Mengenal Limbah B3, Begini Dampak Kerusakan Lingkungan Akibat Limbah Elektronik dan Industri

Rabu, 30 November 2022 08:03 WIB

Petugas memindahkan kantong yang berisi limbah medis yang berbahan berbahaya dan beracun (B3) di Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta, Selasa, 17 Agustus 2021. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, menyatakan perlunya tindakan yang cepat dan tepat terkait pengelolaan limbah medis Covid-19 yang mencakup Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang pada Juli 2021 terdapat peningkatan mencapai 18 juta ton. ANTARA/M Risyal Hidayat

TEMPO.CO, Jakarta - Bahan Berbahaya dan Beracun atau disingkat B3 sudah banyak tersebar cepat di lingkungan sehari-hari. Komponen limbah B3 dapat merugikan makhluk hidup dan kelestarian lingkungan.

Umumnya limbah B3 yang sering ditemukan dalam lingkungan sekitar kita seperti deterjen, aki bekas, akumulator, hairspray, dan pengharum ruangan. Diketahui limbah B3 pada manusia berpotensi menyebabkan virulensi yang merusak sistem syaraf, kardiovaskuler, pencernaan, pernapasan, penyakit kulit, cacat bawaan dan bahkan kematian.

Sementara pada hewan, limbah tersebut akan menyebabkan berkurangnya populasi hewan dan tumbuhan. Hal tersebut dikarenakan limbah dapat menganggu sistem reproduksi dan habitatnya.

Namun limbah B3 dibagi kembali menjadi limbah elektronik dan limbah mode. Untuk lebih paham dengan berbagai limbah tersebut, simak penjelasan di bawah ini yang dikutip dari greeneration.org, sebagai berikut.

Baca: Bahaya Limbah B3 Rumah Tangga Termasuk Baterai, Hair Spray, Bekas Pengharum Ruangan

Limbah Elektronik

Advertising
Advertising

Pertama adalah limbah elektronik yang nampaknya masih banyak belum disadari oleh masyarakat. Umumnya sampah dari limbah ini dihasilkan dari aktivitas di media sosial dan internet.

Hal tersebut terjadi karena aktivitas digital meninggalkan jejak karbon dari penyerapan energi dan pengiriman perangkat. Perlu diketahui bahwa limbah elektronik menyumbang emisi karbon global sekitar 3,7 persen. Khususnya untuk Indonesia per Maret 2021, jumlah pengguna internet mencapai 202,7 juta pengguna.

Pasalnya, produksi limbah elektronik semakin meningkat sehubung dengan banyaknya merek elektronik yang gencar mengeluarkan banyak keunggulan baru. Hal ini juga yang membuat pola konsumtif dari masyarakat dalam pembelian produk tersebut.

Berdasarkan jurnal berjudul Model Baru Dalam Penanganan Limbah Elektronik di Indonesia Berbasis Integrasi Seni yang terbit pada tahun 2015, limbah elektronik mengandung sekitar 1.000 material. Lalu sebagian besar dari material tersebut telah dikategorikan sebagai limbah B3.

Unsur B3 seperti logam berat seperti brominated flame-retardan menyebabkan potensi kanker, bromin yang meyerang kekebalan tubuh, CFC dengan emisi gas beracunnya, atau bahkan arsenik membuat peradangan pada urat dan ginjal.

Limbah Industri Fashion

Limbah selanjutnya adalah limbah mode fashion yang juga berkembang secara cepat pada masyarakat. Belakangan memang industri baik lokal atau internasional saling bersaing menciptakan tren popular. Hal ini selanjutnya menyebabkan terjadinya fast fashion yang berdampak kurang baik pada lingkungan.

Dikutip dari zerowaste.id, industri fast fashion merupakan istilah yang kerap ditujukan untuk tren fashion yang cepat berubah, serta bahan bakunya berkualitas buruk. Hal tersebut membuat bahan-bahan tidak bertahan lama. Misalnya ketika industri fashion saling berkompetisi memproduksi pakaian sesuai musim yang berganti. Oleh karena itu, produknya tidak tahan lama meskipun harganya terjangkau.

Adapun dampaknya seperti dikutip dari sustainyourdata-style.org, setiap kali mencuci pakaian yang berbahan polyester atau nilon, terhitung terdapat 700.000 serat mikrofiber dilepaskan ke dalam lautan. Kemudian mikrofiber ini ditelan oleh organisme air kecil. Lalu organisme tersebut dimakan oleh ikan kecil yang selanjutnya akan masuk ke dalam rantai makanan manusia.

Selain itu, bahan kimia juga terkandung selama produksi serat, pencelupan, pemutihan, dan pemrosesan basah dari setiap pakaian. Sementara bahan kimia yang berlebihan dalam pertanian kapas. Hal ini tentu menjadi salah satu penyebab dari suatu penyakit dan kematian dini di kalangan petani kapas, bersamaan dengan polusi air tawar dan air laut yang masif serta degradasi tanah.

Lalu dari sisi produsen, sisa zat pewarna tekstil umumnya seringkali dibuang ke selokan dan sungai. Padahal, limbah ini mengandung berbagai zat sisa pewarna kimia sintetis yang berbahaya bagi lingkungan.

FATHUR RACHMAN

Baca juga: Mengenal Limbah B3 yang Menanjak Selama Pandemi Covid-19

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram http://tempo.co/. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Berita terkait

Asal Usul World Water Forum, Konvensi Dunia yang Khusus Membahas Masalah Air

1 hari lalu

Asal Usul World Water Forum, Konvensi Dunia yang Khusus Membahas Masalah Air

Masalah krisis air yang menghantui dunia kreap dibahas dalam World Water Forum, musyawarah khusus di tingkat dunia.

Baca Selengkapnya

Upaya Wali Kota Zul Elfian Wujudkan Solok Kota Bersih dan Hijau

8 hari lalu

Upaya Wali Kota Zul Elfian Wujudkan Solok Kota Bersih dan Hijau

Solok berhasil kurangi sampah 10 persen

Baca Selengkapnya

Jadi Duta WWF Ke-10, Berikut Cara Cinta Laura Tingkatkan Partisipasi Masyarakat dalam Konservasi Air

9 hari lalu

Jadi Duta WWF Ke-10, Berikut Cara Cinta Laura Tingkatkan Partisipasi Masyarakat dalam Konservasi Air

Cinta Laura menjelaskan strategi untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya konservasi dan manajemen sumber daya air yang berkelanjutan.

Baca Selengkapnya

Upaya Pengelolaan dan Pengurangan Sampah di Daerah

10 hari lalu

Upaya Pengelolaan dan Pengurangan Sampah di Daerah

Masalah sampah bisa menjadi bencana jika penanganannya tidak komprehensif dan berkelanjutan.

Baca Selengkapnya

Kelola Limbah, Startup asal Bandung dan Bekasi Mendapat Dana di Philanthropy Asia Summit

12 hari lalu

Kelola Limbah, Startup asal Bandung dan Bekasi Mendapat Dana di Philanthropy Asia Summit

Dua startup asal Indonesia, MYCL dan Sampangan, mendapat pendanaan dari Philanthropy Asia Summit 2024 karena sukses mengelola limbah.

Baca Selengkapnya

Sambut Hari Bumi, PGE Laporkan Pengurangan Emisi CO2

13 hari lalu

Sambut Hari Bumi, PGE Laporkan Pengurangan Emisi CO2

PGE berkomitmen dalam penghematan konsumsi energi dan pengendalian jumlah limbah.

Baca Selengkapnya

Empat Teknisi Septic Tank Cirebon Super Block Mall Tewas, Polisi Periksa Enam Saksi

23 hari lalu

Empat Teknisi Septic Tank Cirebon Super Block Mall Tewas, Polisi Periksa Enam Saksi

Empat teknisi itu tewas setelah melakukan perawatan rutin di ruang septic tank Cirebon Super Block Mall

Baca Selengkapnya

Pakar Lingkungan Anjurkan Penerapan Konsep Green Idul Fitri, Apa Maksudnya?

28 hari lalu

Pakar Lingkungan Anjurkan Penerapan Konsep Green Idul Fitri, Apa Maksudnya?

Pakar lingkungan Dr Latifah Mirzatika mengajak masyarakat untuk melaksanakan konsep Green Idul Fitri.

Baca Selengkapnya

Indonesia Urutan Kedua, Inilah Daftar 10 Negara Paling Berisiko Bencana di Dunia Versi World Risk Report (WRR) 2023, I

29 hari lalu

Indonesia Urutan Kedua, Inilah Daftar 10 Negara Paling Berisiko Bencana di Dunia Versi World Risk Report (WRR) 2023, I

Indonesia berada di urutan kedua dengan indeks risiko bencana sebesar 43,5 World Risk Report (WRR) 2023.

Baca Selengkapnya

Guru Besar ITS Gagas Teknologi Bioremediasi dan Fitoremediasi untuk Pemulihan Lingkungan

35 hari lalu

Guru Besar ITS Gagas Teknologi Bioremediasi dan Fitoremediasi untuk Pemulihan Lingkungan

Teknologi pemulihan lingkungan biologis membutuhkan biaya yang lebih rendah.

Baca Selengkapnya