Polusi PM 2,5 di Indonesia Tertinggi di Asia Tenggara, Ini Datanya
Reporter
Zacharias Wuragil
Editor
Zacharias Wuragil
Rabu, 23 Maret 2022 23:40 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Tingkat polusi udara untuk parameter debu halus atau PM 2,5 (partikel debu berukuran kurang dari 2,5 mikrometer per meter kubik) di Indonesia pada 2021 menurun dibandingkan setahun sebelumnya. Laporan Kualitas Udara Dunia 2021 IQAir mencatat rata-rata konsentrasi PM 2,5 sebesar 34,3 mikrogram per meter kubik. Bandingkan dengan angka 40,7 pada 2020.
Namun, penurunan tersebut tak melengserkan Indonesia sebagai yang terburuk di kawasan Asia Tenggara. Itupun dengan hasil pengukuran di Malaysia, Filipina dan Singapura yang mencatat kenaikan konsentrasi PM 2,5 sebesar masing-masing, 24, 22 dan 17 persen dalam periode yang sama.
Myanmar yang menempati terburuk kedua di Asia Tenggara juga terpaut cukup jauh dari Indonesia, yakni selisih lebih dari 30 persen. Secara global, hasil pengukuran IQAir menempatkan Myanmar di peringkat 31 dan Indonesia urutan 17 terburuk untuk polusi partikel debu halus penyebab kematian dini di dunia tersebut.
Di Indonesia, IQAir mendata, rata-rata konsentrasi PM 2,5 di Jakarta sebesar 39,2 mikrometer per meter kubik atau lebih dari tujuh kali lipat dari standar yang diinginkan WHO. Seperti Indonesia di Asia Tenggara, Jakarta juga mencatatkan penurunan polusi untuk PM 2,5 dibandingkan tahun sebelumnya, tapi itu tak mencegahnya menjadi yang terburuk di dalam negeri.
IQAir melakukan pengukuran di enam kota paling padat yakni Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang, Palembang dan Makassar. Dari enam itu hanya Makassar yang terukur mencatatkan penurunan polusi PM 2,5 paling signifikan yakni sebesar 8 persen. Yang lain tidak signifikan atau malah meningkat.
Dalam laporannya, IQAir menyatakan kalau kualitas udara buruk adalah fenomena belakangan di Indonesia. Menurut datanya, angka rata-rata konsentrasi PM 2,5 Indonesia masih di bawah 15 mikrogram per meter kubik sebelum 2013. Lonjakan tinggi tercatat mulai 2016 dengan konsentrasi tertinggi selama ini terjadi pada 2019 pada 51,7 mikrogram per meter kubik.
IQAir juga menggarisbawahi regulasi kualitas udara yang diadopsi pemerintah Indonesia sudah tak berkecukupan lagi untuk melindungi kesehatan masyarakatnya, harus diperbarui menggunakan standar terbaru WHO. Ditekankan pula adanya kebijakan tak efektif, terutama untuk praktik pembakaran pembukaan hutan atau lahan dan pengelolaan sampah.
"Banyak sekali lahan di Indonesia dibersihkan dengan cara dibakar untuk mengganti hutan dengan tanaman perkebunan (cash crops)," bunyi bagian dari laporan IQAir yang diterima Tempo.co pada pekan ini.
Riau, dicatatnya, menjadi provinsi penyumbang kejadian kebakaran hutan dan lahan terbesar sepanjang 2021, yang mencakup 60 persen dari total luasan lahannya. Secara keseluruhan, kebakaran bertambah sering dan bertambah ekstrem di negeri ini. Dampaknya ke negara tetangga juga tercatat oleh IQAir.
Dalam ulasannya untuk Malaysia, Laporan Kualitas Udara Dunia IQAir 2021 menyorot faktor transboundary haze asal Indonesia. Disebutkan, sebanyak 6500 jiwa di Malaysia meninggal karena kabut asap kiriman pada 2015 saja.
Dampak itu terjadi meski ASEAN sudah memiliki perjanjian tentang Kabut Asap Lintas Wilayah sejak 2003 yang disepakati Malaysia, Indonesia, Thailand, Singapura, Brunei, Myanmar, Vietnam, Laos, Kamboja dan Filipina. "Ada keprihatinan tentang penegakan hukum deforestasi Indonesia," kata IQAir.
Baca juga:
Angin Kencang Jabodetabek Hari Ini, Begini Kata BMKG
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.