Covid-19: Terpapar Belum Tentu Terinfeksi, Gejala Bisa Bermanfaat

Reporter

Tempo.co

Sabtu, 26 Juni 2021 20:47 WIB

Antrean warga menunggu pemeriksaan di sebuah Puskesmas di Bandung, Senin, 14 Juni 2021. Separuh pasien yang datang memiliki gejala dan kontak erat dengan warga positif Covid-19. Mayoritas mereka yang jalani swab PCR berasal dari kalangan usia produktif. TEMPO/Prima Mulia

TEMPO.CO, Jakarta - Terpapar itu belum tentu terinfeksi, dan terinfeksi itu belum tentu sakit. Dokter spesialis patologi klinik di Rumah Sakit Universitas Sebelas Maret, Solo, Tonang Dwi Ardyanto, menjelaskan ketiga istilah itu yang biasanya ikut menyebar dalam sebuah pandemi panyakit oleh infeksi virus, termasuk saat pandemi Covid-19 saat ini.

Terpapar, Tonang menjelaskan, itu artinya ada virus masuk tubuh kita. Untuk Covid-19, berarti virus corona SARS-CoV-2 yang masuk saluran napas, utamanya di hidung. Begitu masuk, barrier alami tubuh akan berusaha menghambat virus itu.

Ada banyak lekukan, cekungan, tonjolan, lendir dan rambut-rambut halus yang akan menghambat si virus. Menurut Tonang, sebagian besar virus tertahan oleh cara ini dan mati. Sebagian lagi terbawa ke luar ketika kita bernapas, apalagi bersin, maka virus-virus itu akan terlontar.

"Ini yang berisiko menyebarkan ke sekitar kita," katanya dalam narasi yang dibagikannya, Sabtu 26 Juni 2021, dan diizinkan dikutip.

Itu sebabnya, Tonang menambahkan, terpapar belum berarti terinfeksi. Bila dilakukan pemeriksaan PCR atau antigen, hasilnya akan negatif. "Kejadian seperti ini, kemungkinan sering terjadi setiap hari. Kita terpapar virus SARS-CoV-2, tapi mampu kita halau. Tidak sampai terjadi infeksi," katanya lagi.

Advertising
Advertising

Hanya ada kalanya, jumlah virusnya sedemikian banyak, sehingga masih ada yang bisa lolos dari barrier alami dan bergerak masuk nasofaring. Di sana ada mukosa juga. Di situ terjadi hambatan oleh beberapa zat anti mikroba. Maka sebagian virus akan tertahan lagi, sebagian akan mati di sini.

Virus lolos sampai di sini cukup sering terjadi tapi masih mungkin dihalau ke luar lagi melalui napas, batuk atau bersin. "Termasuk (virus) yang masih hidup ikut terbawa ke luar. Dalam proses itu pula berarti kita berisiko menyebarkan ke sekitar," kata sang dokter.

Ada kalanya jumlah virus corona yang sampai mukosa masih relatif banyak, hanya sebagian yang bisa ditahan, maka masih ada virus yang masih berhasil lolos lebih dalam. Kelompok ini yang akan berikatan dengan reseptor di sel-sel nasofaring.

"Kondisi ini yang disebut terinfeksi. Pada kondisi inilah bila dilakukan tes PCR atau antigen, hasilnya akan positif," katanya menerangkan.

Tabung-tabung reagen untuk swab PCR pasien yang miliki riwayat kontak erat dengan warga positif Covid-19 di sebuah Puskesmas di Bandung, Senin, 14 Juni 2021. Kasus Covid-19 di Indonesia naik 53,4 persen selama beberapa hari terakhir. TEMPO/Prima Mulia

Infeksi ini memicu peradangan (inflamasi). Peradangan membangkitkan sistem imunitas bawaan yang bereaksi berusaha menahan penyebaran virus. Bila jumlah virus yang berhasil menyerbu masuk itu sedikit, maka dapat saja segera bersih. Tapi bila jumlahnya masih relatif banyak, terjadi reaksi peradangan yang signifikan.

"Seberapa besar skala reaksi ini yang akan menentukan derajat timbulnya gejala," kata Tonang.

Pada sebagian orang, proses ini bahkan tanpa terasa gejalanya. Sebagian lagi hanya terasa ringan sehingga cenderung diabaikan. Bila gejala semakin signifikan, maka akan terasakan oleh orang yang terinfeksi. Saat itulah, dia menekankan, seseorang disebut sakit.

"Seberapa berat kondisi sakit, ditentukan oleh bagaimana kondisi tubuh akibat respon imun yang terjadi. Bisa dari tanpa gejala, ringan, sedang sampai berat bahkan kritis."

Seorang pasien menjalani perawatan di tenda darurat yang dijadikan ruang IGD RSUD Bekasi, Jawa Barat, Jumat, 25 Juni 2021. Pemerintah setempat memindahkan ruang IGD ke tenda darurat karena keterbatasan tempat akibat lonjakan kasus pasien Covid-19 di Bekasi. TEMPOHilman Fathurrahman W

Dari semua kondisi itu, pakar dari UNS ini menerangkan, masih mungkin diharapkan sembuh. Menurutnya, semakin berat gejala, semakin kuat kekebalannya, semakin lama pula bertahannya. "Dan bila sudah sembuh, terbentuklah potensi kekebalan. Ada dua bentuknya: antibodi dan seluler."

Bila terbentuk antibodi, ada IgA di mukosa nasofaring. Jadi, di lain kesempatan, sebelum menginfeksi sel, virus yang lolos sampai ke mukosa sudah langsung ditangkap oleh IgA. Dalam Covid-19, SARS-CoV-2 menjadi tidak bisa berikatan dengan reseptor di sel manusia. Jadi bisa menghambat infeksi. Pada kondisi ini tubuh kita disebut kebal.

Baca juga:
Beda Efek Samping Vaksin AstraZeneca dari Sinovac, Ini Penjelasan Pakar

Berita terkait

Pendaftaran UTBK Jalur Seleksi Mandiri UNS 2024 Dibuka Esok, Ini Ketentuan dan Cara Mendaftarnya

5 jam lalu

Pendaftaran UTBK Jalur Seleksi Mandiri UNS 2024 Dibuka Esok, Ini Ketentuan dan Cara Mendaftarnya

Sejak adanya peraturan rektor Universitas Sebelas Maret pada 2023, kini kampus di Surakarta ini mulai membuka jalur Seleksi Mandiri khusus UTBK

Baca Selengkapnya

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

1 hari lalu

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

KPK masih terus menyelidiki kasus korupsi pada proyek pengadaan APD saat pandemi Covid-19 lalu yang merugikan negara sampai Rp 625 miliar.

Baca Selengkapnya

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

2 hari lalu

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

Langkah ini untuk menghindari kebingungan penularan wabah yang terjadi di awal pandemi COVID-19, yang menyebabkan korban jiwa yang cukup signifikan.

Baca Selengkapnya

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

2 hari lalu

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

Perum Peruri mencatat lonjakan permintaan pembuatan paspor dalam negeri hingga tiga kali lipat usai pandemi Covid-19.

Baca Selengkapnya

Pasca Pandemi, Gaya Belanja Offline Tetap Digemari Masyarakat

4 hari lalu

Pasca Pandemi, Gaya Belanja Offline Tetap Digemari Masyarakat

Riset menyatakan bahwa preferensi konsumen belanja offline setelah masa pandemi mengalami kenaikan hingga lebih dari 2 kali lipat.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN di Spanyol Temukan Antibodi Pencegah Virus SARS-CoV-2

6 hari lalu

Peneliti BRIN di Spanyol Temukan Antibodi Pencegah Virus SARS-CoV-2

Fungsi utama antibodi itu untuk mencegah infeksi virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan pandemi Covid-19 pada 2020.

Baca Selengkapnya

Pendaftaran Bakal Calon Rektor UNS Dibuka 2 Mei 2024, Terbuka Kesempatan Dosen dari PTNBH Lain

9 hari lalu

Pendaftaran Bakal Calon Rektor UNS Dibuka 2 Mei 2024, Terbuka Kesempatan Dosen dari PTNBH Lain

Pendaftaran bakal calon rektor UNS dibuka mulai 2 hingga 28 Mei 2024. Dosen dari berbagai PTNBH lain dipersilakan mendaftar.

Baca Selengkapnya

Prof Tjandra Yoga Aditama Penulis 254 Artikel Covid-19, Terbanyak di Media Massa Tercatat di MURI

9 hari lalu

Prof Tjandra Yoga Aditama Penulis 254 Artikel Covid-19, Terbanyak di Media Massa Tercatat di MURI

MURI nobatkan Guru Besar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran UI, Prof Tjandra Yoga Aditama sebagai penulis artikel tentang Covid-19 terbanyak di media massa

Baca Selengkapnya

KPK Tuntut Bekas Bupati Muna Hukuman 3,5 Tahun Penjara dalam Korupsi Dana PEN

10 hari lalu

KPK Tuntut Bekas Bupati Muna Hukuman 3,5 Tahun Penjara dalam Korupsi Dana PEN

"Terbukti secara sah dan meyakinkan," kata jaksa KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat saat membacakan surat tuntutan pada Kamis, 18 April 2024.

Baca Selengkapnya

Pesan PB IDI agar Masyarakat Tetap Sehat saat Liburan dan Mudik di Musim Pancaroba

16 hari lalu

Pesan PB IDI agar Masyarakat Tetap Sehat saat Liburan dan Mudik di Musim Pancaroba

Selain musim libur panjang Idul Fitri, April juga tengah musim pancaroba dan dapat menjadi ancaman bagi kesehatan. Berikut pesan PB IDI.

Baca Selengkapnya