BPOM Bergeming, Ini Sebab Ivermectin Belum Diizinkan Digunakan Luas

Reporter

Terjemahan

Sabtu, 3 Juli 2021 20:13 WIB

Obat Ivermectin. shutterstock.com

TEMPO.CO, Jakarta - Banyak kalangan mendesak penggunaan obat antiparasit yang generik, ivermectin, secara luas sebagai obat Covid-19. Bersama dengan khasiatnya melindungi hewan dari parasit cacing, obat ini juga sudah digunakan manusia selama bertahun-tahun dalam bentuk pil dan krim untuk keluhan seperti scabies (penyakit kulit karena tungau), kutu di kepala, dan river blindness atau kebutaan karena infeksi cacing.

Ivermectin sudah sejak lama disanjung sebagai obat ajaib dan penemunya William C. Campbell dan Satoshi mura sampai dianugerahi Hadiah Nobel Kedokteran pada 2015 karena multikhasiat obatnya itu. Kini, bermunculan kesaksian mereka yang berhasil lolos dari dari gejala infeksi virus corona SARS-CoV-2 berkat obat yang sama.

Tapi Badan Pengawas Obat dan Makanan bergeming. BPOM mengikuti panduan dari WHO dengan tidak merekomendasikan ivermectin untuk mengobati Covid-19 di luar uji klinis. Badan ini bahkan mendatangi dan memberi sanksi pabrik PT Harsen Laboratories, produsen obat Ivermectin dengan merek dagang Ivermex 12 mg, karena dianggap tidak kooperatif .

Kenapa BPOM di Indonesia, dan juga otoritas kesehatan di sejumlah negara seperti FDA di Amerika Serikat dan EMA di Uni Eropa, bersikukuh 'melawan arus' yang menghendaki pengobatan Covid-19 dengan ivermectin? Ada apa di balik sikap mereka yang tidak merekomendasikan ivermectin untuk pasien Covid-19 saat ini?

Berikut ini penjelasannya yang sebagian mengambil penuturan dari Carlos Chaccour, peneliti ivermectin dari Barcelona Institute for Global Health. Dia termasuk di antara peneliti pertama yang mengangkat perhatian tentang penggunaan ivermectin sebagai obat Covid-19. Chaccour mulai meneliti ivermectin tentang kemampuan obat itu dalam membunuh vektor malaria pada 2007.

Advertising
Advertising

<!--more-->

- Maret 2020

Sebuah studi in vitro (sebatas di laboratorium) dari tim ilmuwan di Australia mengindikasikan bahwa ivermectin mampu menghambat virus corona. Tapi ada satu problem besar dari studi ini: para penelitinya menggunakan konsentrasi zat aktif ivermectin yang 'sangat besar' yang tidak alami dalam sel tubuh manusia. Studi itu juga diketahui menggunakan data dari Surgisphere--kelompok penyedia data yang pernah menyebabkan publikasi hasil studi hydroxychloroquine sebagai obat Covid-19 dicabut kembali dari Jurnal The Lancet. Studi dari Monash University dan Royal Melbourne Hospital, Australia, itu sendiri hanya sampai tahap pre-print sehingga, sekalipun sejumlah akademisi bertanya tentang validitas studi, hasilnya memang tidak pernah secara resmi diakui oleh jurnal terkenal.

- Januari 2021

Sebuah makalah, juga termasuk pre print atau belum dimuat dalam jurnal yang mensyaratkan kajian peer review, yang disusUn tim ilmuwan dunia termasuk Chaccour muncul. Menganalisis 18 uji klinis yang terpisah-pisah yang seluruhnya melibatkan 2.282 pasien, isi makalah itu menyebut ivermectin mungkin memiliki dampak dramatis untuk menyelamatkan nyawa pasien Covid-19, menghindarkannya dari kematian. Obat cacing murah itu mampu mengurangi angka kematian sampai 75 persen. Tapi hasil itu datang bersama sebuah peringatan besar: hasil analisis metadata menunjukkan kalau khasiat obat ini butuh divalidasi dalam uji acak terkendali berskala lebih besar sebelum hasilnya berkecukupan untuk mendapat perhatian dari otoritas kesehatan.

- 2 Maret 2021

Jurnal Frontiers in Pharmacology batal bersedia memuat sebuah artikel dari kelompok Front Line Covid-19 Critical Care Alliance. Jurnal itu memberi catatan kalau artikel tersebut membuat serangkaian klaim berdasarkan studi-studi yang tak didukung data statistik yang kuat, dan berkali-kali, tanpa melibatkan kelompok-kelompok kontrol. Frontiers juga menyebut para penulis artikel telah mendorong pengobatan menggunakan ivermectin model mereka sendiri yang menurut jurnal itu 'tak pantas' untuk sebuah artikel kajian dan berlawanan dengan sikap editorial jurnal itu.

“Dalam pandangan kami, makalah ini tidak menawarkan sebuah kontribusi ilmiah yang obyektif maupun berimbang terhadap evaluasi ivermectin sebagai sebuah obat potensial untuk Covid-19," tulis Frederick Fenter, Chief Executive Editor di Frontiers dalam media statement yang diunggah di blog jurnal itu 2 Maret 2021.

Pierre Kory, dokter dari Amerika Serikat, termasuk penulis artikel itu, menyebut apa yang dilakukan Frontiers adalah bentuk sensor. Kory bahkan menuding jurnal itu membiarkan, "beberapa peer reviewer eksternal berkomentar di makalah kami." Kory terkenal setelah video kesaksiannya tentang ivermectin diblok di platform media sosial Youtube dan Facebook karena dianggap hoax. Isi videonya membuat publik langsung bertanya-tanya: Kenapa pemerintah membiarkan kita mati kalau ternyata ada obat penyelamat di luar sana? Kenapa Big Pharma--perusahaan farmasi besar--memaksakan obat-obatan dari mereka saja?

- 5 dan 22 Maret 2021

Pada saat itu juga FDA dan EMA nimbrung dengan keduanya memperingatkan belum ada bukti cukup untuk menggunakan ivermectin untuk mengobati ataupun pencegahan Covid-19. EMA memberi catatan dalam pernyataannya yang dikeluarkan pada 22 Maret bahwa studi laboratorium yang menunjukkan harapan untuk ivermectin berbasis pada penggunaan dosis yang lebih tinggi daripada ambang baku yang diizinkan saat ini--dan hasil studi klinisnya juga masih sangat bervariasi. "Studi random yang didesain lebih baik lagi dibutuhkan untuk menarik kesimpulan apakah produk ini benar efektif dan aman dalam pencegahan dan pengobatan Covid-19," bunyi pernyataan EMA.

Pada 5 Maret, FDA telah lebih dulu memperingatkan bahwa penggunaan overdosis ivermectin bisa menyebabkan kematian. FDA juga mencatat sejumlah laporan pasien yang harus dirawat di rumah sakit setelah melakukan pengobatan sendiri menggunakan ivermectin untuk kuda. Adapun risiko dari keracunan ivermectin adalah darah yang menjadi encer. Penggunaan yang overdosis juga bisa menyebabkan nyeri, mual, diare, hipotensi (tekanan darah rendah), reaski-reaksi alergik, pusing, ataxia (masalah dengan keseimbangan), kejang, koma dan bahkan meninggal.

POLITICO | RESEARCH SQUARE | FRONTIERSIN | FDA

Baca juga:
Ivermectin Diuji kepada 5.000 Relawan, seperti Apa Kontroversinya Akan Berakhir?

Berita terkait

Virus Flu Burung di AS, Para Pakar: Epidemi Telah Berlangsung Lama

4 hari lalu

Virus Flu Burung di AS, Para Pakar: Epidemi Telah Berlangsung Lama

FDA memergoki temuan satu dari lima sampel susu komersial yang diuji dalam survei nasional mengandung partikel virus H5N1atau virus Flu Burung

Baca Selengkapnya

Unilever Tarik Es Krim Magnum di Inggris dan Irlandia dari Peredaran, Begini Penjelasan BPOM soal Produk Itu di RI

8 hari lalu

Unilever Tarik Es Krim Magnum di Inggris dan Irlandia dari Peredaran, Begini Penjelasan BPOM soal Produk Itu di RI

BPOM angkat bicara soal keamanan produk es krim Magnum yang beredar di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN di Spanyol Temukan Antibodi Pencegah Virus SARS-CoV-2

10 hari lalu

Peneliti BRIN di Spanyol Temukan Antibodi Pencegah Virus SARS-CoV-2

Fungsi utama antibodi itu untuk mencegah infeksi virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan pandemi Covid-19 pada 2020.

Baca Selengkapnya

Pakar Farmasi Bantah Obat Sakit Kepala Bisa Sebabkan Anemia Aplastik

12 hari lalu

Pakar Farmasi Bantah Obat Sakit Kepala Bisa Sebabkan Anemia Aplastik

Pakar menjelaskan kasus anemia aplastik akibat obat-obatan jarang terjadi, apalagi hanya karena obat sakit kepala.

Baca Selengkapnya

Pemerintah Cabut Pembatasan Barang TKI, Begini Bunyi Aturannya

14 hari lalu

Pemerintah Cabut Pembatasan Barang TKI, Begini Bunyi Aturannya

Sebelumnya, pemerintah membatasi barang TKI atau pekerja migran Indonesia, tetapi aturan ini sudah dicabut. Begini isi aturannya.

Baca Selengkapnya

BPOM Temukan Mi Berformalin di Pasar Depok Jaya, Pemerintah Kota Bakal Telusuri Semua Pasar

42 hari lalu

BPOM Temukan Mi Berformalin di Pasar Depok Jaya, Pemerintah Kota Bakal Telusuri Semua Pasar

Pemkot Depok akan menyusuri tiap pasar bersama BPOM untuk menjamin produk yang dijual aman dikonsumsi masyarakat.

Baca Selengkapnya

Modus Jastip Barang Luar Negeri yang Disebut Rugikan Industri Retail: Membagi Muatan hingga Buka Bungkus Barang

48 hari lalu

Modus Jastip Barang Luar Negeri yang Disebut Rugikan Industri Retail: Membagi Muatan hingga Buka Bungkus Barang

Para pelaku jastip disebut memiliki berbagai trik untuk mengakali petugas Bea Cukai ketika mendarat di bandara atau pelabuhan.

Baca Selengkapnya

Ada Celah Aturan, Pakar Hukum Jelaskan Pelaku Jastip dari Luar Negeri Tak Jera Meski Pernah Ditindak

49 hari lalu

Ada Celah Aturan, Pakar Hukum Jelaskan Pelaku Jastip dari Luar Negeri Tak Jera Meski Pernah Ditindak

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengatakan tak munculnya efek jera para pelaku jastip karena aturan tidak secara tegas.

Baca Selengkapnya

Diduga Jastip dan Dijual Kembali, BPOM Musnahkan 1 Juta Ton Milk Bun Asal Thailand

49 hari lalu

Diduga Jastip dan Dijual Kembali, BPOM Musnahkan 1 Juta Ton Milk Bun Asal Thailand

BPOM memusnahkan satu ton roti milk bun asal Thailand, pada Jumat, 8 Maret 2024. Roti itu hasil sitaan Bea Cukai Soekarno-Hatta dari 33 pelaku jastip.

Baca Selengkapnya

Pembatasan Barang Impor Menuai Protes, Mendag: Ada yang Mengeluh itu Wajar

49 hari lalu

Pembatasan Barang Impor Menuai Protes, Mendag: Ada yang Mengeluh itu Wajar

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menanggapi maraknya protes terhadap aturan pembatasan barang impor yang boleh dibawa penumpang.

Baca Selengkapnya