Di Indonesia, Stigma Tato Bergeser
Reporter
Non Koresponden
Editor
Endri Kurniawati
Sabtu, 16 April 2022 18:56 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Tato atau dalam Bahasa Indonesia biasa disebut sebagai “rajah”, adalah gambar atau lukisan di tubuh manusia. Menurut Dinda Alita Widiariputri, dalam skripsinya “Stigmatisasi dan Perilaku Diskriminatif Perempuan Bertato” yang diunggah pada situs Universitas Airlangga, Surabaya, tato tertua di Indonesia dibuat oleh suku Mentawai dan Suku Dayak. Kedua suku itu diperkirakan sudah mulai membuat tato di tubuh mereka sejak tahun 1000-1500 Sebelum Masehi.
Pada periode awal di Indonesia, tato umumnya digunakan sebagai identitas kelompok, sehingga motif dan penempatan tato di bagian tubuh juga sangat diperhatikan. Tato juga digunakan sebagai penanda status sosial termasuk kasta, pekerjaan, dan tingkat kedewasaan.
Pada suku Mentawai, tato bagi kelompok pemburu berbeda dengan tato kelompok petani. Selain itu, tato juga sering digunakan untuk tujuan spiritualitas seperti seebagai untuk tolak bala, perantara komunikasi dengan Tuhan, dan lain sebagainya.
Dilihat dari tujuan-tujuan merajah tubuh itu, tato pada mulanya sama sekali tidak ada hubungannya dengan kriminalitas atau kejahatan. Justru sebaliknya, tato identik dengan spiritualitas dan kebersamaan. <!--more-->
Stigma
Dilansir dari geotimes.id, puncak dari pergeseran stigma tato ini terjadi pada masa Orde Baru ketika seseorang dengan tato di tubuhnya, langsung dikaitkan dengan ciri-ciri kriminal dan pelaku tindak kejahatan yang harus disingkirkan dari masyarakat untuk alasan keamanan. Stigma itu secara tidak sadar dirawat oleh masyarakat bertahun-tahun hingga mengakar dalam pikiran.
Siapa yang bertato, maka dia orang buruk. Terlepas dari perilaku apakah memang benar-benar buruk ataupun tidak.
Saat ini, terutama di kota-kota besar, persepsi masyarakat terhadap tato sudah tidak selalu negatif. Sudah banyak orang menilai tato sebagai mode dan bagian dari seni memperindah tubuh.
Gumgum Gumilar dalam jurnalnya, “Makna Komunikasi Simbolik di Kalangan Pengguna Tato” yang terbit pada 2005 menyatakan bahwa sekarang, tato sudah memasuki budaya pop. Media semakin sering menampilkan tato dalam model-model yang dipublikasikan. Hal ini akan semakin memperluas pikiran masyarakat dan menghapus stigma negatif tentang tato di Indonesia.
Baca juga: Korsel Melarang Tato, Ini Asal Muasal Rajah Tubuh
NAUFAL RIDHWAN ALY