, Angkat Isu Sampah Indonesia yang Cemari Laut Afrika

Reza dikukuhkan sebagai profesor riset berkat penelitian yang dilakukannya pada aspek urgensi pengelolaan plastik.

Baca Selengkapnya

Kepala BNPT: Tingkatkan Kualitas Asesmen untuk Kemanan World Water Forum

11 hari lalu

Kepala BNPT: Tingkatkan Kualitas Asesmen untuk Kemanan World Water Forum

Tindakan ini guna memastikan kemanan World Water Forum Ke-10 di Bali pada Mei mendatang.

Baca Selengkapnya

Koalisi Desak Pemimpin ASEAN Sukseskan Perjanjian Plastik Global untuk Akhiri Pencemaran

16 hari lalu

Koalisi Desak Pemimpin ASEAN Sukseskan Perjanjian Plastik Global untuk Akhiri Pencemaran

TEMPO, Jakarta- Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil mendesak pemimpin ASEAN untuk mengambil sikap tegas dalam negosiasi yang sedang berlangsung untuk mengembangkan instrumen hukum internasional yang mengikat demi mengatasi pencemaran plastik, termasuk di lingkungan laut.

Baca Selengkapnya

Inilah 5 Alasan Kucing Takut Air

40 hari lalu

Inilah 5 Alasan Kucing Takut Air

Ada beberapa hal yang membuat kucing takut dengan air. Salah satunya karena sifat genetik yang dibawa dari nenek moyang spesiesnya.

Baca Selengkapnya

Pulau Balang Tidak Masuk IKN, Otorita Klaim Lebih mudah Jaga Dugong dan Pesut

40 hari lalu

Pulau Balang Tidak Masuk IKN, Otorita Klaim Lebih mudah Jaga Dugong dan Pesut

Tetap saja pembangunan IKN dinilai akan membuat tekanan terhadap habitat satwa liar. Dan bukan hanya dugong dan pesut, tapi 23 spesies.

Baca Selengkapnya

Saat Tugu Yogya hingga Titik Nol Kilometer Yogyakarta Gelap Gulita Kampanyekan Earth Hour

41 hari lalu

Saat Tugu Yogya hingga Titik Nol Kilometer Yogyakarta Gelap Gulita Kampanyekan Earth Hour

Selama 60 menit, gedung-gedung di area itu serentak mematikan lampu penerangannya sebagai bentuk dukungan gerakan Earth Hour.

Baca Selengkapnya

Taman Nasional Karimunjawa Rusak karena Limbah Tambak Udang, KLHK Tetapkan Empat Tersangka

45 hari lalu

Taman Nasional Karimunjawa Rusak karena Limbah Tambak Udang, KLHK Tetapkan Empat Tersangka

KLHK menetapkan empat orang tersangka perusakan lingkungan Taman Nasional Karimunjawa pada Rabu, 20 Maret 2024.

Baca Selengkapnya

Cina Cari Cara Dongkrak Angka Kelahiran, Wanita Ogah Punya Anak

5 Maret 2024

Cina Cari Cara Dongkrak Angka Kelahiran, Wanita Ogah Punya Anak

Cina mengalami krisis populasi, pemerintah mencari cara menaikkan angka kelahiran.

Baca Selengkapnya

Kasus Penyakit Kanker di Dunia Diprediksi Naik Dua Kali Lipat pada 2050

5 Februari 2024

Kasus Penyakit Kanker di Dunia Diprediksi Naik Dua Kali Lipat pada 2050

Tembakau, konsumsi alkohol, obesitas dan buruknya kualitas udara telah menjadi faktor pemicu utama naiknya prediksi kasus penyakit kanker pada 2050.

Baca Selengkapnya