Mengenal Dugong, Selamatkan Ikan Duyung

Reporter

Tempo.co

Selasa, 11 Januari 2022 16:15 WIB

Ilustrasi dugong atau ikan duyung. Foto: @wowcean.blue

TEMPO.CO, Jakarta - Melansir dari laman kkp.go.id, dugong merupakan binatang malam atau nokturnal. Ia hanya mencari makan saat malam hari. Mamalia ini setidaknya harus makan 50 kilogram rumput laut setiap harinya.

Hewan yang disebut juga sebagai ikan duyung ini adalah salah satu dari 35 jenis mamalia laut di Indonesia dan merupakan satu-satunya satwa ordo Sirenia yang area habitatnya tidak terbatas pada perairan pesisir.

Dugong memiliki nama ilmiah Dugon dugon. Nama dugong diambil dari bahasa Tagalog “dugong” yang bersumber dari bahasa Melaya “duyong” atau “duyung” yang berarti “perempuan laut”.

Fisik dugong mirip dengan manatee. Keduanya terlihat cukup gemuk dan memiliki kulit tebal keabu-abuan yang cenderung keriput. Meski begitu, kulit ini sebenarnya sangat beroror dan hidronamis.

Kedua hewan ini juga menggunakan ekornya untuk berenang. Ekor yang diayunkan naik-turun akan memberikan daya dorong untuk berenang ke depan, sedangkan ekor yang dipelintir akan membantu hewan ini untuk berenang membelok.

Advertising
Advertising

Meski serupa, keduanya memiliki perbedaan. Ekor manatee menyerupai dayung lebar, sementara ekor dugong menyerupai lumba-lumba atau paus.

Dugong memiliki kepala yang besar dan papak sehingga cocok untuk mengambil nafas di permukaan air. Tak heran ia muncul ke permukaan untuk bernapas setelah menyelam sekitar enam menit di dalam laut.

Mamalia air ini memiliki gerakan renang yang lambat dengan kecepatan 10 hingga 22 kilometer per jam. Ini menyebabkan ia sering menjadi mangsa mudah bagi predator, seperti buaya air asin, hiu besar, dan paus pembunuh.

Hewan ini memiliki rambut kasar di sekitar mulut untuk mendeteksi lamun atau rumput laut untuk makanannya. Dugong juga memiliki sepasang anggota badan menyerupai sirip di bagian depan yang digunakan sebagai keseimbangan dan untuk berenang di dasar laut mencari makanan.

Dugong memiliki mata yang kecil dan bisa memproduksi air mata. Melansir dari laman Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP), air mata dugong di beberapa tempat di Asia Tenggara dipercaya sebagai ramuan cinta yang ampuh.

Selain itu, semua bagian tubuh dugong dapat dimanfaatkan, mulai dari daging, kulit, isi dari perutnya, hingga gigi yang berupa gading. Dugong juga dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, seperti konsumsi, obat-obatan, pernak-pernik hiasan, dan berbagai keperluan religi dan budaya masyarakat adat.

Hal ini membuat maraknya perburuan mamalia laut nokturnal ini sehingga dilakukanlah upaya konservasi. Salah satunya adalah program Dugong and Seagrass Conservation Project (DSCP) yang dilakukan di Indonesia, Malaysia, Sri Lanka, Mosambik, Madagaskar, Timor Leste, dan Vanuatu mulai 2016 silam.

AMELIA RAHIMA SARI

Baca: Dugong, Hewan Penyeimbang Ekosistem Laut yang Terancam Punah

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Berita terkait

Pemburu Liar Tembak Mati 6 Badak Jawa, Terancam Hukuman Penjara 5 Tahun dan Denda Rp 100 Juta

19 hari lalu

Pemburu Liar Tembak Mati 6 Badak Jawa, Terancam Hukuman Penjara 5 Tahun dan Denda Rp 100 Juta

Direskrimum Polda Banten mengungkap tindak pidana perburuan badak bercula satu atau badak Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon. Apa ancaman hukumannya?

Baca Selengkapnya

Badak Jawa Semakin Terancam Punah, Terbaru Kematian 6 Badak Bercula Satu di Ujung Kulon

19 hari lalu

Badak Jawa Semakin Terancam Punah, Terbaru Kematian 6 Badak Bercula Satu di Ujung Kulon

Sebanyak enam badak Jawa atau badak bercula satu mati ditangan pemburu liar di Ujung Kulon. Berikut profil dan konservasi badak Jawa.

Baca Selengkapnya

Ratusan Paus Pilot Terdampar di Australia Barat, Apa Keunikan Paus Ini?

22 hari lalu

Ratusan Paus Pilot Terdampar di Australia Barat, Apa Keunikan Paus Ini?

Sekitar 140 paus pilot yang terdampar di perairan dangkal negara bagian Australia Barat. Apakah jenis paus pilot itu?

Baca Selengkapnya

DPR Dorong Sanksi Akumulatif Bagi Kejahatan Lingkungan di RUU Konservasi

26 hari lalu

DPR Dorong Sanksi Akumulatif Bagi Kejahatan Lingkungan di RUU Konservasi

UU No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang telah berusia 34 tahun menjadi alasan dilakukan revisi.

Baca Selengkapnya

Begini Pengaturan Soal Zoonosis dan Masyarakat Adat dalam RUU KSDAHE

31 hari lalu

Begini Pengaturan Soal Zoonosis dan Masyarakat Adat dalam RUU KSDAHE

Sejumlah aspek dalam RUU KSDAHE dianggap masih memerlukan penguatan dan penyelarasan.

Baca Selengkapnya

Ditarget Rampung Tahun Ini, Begini RUU KSDAHE Beri Ruang Dukungan untuk Konservasi Internasional

31 hari lalu

Ditarget Rampung Tahun Ini, Begini RUU KSDAHE Beri Ruang Dukungan untuk Konservasi Internasional

Rancangan Undang-undang tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya atau RUU KSDAHE ditarget segera disahkan pada tahun ini.

Baca Selengkapnya

Kembalikan Kejayaan Biodiversitas di IKN, Guru Besar Konservasi UI Usul Pembuatan Koridor Ekologi

48 hari lalu

Kembalikan Kejayaan Biodiversitas di IKN, Guru Besar Konservasi UI Usul Pembuatan Koridor Ekologi

Dengan konsep kota hutan, ada peluang untuk mengembalikan kejayaan biodiversitas di kawasan IKN.

Baca Selengkapnya

KKP Perkuat OECM untuk Perluasan Kawasan Konservasi

49 hari lalu

KKP Perkuat OECM untuk Perluasan Kawasan Konservasi

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (Ditjen PKRL) terus mendorong tercapainya target 30 persen perluasan kawasan konservasi di tahun 2045.

Baca Selengkapnya

Pulau Balang Tidak Masuk IKN, Otorita Klaim Lebih mudah Jaga Dugong dan Pesut

54 hari lalu

Pulau Balang Tidak Masuk IKN, Otorita Klaim Lebih mudah Jaga Dugong dan Pesut

Tetap saja pembangunan IKN dinilai akan membuat tekanan terhadap habitat satwa liar. Dan bukan hanya dugong dan pesut, tapi 23 spesies.

Baca Selengkapnya

Menteri KKP Minta Pengembangan Pariwisata Tidak Merusak Ekosistem Laut

7 Maret 2024

Menteri KKP Minta Pengembangan Pariwisata Tidak Merusak Ekosistem Laut

Menteri KKP menyoroti laut di Teluk Cenderawasih, habitat penyu hijau yang populasinya kini mengalami penurunan drastis.

Baca Selengkapnya