Cegah Covid-19 di Bandara dan Pesawat, Eks Direktur WHO Beri 3 Catatan Ini

Senin, 25 Oktober 2021 15:52 WIB

Penumpang pesawat udara membawa barang bawaan di Terminal Domestik Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Badung, Bali, Sabtu, 21 Agustus 2021. Menurut pengelola bandara tersebut, terjadi peningkatan jumlah rata-rata penumpang harian sekitar 10-15 persen setelah pemberlakuan aturan syarat perjalanan antar Pulau Jawa-Bali yang bisa menggunakan hasil tes COVID-19 berbasis Antigen bagi penumpang yang telah menerima vaksin COVID-19 dosis lengkap. ANTARA FOTO/Fikri Yusuf

TEMPO.CO, Jakarta - Guru Besar di Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia (FKUI), Tjandra Yoga Aditama, menceritakan pengalamannya saat melakukan perjalanan Jakarta-Denpasar pada pekan lalu. Perjalanan itu adalah yang pertama dilakukannya menumpang transportasi pesawat terbang sepanjang masa pandemi Covid-19 ini.

Terbang kembali demi bisa mengikuti Tuberculosis (TB) Summit 2021, Tjandra terakhir menggunakan transportasi udara adalah ketika kembali dari New Delhi, India, pada September 2020. Saat itu sang profesor baru saja menunaikan masa tugasnya sebagai Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara periode 2018-2020.

Pengalaman terbang kembali itu digunakannya untuk mengamati penerapan protokol kesehatan dan aturan pelaksanaannya. “Ada tiga pengalaman dan pengamatan saya dalam kaitannya dengan pencegahan penularan Covid-19,” ujar dia melalui pesan WhatsApp, Sabtu, 23 Oktober 2021.

Pertama, kata Tjandra, sebelum berangkat dia melakukan periksa swab antigen di Klinik Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP), Bandara Soekarno Hatta. Ini karena aturan wajib tes PCR baru diberlakukan pada keesokan harinya, yakni pada Kamis 21 Oktober 2021. "Hanya dua atau tiga menit hasilnya ke luar dan sudah masuk ke aplikasi Peduli Lindungi. Cepat sekali,” kata dia.

Ketika akan kembali, Denpasar-Jakarta, sesuai aturan baru, dia melakukan tes PCR. Tjandra yang saat ini menjabat sebagai Direktur Pascasarjana Universitas YARSI, Jakarta, itu mengaku sepakat tes PCR digunakan sebagai syarat bepergian dengan pesawat terbang. Alasannya, tes itu merupakan gold standard dengan tingkat akurasi yang paling tinggi.

Advertising
Advertising

Artinya, hasil negatif tes PCR memberi keamanan yang lebih tinggi untuk pencegahan penularan Covid-19. Berbeda dari rapid test antigen yang, "Mungkin saja masih ada SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19, dalam tubuh seseorang, dan tentu berpotensi menular ke orang sekitarnya.”

Kedua, di bandara, Tjandra melanjutkan, secara umum sudah cukup ramai penumpang. Di beberapa restoran terlihat cukup banyak pengunjung, juga ada antrean tanpa jarak sekitar 5-10 orang di kedai kopi ternama. Ketika akan naik pesawat di gate Bandara Soekarno Hatta, antrean masuk ke pesawatnya juga cukup panjang, praktis tidak menjaga jarak.

“Hal ini sebaiknya diperbaiki, walaupun sedang antre tetap harus berjarak setidaknya satu meter antar penumpang, baik depan, belakang maupun antar barisan kiri dan kanan,” tutur dia.

Sedangkan di Bandara Ngurah Rai, Denpasar, sesudah antrean dan petugas memeriksa boarding pass, penumpang diminta memperlihatkan KTP atau pengenal lain dan membuka masker—memeriksa apakah wajah sesuai dengan kartu pengenal. Sebaiknya, Tjandra menyarankan, membuka masker tidak perlu dilakukan, karena berisiko terjadi penularan walaupun hanya sebentar.

Antrean panjang tak berjarak juga terjadi saat pemeriksaan eHAC di bandara, khususnya lokasi kedatangan. Menurutnya, perlu dicari cara lain, misalnya dengan menyediakan mesin agar penumpang dapat langsung scan eHAC. “Tanpa perlu harus antre dan di cek satu per satu sebelum akhirnya mengambil bagasi.”

Ketiga, di pesawat, pramugari atau petugas ada yang membagikan makanan dan minuman kepada penumpang dengan pesan agar dibawa pulang dan tidak dikonsumsi di dalam pesawat. Namun, pada kenyataannya, baik di penerbangan Jakarta-Bali atau sebaliknya, Tjandra mengamati masih ada saja orang yang membuka bungkus makanan dan menyantapnya di pesawat.

Guru Besar di Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Tjandra Yoga Aditama, yang juga Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara periode 2018-2020 . ISTIMEWA

“Memang tidak salah, tapi membuka masker dan makan sambil banyak bercakap-cakap tentu meningkatkan risiko penularan pula jadinya,” ujar dia sambil menambahkan meskipun pesawat sudah dilengkapi dengan HEPA Filter.

Menurut Tjandra, dengan sudah melandainya kasus penularan, maka akan semakin banyak orang bepergian, dan tentu akan lebih baik jika semua dapat bepergian dengan aman. Saat ini, dia menambahkan, memang memerlukan berbagai penyesuaian dalam pola kehidupan baru dengan Covid-19.

“Kita semua perlu belajar menyesuaikan diri, baik masyarakat luas maupun para petugas, termasuk juga penentu kebijakan publik,” tutur Tjandra.

Baca juga:
BMKG Jelaskan Gempa Swarm dan Gempa Kuat di Banyubiru-Ambarawa


Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Berita terkait

Pihak Kampus Akui Pengemudi HR-V yang Tabrak Bis Kuning Mahasiswa Universitas indonesia

1 jam lalu

Pihak Kampus Akui Pengemudi HR-V yang Tabrak Bis Kuning Mahasiswa Universitas indonesia

Kepala Biro Humas Universitas Indonesia membenarkan pengemudi Honda HR-V yang menabrak bis kuning atau Bikun merupakan mahasiswa UI.

Baca Selengkapnya

WHO: Rencana Darurat Tak Bisa Cegah Kematian jika Israel Lakukan Serangan Darat di Rafah

2 jam lalu

WHO: Rencana Darurat Tak Bisa Cegah Kematian jika Israel Lakukan Serangan Darat di Rafah

WHO mengatakan tidak ada rencana darurat yang dapat mencegah "tambahan angka kematian" di Rafah jika Israel menjalankan operasi militernya di sana.

Baca Selengkapnya

Kecelakaan di Universitas Indonesia Honda HR-V vs Bikun, Satu Korban Patah Kaki

12 jam lalu

Kecelakaan di Universitas Indonesia Honda HR-V vs Bikun, Satu Korban Patah Kaki

Kecelakaan terjadi di lingkungan Universitas Indonesia. Mobil Honda HR-V milik mahasiswa kampus itu menabrak bis kuning.

Baca Selengkapnya

Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

12 jam lalu

Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

Kemenkes mendapat beberapa laporan yang menunjukkan perubahan gejala pada penderita DBD pascapandemi COVID-19. Apa saja?

Baca Selengkapnya

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

18 jam lalu

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

Selain AstraZeneca, ini deretan vaksin Covid-19 yang pernah digunakan di Indonesia

Baca Selengkapnya

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

1 hari lalu

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

MUI sempat mengharamkan vaksin AstraZeneca. Namun dibolehkan jika situasi darurat.

Baca Selengkapnya

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

1 hari lalu

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Sebanyak 453 juta dosis vaksin telah disuntikkan ke masyarakat Indonesia, dan 70 juta dosis di antaranya adalah vaksin AstraZeneca.

Baca Selengkapnya

Keterbatasan Tak Jadi Penghalang, 120 Peserta Difabel Ikuti UTBK SNBT 2024 di UI

1 hari lalu

Keterbatasan Tak Jadi Penghalang, 120 Peserta Difabel Ikuti UTBK SNBT 2024 di UI

UI menyiapkan berbagai fasilitas khusus bagi para peserta difabel, terutama untuk peserta tunanetra dalam UTBK SNBT 2024.

Baca Selengkapnya

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

1 hari lalu

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

Astrazeneca pertama kalinya mengakui efek samping vaksin Covid-19 yang diproduksi perusahaan. Apa saja fakta-fakta seputar kasus ini?

Baca Selengkapnya

Kemenkes, UNDP dan WHO Luncurkan Green Climate Fund untuk Bangun Sistem Kesehatan Menghadapi Perubahan Iklim

2 hari lalu

Kemenkes, UNDP dan WHO Luncurkan Green Climate Fund untuk Bangun Sistem Kesehatan Menghadapi Perubahan Iklim

Inisiatif ini akan membantu sistem kesehatan Indonesia untuk menjadi lebih tangguh terhadap dampak perubahan iklim.

Baca Selengkapnya