Desak Status Darurat Kesehatan, Ini 8 Seruan Guru Besar FKUI
Reporter
Moh Khory Alfarizi
Editor
Zacharias Wuragil
Kamis, 1 Juli 2021 12:20 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Para Guru Besar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia merumuskan delapan seruan untuk pemerintah di situasi darurat pandemi Covid-19 saat ini. Seruan dibuat dengan tujuan mencegah ambruknya sistem kesehatan nasional.
Para guru besar itu menyoroti, di antaranya, tenaga kesehatan yang terus bertumbangan karena mereka tidak didukung upaya memutus rantai penularan yang berkecukupan. Mulai dari pelaksanaan vaksinasi dan PPKM Mikro sampai buku saku Covid-19, seluruhnya dianggap perlu mendapat perbaikan.
Berikut isi seruan dan rekomendasi guru besar FKUI yang dibuat pada Rabu, 30 Juni 2021 itu:
1. Kondisi tenaga kesehatan dan SDM pendukungnya
Saat ini angka keterisian tempat tidur (bed occupancy rate) menunjukkan situasi darurat, melebihi 90 persen. Kasus baru harian tembus 20 ribu dan pada 29 Juni 2021 terdapat 228.835 kasus aktif Covid-19 di Indonesia. Di beberapa fasilitas kesehatan, disebutkan jumlah pasien bahkan melebihi kapasitas.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) melaporkan jumlah dokter terkonfirmasi positif Covid-19 sudah lebih dari angka 2.100 orang. Sebanyak 401 yang sudah meninggal.
Berdasarkan profesi dan keahlian, kematian tertinggi ada di kalangan dokter umum (226 orang). Sedang spesialisasi, dengan angka kematian dokter spesialis tertinggi akibat Covid-19 adalah obstetri dan ginekologi (27 orang), ilmu penyakit dalam (24 orang), dan ilmu kesehatan anak (18 orang). Selain itu, 315 perawat, 25 tenaga laboratorium, 43 dokter gigi, 15 apoteker, dan 150 bidan juga meninggal dunia akibat Covid-19.
"Tenaga kesehatan sudah mengalami kelelahan akibat menangani pandemi selama lebih dari setahun dengan tidak disertai dukungan sistem yang sesuai untuk memutus rantai penularan di hulu."
Oleh karena itu, penambahan kapasitas tempat tidur di fasilitas kesehatan harus diimbangi dengan penambahan sumber daya manusia agar beban kerja tenaga kesehatan tidak berlebih. Selain juga perlu diimbangi penambahan sarana prasarana pendukung yang memadai sesuai peruntukan ruang perawatan isolasi dan ICU.
2. Insentif tenaga kesehatan dan SDM pendukungnya
Para guru besar FKUI meminta adanya perbaikan sistem pembayaran insentif untuk rumah sakit, tenaga kesehatan dan SDM pendukungnya di seluruh tingkat pelayanan kesehatan (PPK 1 hingga PPK 3). Sehingga, mereka mudah mendapatkan hak yang sesuai dan tepat waktu.
“Tenaga kesehatan yang terkonfirmasi positif juga perlu difasilitasi dengan perawatan isolasi mandiri maupun rumah sakit dengan perawatan yang sesuai standar,” katanya.
3. PPKM Mikro dan protokol kesehatan 6M
Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat skala Mikro dan protokol kesehatan 6M di masyarakat lebih diperketat oleh seluruh jajaran pemerintah hingga di tingkat RT. Protokol kesehatan 6M yang dimaksud ialah memakai masker, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, menjaga jarak, menjauhi keramaian, mengurangi mobilitas, dan menghindari makan bersama.
Tenaga kesehatan adalah pertahanan terakhir dalam pandemi Covid-19, sedangkan garda terdepan dalam penanganan pandemi adalah masyarakat. Bukan sekedar melakukan imbauan, tapi pemerintah harus melakukan berbagai upaya memfasilitasi dan mendukung masyarakat untuk dapat menjalankan PPKM Mikro dan 6M dengan baik.
Upaya ini, kata para guru besar, antara lain mengeluarkan regulasi mengikat yang mengharuskan perkantoran sektor non esensial mengizinkan seluruh karyawannya untuk bekerja di rumah, dan membatasi jumlah pekerja di kantor pada sektor esensial. Termasuk penundaan izin kegiatan tatap muka non esensial, penutupan dan penjagaan fasilitas umum, tempat usaha atau hiburan yang berpotensi menimbulkan kerumunan.
Juga meminta agar mengatur sistem moda transportasi umum, sehingga tidak terjadi antrean di halte atau stasiun dengan memperhatikan kapasitas sesuai dengan aturan. Dan pengawasan ketat disertai sanksi tegas sesuai peraturan yang dijalankan oleh seluruh aparat penegak hukum merata dari tingkat pusat, daerah hingga desa.
“Serta menyediakan pusat informasi masalah pencegahan Covid-19 di tingkat kelurahan, yang bisa dihubungi 24 jam,” kata para guru besar itu.
<!--more-->
4. Sistem pelacakan kontak
Guru besar FKUI meminta pemerintah agar menerapkan sistem pelacakan kontak (contact tracing) yang cepat dan agresif. Saat ini tidak semua fasilitas kesehatan primer memiliki tim khusus contact tracing yang siap dan fokus dalam menelusuri kontak erat dengan cepat dan agresif.
Kecepatan, disebut para guru besar itu, penting untuk menghentikan pergerakan individu kontak erat yang mungkin masih bersosialisasi tanpa mematuhi prinsip 6M di kesehariannya. Tim itu penting dibentuk agar tenaga kesehatan lainnya fokus pada bidang masing-masing, seperti pelayanan kesehatan di dalam gedung, vaksinasi Covid-19, dan imunisasi anak.
“Agresivitas pelacakan kontak tidak boleh hanya sebatas penghuni serumah, seperti yang sudah tercantum dalam Buku Saku Pelacakan Kontak (Contact Tracing) Kasus Covid-19 terbitan Kementerian Kesehatan 2021,” tulis seruan itu.
Metode penelusuran agresif yang dapat digunakan adalah dengan menganjurkan pasien terkonfirmasi untuk melihat kembali galeri foto, media sosial, serta histori atau riwayat pergerakan. Juga perjalanan yang tersimpan dalam Google Maps di masing-masing ponsel selama masa infeksius pasien.
5. Sistem pemeriksaan Covid-19
Guru besar FKUI meminta agar pemerintah menerapkan sistem pemeriksaan (testing) Covid-19 yang juga cepat dan agresif. Dengan langkah ini, kasus bisa ditemukan sedini mungkin dan menghindari penularan lebih jauh sesuai target WHO (minimal 1 per 1.000 rang per minggu) yang berlaku di seluruh wilayah Indonesia tanpa terkecuali.
Selain itu, ditemukannya varian Covid-19 Delta di beberapa daerah dengan angka penularannya yang tinggi, mendorong perlunya dilakukan sistem tracing dan testing yang masif. “Targetnya perlu diturunkan hingga tingkat kabupaten, kemudian dimonitor dan evaluasi secara ketat oleh pemerintah pusat,” tutur para guru besar FKUI.
Untuk implementasinya, para guru besar itu menyarankan, diperlukan kerja sama pemerintah dan swasta dalam menyediakan fasilitas pemeriksaan antigen maupun PCR yang memadai. Dan mempermudah akses masyarakat untuk melakukan pemeriksaan dengan harga terjangkau (bahkan gratis) dan hasil yang cepat.
“Pemeriksaan whole genome sequencing Covid-19 juga perlu dilakukan di tiap daerah untuk mendeteksi sebaran varian-varian baru ini.”
6. Program percepatan vaksinasi
Program vaksinasi massal diminta dipercepat di seluruh wilayah, dengan memperluas populasi target, termasuk populasi anak dan remaja, serta ibu hamil sesuai rekomendasi organisasi profesi terkait dan BPOM. Percepatan ini harus dilakukan untuk meningkatkan target vaksinasi harian > 2 juta per hari.
“Caranya memperluas tempat layanan vaksinasi, menerapkan sistem layanan cakupan vaksinasi secara aktif, dengan memanfaatkan seluruh potensi sentra vaksinasi hingga ke sistem Posyandu di RT/RW/desa.”
Perlu juga adanya sanksi tegas bagi populasi target vaksinasi Covid-19 yang menolak vaksinasi. Contohnya penundaan pemberian insentif atau dana bantuan sosial, penundaan pemberian gaji oleh tempat kerja, dan pemberian stiker larangan keluar rumah bagi penolak vaksinasi. “Dan usaha peningkatan capaian vaksinasi dosis kedua juga perlu digalakkan.”
7. Penerapan status kedaruratan kesehatan
Pemerintah pusat dan daerah hendaknya menerapkan status kedaruratan kesehatan masyarakat. Serta memberlakukan karantina wilayah dan pembatasan sosial berskala besar di Pulau Jawa atau daerah lain yang berpotensi mengalami kolaps sistem kesehatan.
“Karena ketersediaan tenaga kesehatan yang sangat terbatas, sesuai analisis tim ahli, selama minimal 14 hari.”
8. Jaminan layanan kesehatan
Pemerintah perlu menjamin terselenggaranya layanan kesehatan sesuai norma kerja yang sehat dan selamat dengan memperhatikan waktu kerja, perlindungan kerja, dan jaminan sosial bagi seluruh pekerja kesehatan.
Baca juga:
Pasien Anak Covid-19 di RSHS Bandung Melonjak 100 Persen