Limbah Berbahaya Pencemar Laut, Barang Kecil tapi Perusak Lingkungan

Reporter

Tempo.co

Senin, 4 Oktober 2021 20:33 WIB

Sampah mengotori garis Pantai Cilincing, Jakarta, Indonesia, 26 November 2018. Sampah plastik mendominasi garis Pantai Cilincing. LSM World Wild Fund for Nature (WWF) Indonesia menilai masalah pencemaran sampah plastik di laut Indonesia sudah bisa disebut sebagai darurat sampah plastik. REUTERS/Willy Kurniawan

TEMPO.CO, Jakarta - Penulis utama laporan dalam jurnal Marine Pollution Bulletin Wulan Koagouw, peneliti di Pusat Penelitian Oseanografi BRIN yang kini sedang menempuh program doktoral di University of Brighton, Inggris. Dia menyebut tingginya konsentrasi parasetamol yang ditemukan di Pantai Jakarta melampaui temuan limbah ini di negara lain seperti Brasil dan Portugis.

Kepada ANTARA, Wulan mengatakan, konsentrasi tinggi parasetamol di Angke dan Ancol tersebut terkait dengan paparan jangka panjang terhadap organisme laut di Teluk Jakarta. Dia menyebut terutama dampak pada budidaya kerang laut di sekitar perairan di Pantai Jakarta itu.

Ancaman tersebut dirilis oleh International Pollutants Elimination Network atau IPEN bersama National Toxic Network (NTN). Ancaman tesebut dirilis dalam bentuk laporan yang berjudul Ocean Pollutants Guide: Toxic Threats to Human and Marine Life pada 2018 lalu.

Dalam rilisnya, disebutkan laut sudah tercemar oleh kimia beracun, termasuk pestisida berbahaya, obat-obatan, dan polutan organik persisten (POPs) seperti Polychloro biphenyls (PCB), yaitu pencemaran yang diakibatkan oleh masuknya bahan pencemar berupa gas, bahan-bahan terlarut, dan partikulat. Lebih lanjut, kami paparkan beberapa zat berbahaya yang dapat mencemari air.

Puntung Rokok
Berdasarkan oceanconservancy.org, benda ini merupakan yang paling banyak mengotori planet Bumi. Setidaknya dua pertiga dari total 5,6 triliun batang rokok atau 4,5 triliun puntung rokok yang dihisap setiap tahun dibuang sembarangan. Sejak tahun 1980-an, puntung rokok menyumbang 30 hingga 40 persen dari semua sampah yang ditemukan di tempat pembuangan sampah perkotaan.

Advertising
Advertising

Puntung rokok sendiri terbuat dari ribuan serat selulosa asetat juga mengandung ribuan bahan kimia. Walaupun dapat teruarai secara biologis, puntung rokok dapat berbahaya bagi biota laut. Sebab bentuknya dapat menyerupai makanan ikan.

Sampah Plastik
Benda ini dapat dijumpai dari berbagai produk seperti pembungkus makanan, botol minuman, bahkan tutup botol minuman itu sendiri. Dalam film Pulau Plastik, aktivis lingkungan sekaligus vokalis band rock Navicula asal Bali, Gede Robi menjelaskan fakta yang sangat meresahkan bahwa, dari semua plastik yang diproduksi sejak 1950, hanya 9 persen yang berhasil di daur ulang, 12 persen dibakar, 79 persen sisanya masih ada di bumi.

Sampah plastik biasanya berasal dari barang plastik sekali pakai dengan kegiatan pasca-konsumsi yang tidak bertanggung jawab. Sampah plastik yang dibuang sembarangan bisa menyebabkan, tersumbatnya selokan dan badan air, rusaknya ekosistem di sungai dan laut, dan bahkan termakan oleh hewan yang pada akhirnya dikonsumsi kembali oleh manusia.

Saat manusia mengonsumsi ikan atau hewan laut dan sungai yang telah memakan mikroplastik atau zat plastik berukuran sangat kecil yang berasal dari sampah kantong plastik yang secara perlahan-lahan hancur tapi tidak terurai, maka dapat mengancam kesehatan manusia. Mulai dari mengganggu sistem saraf, hormon dan kekebalan tubuh, hingga dapat meningkatkan risiko kanker.

Peneliti Universitas Airlangga, Windarmanto mengatakan bahwa, komponen utama dari produksi plastik adalah plasticizer. Jika plasticizer masuk dalam tubuh maka akan mengganggu sistem endokrin. Sistem endokrin adalah jaringan kelenjar yang menghasilkan hormon yang merupakan sinyal kimia yang dikeluarkan melalui aliran darah.

“Kalau hormon dalam tubuh terganggu, ya sudah hampir semua organ terganggu dan rusak. Sudah ada bukti riset yang banyak sekali. Kami sudah meneliti pada jaringan liver, hingga jaringan testis. Maka dampak penyakit yang ditimbulkan yaitu, gagal ginjal, diabetes mellitus, impotensi, bahkan kanker,” katanya.

Styrofoam
Benda ini biasanya digunakan untuk membungkus makanan. Berdasarkan The Ocean Conservancy, setidaknya terdapat 580,5 ribu sampah styrofoam yang ditemukan di laut. Selain berbahaya bagi kesehatan manusia karena bahan zat polystyrene-nya, benda ini juga dapat mencemarkan lingkungan.

Hasil riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 2018 di 18 kota di Indonesia menemukan, terdapat sekitar 0,27 juta ton hingga 0,59 juta ton sampah atau limbah masuk ke laut Indonesia dan jenis sampah terbanyak yang dijumpai adalah styrofoam.

GERIN RIO PRANATA

Baca: Pencemaran Parasetamol Pantai Jakarta, Berikut Penyebab Polutan Lainnya

Berita terkait

TPA Piyungan Yogya Ditutup Permanen, Ini Jurus Bantul Cegah Aksi Buang Sampah Sembarangan

14 jam lalu

TPA Piyungan Yogya Ditutup Permanen, Ini Jurus Bantul Cegah Aksi Buang Sampah Sembarangan

Penutupan TPA Piyungan di Bantul ternyata membuka masalah baru, banyak warga membuang sampah sembarangan.

Baca Selengkapnya

Jangan Beri Anak Parasetamol setelah Imunisasi, Ini Alasannya

4 hari lalu

Jangan Beri Anak Parasetamol setelah Imunisasi, Ini Alasannya

Jangan memberi obat penurun demam seperti parasetamol saat anak mengalami demam usai imunisasi. Dokter anak sebut alasannya.

Baca Selengkapnya

Pemda Sumbawa Bangun 3 TPA dan 11 TPS Terpadu

8 hari lalu

Pemda Sumbawa Bangun 3 TPA dan 11 TPS Terpadu

Pemerintah Kabupaten Sumbawa, membangun 3 Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan 11 Tempat Pengolahan Sampah (TPS) Terpadu, sebagai upaya untuk meningkatkan pengelolaan sampah.

Baca Selengkapnya

Kandungan Plastik dalam Makanan dan Minuman: Dampak Kesehatan dan Cara Kurangi Konsumsi Mikroplastik

8 hari lalu

Kandungan Plastik dalam Makanan dan Minuman: Dampak Kesehatan dan Cara Kurangi Konsumsi Mikroplastik

Penelitian menunjukkan bahwa hampir semua makanan kita mengandung mikroplastik, dalam bentuk apa saja? Apa bahaya bagi kesehatan?

Baca Selengkapnya

IDAI Anjurkan Pemberian Parasetamol Anak Saat Demam Suhunya 38 Derajat ke Atas, Alasannya?

9 hari lalu

IDAI Anjurkan Pemberian Parasetamol Anak Saat Demam Suhunya 38 Derajat ke Atas, Alasannya?

Hal ini karena saat anak mengalami kenaikan suhu tubuh saat demam sebenarnya sistem imun sedang memerangi virus dan bakteri.

Baca Selengkapnya

Aliansi Kecam Kehadiran Industri Plastik dan Kimia dalam Delegasi Indonesia untuk Negosiasi Perjanjian Plastik

9 hari lalu

Aliansi Kecam Kehadiran Industri Plastik dan Kimia dalam Delegasi Indonesia untuk Negosiasi Perjanjian Plastik

Kehadiran itu membahayakan tujuan perjanjian, yaitu mengatur keseluruhan daur hidup plastik untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan.

Baca Selengkapnya

Profesor Riset Termuda BRIN Dikukuhkan, Angkat Isu Sampah Indonesia yang Cemari Laut Afrika

9 hari lalu

Profesor Riset Termuda BRIN Dikukuhkan, Angkat Isu Sampah Indonesia yang Cemari Laut Afrika

Reza dikukuhkan sebagai profesor riset berkat penelitian yang dilakukannya pada aspek urgensi pengelolaan plastik.

Baca Selengkapnya

Kini Impor Bahan Baku Plastik Tidak Perlu Pertimbangan Teknis Kemenperin

9 hari lalu

Kini Impor Bahan Baku Plastik Tidak Perlu Pertimbangan Teknis Kemenperin

Kementerian Perindustrian atau Kemenperin menyatakan impor untuk komoditas bahan baku plastik kini tidak memerlukan pertimbangan teknis lagi.

Baca Selengkapnya

Depo Sampah Tutup, Warga Yogyakarta Berebut Buang Sampah ke Bak Truk yang Melintas

10 hari lalu

Depo Sampah Tutup, Warga Yogyakarta Berebut Buang Sampah ke Bak Truk yang Melintas

Pascalibur Lebaran, sejumlah depo sampah di Kota Yogyakarta memang belum dibuka. Tumpukan sampah masih tampak menggunung.

Baca Selengkapnya

Penelitian Ungkap Pelet Plastik Daur Ulang dari Indonesia Mengandung 30 Bahan Kimia Beracun dengan Konsentrasi Tinggi

10 hari lalu

Penelitian Ungkap Pelet Plastik Daur Ulang dari Indonesia Mengandung 30 Bahan Kimia Beracun dengan Konsentrasi Tinggi

Proyek penelitian di 13 negara ini bertujuan meningkatkan kesadaran global tentang bahan kimia berbahaya dalam plastik daur ulang

Baca Selengkapnya