Kriminalisasi Haris dan Fatia Dinilai Bukti Kemunduran Hukum dan Warisan Berkuasa Kolonial

Reporter

Nabiila Azzahra

Editor

Devy Ernis

Jumat, 14 April 2023 13:25 WIB

Pendukung Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti menggelar aksi dukungan jelang sidang perdana pembacaan dakwaan dugaan kasus pencemaran nama baik terhadap Luhut Binsar Pandjaitan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jakarta, Senin, 3 April 2023. Sidang perdana pembacaan dugaan pencemaran baik nama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan itu digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, hari ini. TEMPO / Hilman Fathurrahman W

TEMPO.CO, Jakarta - Pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera Fajri Nursyamsi menilai kriminalisasi aktivis hak asasi manusia Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti sebagai kemunduran hukum. Fajri Nursyamsi menilai bahwa dakwaan terhadap Haris dan Fatia tidak sejalan dan mencederai komitmen dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menkominfo, Jaksa Agung RI, dan Kapolri tentang implementasi atas pasal tertentu dalam UU ITE.

Dalam SKB tersebut, pasal yang didakwakan terhadap Haris dan Fatia yakni termasuk dalam kategori pasal tertentu yang tengah diupayakan pembatasan dalam penggunaannya. SKB mengamanatkan bahwa poin 3 huruf c pada Pasal 27 UU ITE tidak lagi diatur sebagai delik penghinaan dan atau pencemaran nama baik apabila muatan yang dibuat dan didistribusikan adalah hasil penilaian, pendapat, evaluasi, dan kenyataan.

“Pasal ini memang sudah lama menjadi perhatian, bahkan memang sudah diakui ada permasalahan,” katanya dalam acara diskusi bertajuk “Kriminalisasi Fatia & Haris: Suatu Tinjauan Interdisipliner” yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) dan Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera pada Kamis, 6 April lalu secara daring.

Fajri menyebut dalam kasus Haris dan Fatia, konteks dari konten yang dibuat adalah untuk membicarakan hasil riset Koalisi Masyarakat Sipil terkait dimensi ekonomi dan politik dalam penempatan kekuatan militer di Blok Wabu, Intan Jaya, Papua. Fajri menilai bahwa konten yang dibuat dan didistribusikan masuk dalam kategori penilaian, pendapat, dan evaluasi sehingga tidak dapat dikenakan delik penghinaan dan atau pencemaran nama baik.

Fenomena ini disebutnya sebagai preseden hukum yang apabila berulang dapat membatasi hak untuk berpendapat. Fajri juga menilai dakwaan ini sebagai langkah mundur mengingat Pasal 27 UU ITE merupakan salah satu pasal yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku sesuai dengan KUHP Baru yang telah diundangkan.

Advertising
Advertising

Meski ketentuan tersebut baru akan berlaku tiga tahun sejak diundangkan, Fajri menegaskan bahwa ketentuan ini telah memiliki daya laku (validity). "Preseden hukum ini juga akan berpotensi merintangi proses transisi keberlakuan KUHP Baru," ujarnya dilansir dari laman Jentera.

Adapun Bivitri Susanti yang merupakan pengajar Jentera menegaskan kriminalisasi Haris dan Fatia menunjukkan bahwa penegakan hukum telah melenceng. Pada iklim demokrasi, sudah seharusnya publik memiliki hak untuk berpendapat bahkan mengkritik, sehingga pemerintah mendapatkan umpan balik agar bekerja lebih baik.

Terkait dengan hal tersebut, Bivitri menyarankan agar penguasa dapat membedakan dengan cermat apa yang dimaksud dengan kritik atau hinaan.

“Kalau misalkan dikatakan tuduhan, ya tuduhan, tapi tuduhannya bukan dua orang ini yang mengatakan. Melainkan mereka membahas sebuah studi. Jadi, kalau ada data yang salah, ya diperbaiki aja. Itu yang harusnya dilakukan,” ujarnya.

Adapun Sejarawan JJ Rizal menilai fenomena hukum ini sejalan dengan sistem hukum kolonial yang dikenal sebagai kebijakan Exorbitante Rechten, yaitu hak penguasa untuk menindak masyarakat yang menghalangi upaya penjajahan oleh pemerintah kolonial.

Baginya, kriminalisasi terhadap pengkritik yang kerap terjadi di Indonesia bukan hal yang aneh, karena masih adanya pewarisan basis hukum dari pemerintah kolonial.

“Kalau kita lihat sejarah, begitu banyaknya aturan yang kita warisi termasuk hukum-hukum yang kita sebut pasal karet yang bertentangan dengan demokrasi. Itu adalah produk dari sebuah sistem negara Hindia-Belanda,” paparnya.

Pilihan Editor: Seleksi Mandiri Unnes Jalur Prestasi Dibuka, Bisa Dapat Keringanan UKT

Berita terkait

Peradilan Siallagan: Pemidanaan Adat Batak Sebelum Hukum Modern, Ada Kanibalisme

5 hari lalu

Peradilan Siallagan: Pemidanaan Adat Batak Sebelum Hukum Modern, Ada Kanibalisme

Dia menyebut kedatangan misionaris menjadi peralihan di mana hukum pidana modern menggantikan hukum pidana Batak.

Baca Selengkapnya

Mau Kuliah di Fakultas Hukum, Apa yang Sebaiknya Disiapkan?

10 hari lalu

Mau Kuliah di Fakultas Hukum, Apa yang Sebaiknya Disiapkan?

Berminat menjadi sarjana hukum, tentu saja harus kuliah di fakultas hukum. Berikut yang perlu disiapkan calon mahasiswa hukum.

Baca Selengkapnya

Selain Sengketa Pilpres 2024, Berikut Perkara yang Juga Ada Amicus Curiae Termasuk Pembunuhan Brigadir J

26 hari lalu

Selain Sengketa Pilpres 2024, Berikut Perkara yang Juga Ada Amicus Curiae Termasuk Pembunuhan Brigadir J

Sejumlah pihak terus mengajukan Amicus Curiae ke MK kasus sengketa Pilpres 2024. berikut beberapa perkara bermuatan amicus curiae. Apa saja?

Baca Selengkapnya

MK Hapus Pasal Pencemaran Nama Baik, Polisi Sebut akan Beradaptasi dan Patuh

43 hari lalu

MK Hapus Pasal Pencemaran Nama Baik, Polisi Sebut akan Beradaptasi dan Patuh

Polri menyatakan akan beradaptasi dengan keputusan MK yang menghapus pasal pencemaran nama baik

Baca Selengkapnya

Amar Putusan MK Hapus Pasal Pencemaran Nama Baik dan Berita Bohong, Begini Bunyinya

44 hari lalu

Amar Putusan MK Hapus Pasal Pencemaran Nama Baik dan Berita Bohong, Begini Bunyinya

MK resmi hapus pasal berita bohong dan pencemaran nama baik. Begini bunyi amar putusan dari MK dan isi pasal tersebut?

Baca Selengkapnya

KPK Usulkan Hentikan Bansos Menjelang Pilkada 2024, Bagaimana dengan Dugaan Politik Gentong Babi Pemilu 2024?

44 hari lalu

KPK Usulkan Hentikan Bansos Menjelang Pilkada 2024, Bagaimana dengan Dugaan Politik Gentong Babi Pemilu 2024?

KPK usulkan menghentikan penyaluran bansos menjelang Pilkada 2024. Bagaimana dengan anggaran bansos yang melonjak menjelang Pemilu 2024?

Baca Selengkapnya

MK Tolak Uji Materiil Pasal 27 dan 45 UU ITE Karena Sudah Ada Revisi UU

44 hari lalu

MK Tolak Uji Materiil Pasal 27 dan 45 UU ITE Karena Sudah Ada Revisi UU

Haris Azhar menyadari uji materi UU ITE ke MK menjadi tidak relevan setelah UU itu direvisi Pemerintah dan DPR pada awal tahun ini.

Baca Selengkapnya

MK Hapus Pasal Keonaran dan Berita Bohong, Fatia Maulidiyanti: Pasal Ini Hukumannya Berat

44 hari lalu

MK Hapus Pasal Keonaran dan Berita Bohong, Fatia Maulidiyanti: Pasal Ini Hukumannya Berat

Ketua AJI Indonesia Sasmito Madrim mengatakan putusan MK yang menghapus pasal 14 dan 15 UU 1 Tahun 1946 merupakan angin segar bagi jurnalis.

Baca Selengkapnya

MK Kabulkan Gugatan Uji Materiil Pasal Berita Bohong, Haris Azhar: Sempat Merasa Ironi

44 hari lalu

MK Kabulkan Gugatan Uji Materiil Pasal Berita Bohong, Haris Azhar: Sempat Merasa Ironi

Haris Azhar memutuskan untuk melakukan uji materiil pasal UU 1/1946 itu ke MK setelah dirinya sempat dipidanakan dengan pasal tersebut.

Baca Selengkapnya

MK Hapus Pasal Pencemaran Nama Baik dan Berita Bohong

45 hari lalu

MK Hapus Pasal Pencemaran Nama Baik dan Berita Bohong

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian uji materi yang diajukan Haris Azhar dkk. Salah satunya menghapus pasal pencemaran nama baik

Baca Selengkapnya