Guru Besar FKUI Ungkap Kemungkinan Penyebab Gagal Ginjal Akut, termasuk Covid-19

Reporter

Erwin Prima

Editor

Erwin Prima

Minggu, 23 Oktober 2022 15:52 WIB

Ilustrasi ginjal. Shutterstock

TEMPO.CO, Jakarta - Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof. Dr. Tjandra Yoga Aditama mengakui ada berbagai kemungkinan penyebab gagal ginjal akut yang saat ini banyak ditemukan pada anak. “Bisa etilen glikol, bisa infeksi, bisa leptospira, bisa bakteri E.coli, bisa Covid-19,” ujarnya, Minggu, 23 Oktober 2022.

Pernyataan Prof. Tjandra menanggapi argumen peneliti pada Professor Nidom Foundation (PNF), Prof. Dr. C.A. Nidom, yang menyebutkan kemungkinan lain yang berkaitan dengan kasus gagal ginjal akut, yaitu adanya infeksi virus Covid-19 yang masih terjadi, meski tanpa menimbulkan gejala.

Untuk memastikannya, Prof. Tjandra menganjurkan dicari penyebab pasti dengan seksama. “Antara lain dengan menggunakan pendekatan “WHO Outbreak Toolkit”, yaitu investigasi meliputi bagaimana jawaban pada enam pertanyaan, yang masing-masing dirinci lagi,” ujar Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara periode 2018-2020 itu.

WHO Outbreak Toolkit

Prof. Tjandra menyarankan penggunaan pendekatan WHO Outbreak Toolkit untuk memastikan penyebab penyakit gagal ginjal akut, yang meliputi:

  1. Who, siapa yang terserang penyakit ini. Untuk ini ada tiga rinciannya, demografi seperti umur dan jenis kelamin, paparan rinci tentang gejala dan tanda penyakit pada masing-masing pasien dan berapa jumlah kasus dan kematian yang sebenarnya terjadi, bukan yang hanya terlaporkan saja.
  2. Where, yang juga dirinci dalam tiga hal. Kesatu tempat terjadinya, apakah di rumah sakit, atau di klinik, di daerah rutral atau urban, atau mungkin daerah pengungsian dll. Kedua, bagaimana gambaran epidemiologis tempat/area yang melaporkan kasus, dan ketiga, seberapa luas area yang ada pasiennya, atau ke area mana saja perluasan kejadian penyakit terjadi.
  3. What, yang dirinci menjadi dua hal. Kesatu, apa sebenarnya penyakitnya dan apa penyebab kematian, serta kedua, apakah ada produk tertentu yang diduga menjadi penyebab penyakit, atau barangkali kebiasaan tertentu dan juga mungkin pencemaran lingkungan.
  4. How, dengan tiga rincian yang harus terjawab. Kesatu, apakah ada hubungan/kesamaan antara kasus-kasus yang ada, baik pola etnik, atau kebiasaan, atau riwayat penyakit, makanan, pola tempat tinggal dll. Kedua, berapa banyak masyarakat yang berisiko jatuh sakit juga, selain kasus yang sudah ada, dan ketiga, apakah ada sesuatu kejadian khusus sebelum mulai dilaporkannya lonjakan kasus sekarang ini.
  5. Kapasitas respons mengatasi keadaan, yang juga ada tiga hal. Kesatu, bagaimana kemampuan laboratorium dan rumah sakit di berbagai daerah yang terkena. Kedua, sarana dan prasana apa yang pertama kali diperlukan, dan ketiga, apakah ada upaya untuk mencegah penambahan kasus.
  6. Persepsi, setidaknya dalam dua aspek. Kesatu, bagaimana kesan petugas lapangan yang menangani kasus dan juga tim investigasinya, dan kedua, apakah ada informasi lain yang dapat digali di lapangan.
Advertising
Advertising

Sebelumnya, Prof. Nidom mengatakan ada studi menarik yang dipublikasi tahun 2022, yang dilakukan di Iran dengan memantau 47 anak (umur lebih dari 2 bulan dan di bawah 18 tahun) yang positif Covid-19 untuk dievaluasi kondisi nefrologiknya (kondisi dan fungsi ginjal).

Gejala awal anak-anak tersebut menunjukkan gejala pernapasan yang berat, diarhea, demam yang tinggi. Untuk mengetahui konfirmasi Covid-19 digunakan RT-PCR dan foto X-ray paru.

Anak-anak yang terinfeksi Covid-19, menunjukkan 13 persen kadar urea nitrogen darah (BUN) sangat meningkat dan kemampuan filtrasi ginjal (GFR) sangat menurun sampai kurang dari 60ml/min/1.73, yang diderita oleh 66 persen anak yang positif Covid-19, dan beberapa penderita memerlukan hemodialisis.

Parameter lain yang bisa dilihat, peningkatan kadar BUN sebanyak 23 persen, kadar kreatinin sebanyak 27 persen, penurunan kadar natrium dan kalium masing-masing sebanyak 25 persen dan 10 persen, dan dari analisis urine sebanyak 27 persen dan adanya protein dalam urin 14 persen, glukosa 10 persen dan sel darah merah 17 persen.

Prof. Nidrom mengatakan banyak faktor yang bisa dipertimbangkan tentang kemungkinan infeksi Covid-19 menyebabkan gagal ginjal akut. Pelonggaran kondisi lingkungan (prokes) dalam mencegah Covid-19, pelonggaran tes Covid-19, serta munculnya varian-varian baru yang belum terdeteksi karakter klinis dan dinamika virus.

Baca:
Peneliti Ini Menduga Gagal Ginjal Akut Juga Bisa Akibat Covid-19, Alasannya?

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Berita terkait

Viral Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Guru Besar FKUI Sebut Manfaatnya Jauh Lebih Tinggi

21 jam lalu

Viral Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Guru Besar FKUI Sebut Manfaatnya Jauh Lebih Tinggi

Pada 2021 lalu European Medicines Agency (EMA) telah mengungkap efek samping dari vaksinasi AstraZeneca.

Baca Selengkapnya

Top 3 Dunia: India Tak Terima Tuduhan Xenofobia Biden Hingga Gencatan Senjata Gaza

1 hari lalu

Top 3 Dunia: India Tak Terima Tuduhan Xenofobia Biden Hingga Gencatan Senjata Gaza

Berita Top 3 Dunia pada Sabtu 4 Mei 2024 diawali penolakan India soal tudingan xenofobia oleh Presiden AS Joe Biden

Baca Selengkapnya

Hamas: Netanyahu Berusaha Gagalkan Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

2 hari lalu

Hamas: Netanyahu Berusaha Gagalkan Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

Pejabat senior Hamas mengatakan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berupaya menggagalkan kesepakatan gencatan senjata di Gaza.

Baca Selengkapnya

WHO: Rencana Darurat Tak Bisa Cegah Kematian jika Israel Lakukan Serangan Darat di Rafah

2 hari lalu

WHO: Rencana Darurat Tak Bisa Cegah Kematian jika Israel Lakukan Serangan Darat di Rafah

WHO mengatakan tidak ada rencana darurat yang dapat mencegah "tambahan angka kematian" di Rafah jika Israel menjalankan operasi militernya di sana.

Baca Selengkapnya

Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

2 hari lalu

Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

Kemenkes mendapat beberapa laporan yang menunjukkan perubahan gejala pada penderita DBD pascapandemi COVID-19. Apa saja?

Baca Selengkapnya

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

2 hari lalu

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

Selain AstraZeneca, ini deretan vaksin Covid-19 yang pernah digunakan di Indonesia

Baca Selengkapnya

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

3 hari lalu

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

MUI sempat mengharamkan vaksin AstraZeneca. Namun dibolehkan jika situasi darurat.

Baca Selengkapnya

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

3 hari lalu

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Sebanyak 453 juta dosis vaksin telah disuntikkan ke masyarakat Indonesia, dan 70 juta dosis di antaranya adalah vaksin AstraZeneca.

Baca Selengkapnya

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

3 hari lalu

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

Astrazeneca pertama kalinya mengakui efek samping vaksin Covid-19 yang diproduksi perusahaan. Apa saja fakta-fakta seputar kasus ini?

Baca Selengkapnya

Kemenkes, UNDP dan WHO Luncurkan Green Climate Fund untuk Bangun Sistem Kesehatan Menghadapi Perubahan Iklim

4 hari lalu

Kemenkes, UNDP dan WHO Luncurkan Green Climate Fund untuk Bangun Sistem Kesehatan Menghadapi Perubahan Iklim

Inisiatif ini akan membantu sistem kesehatan Indonesia untuk menjadi lebih tangguh terhadap dampak perubahan iklim.

Baca Selengkapnya