Paus Purba Melahirkan di Darat

Reporter

Editor

Jumat, 6 Februari 2009 18:01 WIB

TEMPO Interaktif, Ann Arbor:Barisan putih mirip kapur di atas permukaan tanah cokelat itu membuat Philip Gingerich bingung. Ukurannya terlalu kecil sebagai fosil paus purba.
Paleontologis dari University of Michigan, Ann Arbor, Amerika Serikat, itu amat terkejut ketika mengetahui bahwa barisan mirip kapur tersebut ternyata gigi janin paus purba. "Begitu mengetahui itu gigi bayi paus, saya terus menggali di sekitarnya," kata Gingerich. "Tulang iganya tampak terlalu besar untuk ukuran bayi itu dan semuanya berada pada arah yang salah."
Seharian penuh Gingerich mengekskavasi fosil janin yang ganjil itu untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Akhirnya, Gingerich menemukan tengkorak lain yang lebih besar dan menyadari bahwa janin itu masih berada di dalam induknya.
Fosil ibu dan bayi paus purba itu digali dari daerah pedalaman Pakistan tengah pada 2000 dan 2004, dan diperkirakan berasal dari 47,5 juta tahun lalu. Gingerich dan timnya juga menemukan kerangka jantan dewasa yang nyaris utuh dari spesies yang sama di lokasi penggalian itu. Paus dewasa ini panjangnya sekitar 2,6 meter, beratnya 280-390 kilogram, dan diperkirakan paus jantan lebih panjang dan lebih berat daripada paus betina.
Penemuan fosil ini menambah ranting baru dalam pohon keluarga cetacean, kelompok mamalia akuatik yang beranggotakan paus, lumba-lumba, dan duyung. Tim paleontologis itu menduga spesies baru ini mencari makan di laut dan kembali ke pantai untuk beristirahat, kawin dan melahirkan.
Gingerich memberi nama spesies baru paus purba ini Maiacetus inuus. Maiacetus berarti ibu paus dalam bahasa Yunani, sedangkan inuus adalah dewa kesuburan Romawi. Nama itu diberikan karena salah satu fosil tengah mengandung janin yang hampir lahir, penemuan pertama pada paus purba.
Kerangka janin itu amat mungil, panjangnya hanya 33 sentimeter. Hampir tidak ditemukannya kerusakan pada tengkorak dan tulang lainnya mendukung gagasan bahwa fosil itu adalah janin, bukan sisa binatang yang dimakan oleh paus purba, kata Gingerich, yang juga direktur Museum of Paleontology di University of Michigan. Banyak di antara tulangnya yang hanya sebagian mengalami osifikasi, petunjuk lain bahwa kerangka kecil itu adalah janin.
Posisi dan orientasi janin di dalam induknya juga memberikan petunjuk penting tentang spesies cetacean purba itu. Kepalanya terletak dekat lubang saluran lahir, sebuah tanda bahwa paus itu kemungkinan lahir dengan kepala keluar terlebih dulu.
Posisi kepala janin itulah yang membuat Gingerich dan timnya yakin bahwa spesies itu harus naik ke darat untuk melahirkan. Posisi kepala keluar terlebih itu cocok dengan cara sebagian besar mamalia darat lainnya melahirkan anaknya, terutama mamalia ordo artiodactyla atau berkuku genap, seperti sapi, babi, dan rusa, yang dianggap sebagai nenek moyang paus purba. Bayi manusia pun idealnya lahir dengan kepala terlebih dulu.
Para ilmuwan berspekulasi bahwa orientasi kepala keluar terlebih dulu memungkinkan mamalia daratan tetap bernapas meskipun mereka tersangkut di lubang lahir. Kasusnya berbeda di dalam air. "Jika lahir di dalam air, Anda tidak ingin kepala berjauhan dengan induk sampai benar-benar keluar karena tak ingin bayi itu mati kehabisan napas," kata Gingerich. "Semua modern cetacean lahir dengan ekor duluan untuk menghindari mereka mati karena paru-parunya kemasukan air."
Lahir dengan ekor terlebih dulu pada paus modern dan lumba-lumba juga akan memastikan bahwa sang bayi menghadap ke arah yang sama dengan induknya yang tengah berenang. "Ekor lebih dulu juga optimal untuk menjaga agar induk dan anaknya tidak terpisah," kata Gingerich.
Penemuan ini sangat menarik, kata Mark D. Uhen, paleontologis di Alabama Museum of Natural History di University of Alabama di Tuscaloosa. "Fosil betina hamil adalah kejadian yang amat langka," ujarnya. "Namun, informasi yang diperoleh dari fosil itu juga tak kalah menariknya."
Gigi geraham pertama janin itu juga termineralisasi dengan baik sehingga Gingerich dan koleganya beranggapan bahwa bayi Maiacetus ini adalah precocial atau dapat melengkapi kebutuhan nutrisinya dari sumber pangan di luar air susu ibunya segera setelah lahir. Kemampuan ini juga dimiliki semua mamalia laut modern.
Berdasarkan bentuk gigi yang telah sempurna itu, Gingerich yakin kelahiran bayi itu tinggal menunggu hari saja seandainya sang induk tidak mati. "Perkembangan precocial amat penting bagi kelangsungan hidup bayi yang baru lahir di perbatasan laut dan daratan pada masa Eosen maupun saat ini," katanya.
TJANDRA DEWI | LIFESCIENCE | SCIENCENEWS | PLOSONE

Berita terkait

BRIN Temukan Daur Ulang Baterai Litium Ramah Lingkungan

25 hari lalu

BRIN Temukan Daur Ulang Baterai Litium Ramah Lingkungan

BRIN sebut tiga alasan mengapa daur ulang baterai litium sangat penting. Satu di antaranya alasan ramah lingkungan.

Baca Selengkapnya

Dua Artikel Ilmiah Karya Dosen UGM Paling Banyak Disitasi, Apa Saja?

26 September 2023

Dua Artikel Ilmiah Karya Dosen UGM Paling Banyak Disitasi, Apa Saja?

Universitas Gadjah Mada atau UGM masuk dalam jajaran top 50 dunia pada THE Impact Rankings 2023.

Baca Selengkapnya

Rektor Stanford University Mundur karena Penelitian Ilmiahnya Dinilai Kurang

20 Juli 2023

Rektor Stanford University Mundur karena Penelitian Ilmiahnya Dinilai Kurang

Pemimpin Stanford University, salah satu kampus yang paling bergengsi di AS, mundur setelah ditemukan kekurangan dalam penelitiannya tentang saraf.

Baca Selengkapnya

2 Syarat dari BRIN Agar Penemuan Bisa Disebut Sebagai Inovasi

14 Juli 2023

2 Syarat dari BRIN Agar Penemuan Bisa Disebut Sebagai Inovasi

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan dua syarat agar sebuah penemuan dapat disebut sebagai inovasi.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Artikel Ilmiah Bisa Lolos di Jurnal Bereputasi? Ini Kata Dosen Unpad

14 April 2023

Bagaimana Artikel Ilmiah Bisa Lolos di Jurnal Bereputasi? Ini Kata Dosen Unpad

Tiga peneliti Unpad membagikan pengalamannya terkait pengalaman publikasi artikel ilmiah pada jurnal internasional bereputasi tinggi.

Baca Selengkapnya

Pakar ITB Teliti Kepunahan Reptil dengan Tim Ilmuwan Dunia

6 April 2023

Pakar ITB Teliti Kepunahan Reptil dengan Tim Ilmuwan Dunia

Ilmuwan ITB Djoko T. Iskandar meneliti kepunahan reptil dan kaitannya dengan usaha konservasi tetrapoda.

Baca Selengkapnya

Rancang Alat Deteksi Jenis Malaria, Mahasiswa ITB Raih Juara Pertama Festival Ilmiah

26 Maret 2023

Rancang Alat Deteksi Jenis Malaria, Mahasiswa ITB Raih Juara Pertama Festival Ilmiah

Tim mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) merancang alat deteksi lima jenis malaria.

Baca Selengkapnya

Pakar ITB Teliti Keruntuhan Anak Krakatau 2018 untuk Pemodelan Tsunami Akurat

22 Maret 2023

Pakar ITB Teliti Keruntuhan Anak Krakatau 2018 untuk Pemodelan Tsunami Akurat

Dosen teknik geologi ITB meneliti keruntuhan tubuh Gunung Anak Krakatau sebagai tolok ukur pemodelan tsunami akurat.

Baca Selengkapnya

Psikolog UI Teliti Penyebab Bungkamnya Mahasiswa Saksi Kecurangan Akademik

17 Januari 2023

Psikolog UI Teliti Penyebab Bungkamnya Mahasiswa Saksi Kecurangan Akademik

Psikolog UI Anna Armeini Rangkuti mengidentifikasi ada empat motif utama silence mahasiswa terhadap kesaksian adanya kecurangan akdemik.

Baca Selengkapnya

Tips Menulis Esai Ilmiah dengan Baik, Mahasiswa Perlu Tahu

13 September 2022

Tips Menulis Esai Ilmiah dengan Baik, Mahasiswa Perlu Tahu

Simak tips menulis esai ilmiah yang baik dari Universitas Airlangga.

Baca Selengkapnya