LaporCovid19: Rumah Sakit Tak Lagi Menampung, Tenaga Kesehatan Kelelahan
Reporter
Moh Khory Alfarizi
Editor
Erwin Prima
Kamis, 1 Juli 2021 16:28 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sejak 14 Juni hingga 30 Juni, LaporCovid19 menerima 101 laporan warga terkonfirmasi positif virus yang meminta bantuan untuk mencarikan rumah sakit, ruang isolasi, dan ruang rawat intensif, seperti Neonatal Intensive Care Unit (NICU), Intensive Care Unit (ICU), atau High Flow Nasal Cannula (HNFC).
“Sebagian di antaranya juga membutuhkan ventilator dan oksigen. Fasilitas dan layanan kesehatan kolaps, ” ujar salah satu anggota LaporCovid19 Amanda Tan dalam keterangan tertulis, Kamis, 1 Juli 2021.
Laporan permintaan rumah sakit paling banyak tersebar dari wilayah Jabodetabek. Sebagian besar dari mereka mempunyai gejala sedang hingga berat, dan sebelumnya menjalani isolasi mandiri. Sebanyak 11 pasien meninggal saat menunggu perawatan karena penuhnya RS.
LaporCovid19 mendapat laporan 65 warga terkonfirmasi positif Covid-19, yang perlu bantuan kegawatdaruratan medis. Pada 29 Juni, seorang pasien berusia 26 tahun di Tangerang Selatan diusir dari indekos karena positif Covid-19. Dia disewakan ambulans oleh kantornya dan diantarkan ke Puskesmas Kunciran.
“Di sana dia hanya menunggu di kursi roda dan tak dilayani. Saat meminta surat rujukan, ia dipimpong ke dua puskesmas lainnya. Saat menuju Puskesmas Paku Alam, pasien muntah dan tak sadarkan diri,” katanya.
Kemudian, kata Amanda, pasien dirujuk ke Rumah Sakit Graha MM2100 dan baru mendapatkan infus empat jam setelah sampai. Lalu meski tanpa surat rujukan, pasien diantar ke tempat isolasi di Rusun Nagrak. Sesampainya di sana, justru diusir beberapa pasien lain dengan alasan mereka akan sembuh dan tak mau berdekatan dengan pasien baru.
“Dalam kondisi belum makan sejak semalam, dia akhirnya mengantre kembali untuk mendapatkan kamar,” tutur Amanda.
Cerita lain, pada Rabu, 30 Juni pagi, terdapat laporan masuk dari satu keluarga dengan tiga orang terkonfirmasi positif Covid-19. Mereka, Amanda berujar, sudah mencoba ke RSUI sehari sebelumnya, tapi dipulangkan karena sudah penuh.
Meski memiliki surat rujukan, mereka disebutnya tak bisa ke Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet karena sudah penuh juga. Salah satu dari mereka yang berusia 65 tahun diarahkan ke IGD terdekat karena mengalami perburukan pernapasan.
“Sementara itu, tim LaporCovid19 menghubungi Hotline Ambulan Depok, tapi tak bisa dilayani karena tanpa persetujuan rumah sakit rujukan,” ujar dia.
Setelah itu, Puskesmas memberikan opsi untuk menggunakan ambulans berbayar, tapi keluarga tidak memiliki biaya. Pada siang harinya, petugas Puskesmas melakukan home visit, tapi pasien tidak mendapatkan oksigen maupun obat-obatan.
Menurut Amanda, petugas Puskesmas dan Satgas setempat membantu mencarikan rumah sakit rujukan. Setelah menunggu sekitar empat jam, kondisi pasien memburuk. Saat akan dibawa ke IGD terdekat, tak ada ambulans yang bisa mengantarkannya. “Akhirnya pasien meninggal di rumah.”
Kisah lainnya datang dari seorang pasien positif Covid-19 yang dirawat sejak 12 Juni di sebuah Puskesmas daerah Tangerang Selatan, pada 27 Juni. Pasien ini membutuhkan tabung oksigen, keluarga pasien beberapa kali menghubungi 112, tapi gagal.
Satu jam kemudian pasien akhirnya mendapatkan ambulans untuk ke RSU Tangerang Selatan. Meski saturasi oksigen pasien saat itu 82 persen, tapi ia tak diperbolehkan masuk oleh satpam RSU Tangerang Selatan.
“Saat itu kami menghubungi Dinas Kesehatan Tangerang Selatan, respons mereka saat ini RS sudah penuh dan semua sedang membutuhkan oksigen,” tutur Amanda lagi.
Keluarga kemudian mengantarkan pasien ke RSUP Fatmawati. Namun sesampainya di sana pasien tidak mendapatkan oksigen dan meninggal dunia saat mengantri di IGD.
Menurut Amanda, krisis pandemi Covid-19 membuat rumah sakit tidak dapat lagi menampung pasien, dan tenaga kesehatan kelelahan. “Bahkan banyak di antara mereka yang terinfeksi Covid-19, serta stok oksigen yang semakin menipis.”
Baca:
Di Yogya, Rekor 1.600 Kasus Harian Covid-19 Dilaporkan 800?