Sekitar 70 persen pemanasan yang terjadi di Samudra Atlantik sejak 1980, dengan kenaikan rata-rata seperempat derajat Celsius per dekade, dipengaruhi oleh semakin lemahnya tiupan badai debu dari Afrika atau letusan gunung berapi. Hasil studi itu telah dipublikasikan dalam jurnal Science. "Gunung berapi dan badai debu sangat penting jika Anda ingin memahami perubahan iklim dalam periode waktu yang panjang," kata Amato Evan, peneliti utama studi itu.
Partikel aerosol di udara memang bisa menghasilkan temperatur udara yang lebih hangat dan membantu memicu hurikan, yang tumbuh di perairan hangat. Namun, sebelum studi ini, Evan sudah menggelar studi lain yang menyimpulkan debu dari Afrika dan partikel udara lainnya dapat mengurangi aktivitas hurikan dengan menghalangi cahaya matahari menyentuh air dan akhirnya mendinginkan permukaan laut.
Laut yang dingin membuat produksi badai melemah. Kesimpulan itu sejalan dengan fakta yang terjadi di sepanjang 2004-2005. Pada periode itu terjadi frekuensi badai tertinggi dan konsentrasi debu rendah.
Dalam studinya yang terbaru, Evan dan kawan-kawannya menggunakan data satelit serta model-model iklim yang ada untuk menghitung seberapa besar pengaruh perubahan aktivitas gunung berapi di wilayah tropis terhadap pemanasan Atlantik selama 26 tahun. Erupsi gunung berapi besar yang meredupkan cahaya matahari adalah letusan El Chichon di Meksiko pada 1982 dan Gunung Pinatubo di Filipina pada 1991.
Meskipun letusan gunung berapi secara alami tak dapat diprediksi, Evan mengatakan pemodelan iklim terbaru seharusnya memasukkan badai debu sebagai salah satu faktor untuk memprediksi perubahan temperatur samudra secara akurat. "Kami belum sepenuhnya mengerti bagaimana debu tersebut akan berubah dalam proyeksi iklim ini dan apakah perubahan debu itu akan menghasilkan efek yang sangat baik atau justru amat buruk," katanya.
Para ilmuwan menganggap badai debu berkontribusi sebesar 25 persen atas pemanasan yang terjadi di perairan Atlantik. Sementara itu, hanya 30 persen kenaikan temperatur muka air laut itu yang dipicu oleh faktor-faktor lain seperti pemanasan global. "Ini masuk akal karena kami juga tak yakin pemanasan global bisa membuat temperatur laut naik secepat itu," kata Evan.
TJANDRA | AFP