Kemenkes Pastikan Vaksin HPV Tak Sebabkan Kemandulan

Reporter

Tempo.co

Selasa, 10 Oktober 2023 16:36 WIB

Petugas medis (kanan) menyuntikkan vaksin HPV (Human Papillomavirus) kepada Siswi Sekolah Dasar Negeri (SDN) 05 pada kegiatan bulan imunisasi di Pondok Kelapa, Jakarta Timur, Rabu 26 Agustus 2020. Imunisasi yang diikuti siswi kelas V dan VI untuk mencegah infeksi virus HPV (human papillomavirus). ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kesehatan memberikan klarifikasi mengenai kabar yang menyebut vaksin Human Papiloma Virus atau vaksin HPV dapat menyebabkan kemandulan bagi perempuan. Juru bicara Kemenkes Mohammad Syahril menyatakan hal tersebut tak benar.

"Imunisasi HPV sudah dipastikan keamanannya dan pada umumnya tidak menimbulkan reaksi yang serius sesudah pemberian imunisasi," kata Syahril dalam keterangannya, Selasa, 10 Oktober 2023.

Syahril menjelaskan imunisasi HPV diberikan untuk mencegah penyakit kanker serviks yang disebabkan oleh infeksi HPV. Bahkan, keberhasilannya dapat mencapai 100 persen jika diberikan sebanyak dua dosis pada anak perempuan saat berusia 9-13 tahun.

Mengenai reaksi vaksin, Syahril mengatakan biasanya yang muncul adalah kemerahan, pembengkakan dan nyeri ringan di lokasi suntikan. Reaksi itu biasanya timbul satu hari setelah pemberian imunisasi dan dapat berlangsung 1-3 hari.

"Reaksi umum seperti demam juga bisa muncul setelah pemberian imunisasi," kata Syahril.

Syahril mengatakan Indonesia berkomitmen untuk mencegah kanker serviks dengan masuknya imunisasi HPV ke dalam Program Imunisasi Nasional sejak 2023. "Sampai saat ini sudah ada 135 negara yang memberikan imunisasi HPV dalam program imunisasi nasionalnya, diantaranya adalah Malaysia, Singapura, Amerika, Inggris, dan Perancis," ujarnya.

Vaksin HPV diberikan sebanyak dua dosis kepada anak perempuan sebelum lulus SD/MI atau sederajat. Vaksin ini diberikan dalam kegiatan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) setiap Agustus di sekolah.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sebelumnya mengatakan dalam penanganan kanker serviks ini diperlukan bentuk intervensi yang lebih cepat supaya hasil pemeriksaan bisa segera diketahui dan diteruskan dengan perawatan yang sesuai dengan diagnosisnya. Salah satu caranya adalah mengubah standar pengujian tersebut untuk mempercepat deteksi stadium kanker serviks yang diderita oleh perempuan.

"Maka dari itu, hal pertama yang pertama kali harus dilakukan adalah pencegahan. Karena (pencegahan) lebih murah dan membuat kualitas hidup jauh lebih baik. Jadi kita harus bisa mendeteksi kanker sedini mungkin,” kata Budi.

Berdasarkan data yang dirilis Globocan, total kasus kanker di Indonesia pada 2020 mencapai 396.914 kasus dengan total kematian sebesar 234.511 kasus. Dari angka tersebut, kanker serviks atau leher rahim ditemukan sebanyak 36.633 kasus atau 9,2 persen dari total kasus kanker yang ada.

Advertising
Advertising

ANTARA

Pilihan Editor: 90 ribu Anak di Garut Dapat Vaksin Tambahan Diare dan Kanker Rahim

Berita terkait

Kemenkes Pastikan Keamanan Pangan dan Pondokan Jemaah Haji

15 jam lalu

Kemenkes Pastikan Keamanan Pangan dan Pondokan Jemaah Haji

Tim Sanitasi dan Keamanan Pangan akan mendapatkan contoh makanan yang akan dikonsumsi oleh jemaah haji untuk diuji

Baca Selengkapnya

Kemenkes: Tarif Iuran Sistem Kelas BPJS Kesehatan Tetap Sama Sampai Juli 2025

1 hari lalu

Kemenkes: Tarif Iuran Sistem Kelas BPJS Kesehatan Tetap Sama Sampai Juli 2025

Sistem kelas 1-3 BPJS Kesehatan diganti jadi Kelas Rawat Inap Standar atau KRIS yang mulai berlaku Juni 2025.

Baca Selengkapnya

Segini Besaran Iuran BPJS Kesehatan Terbaru Setelah Diganti KRIS

3 hari lalu

Segini Besaran Iuran BPJS Kesehatan Terbaru Setelah Diganti KRIS

Terdapat penyesuaian iuran peserta JKN setelah kelas 1, 2, dan 3 BPJS Kesehatan berganti menjadi KRIS. Ini iuran BPJS Kesehatan terbaru.

Baca Selengkapnya

Jokowi dan Menkes Klarifikasi soal Hapus Sistem Kelas BPJS

4 hari lalu

Jokowi dan Menkes Klarifikasi soal Hapus Sistem Kelas BPJS

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengklarifikasi soal kebijakan penghapusan sistem kelas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Baca Selengkapnya

Menkes Jelaskan Penyebab Rendahnya Penurunan Angka Prevalensi Stunting

8 hari lalu

Menkes Jelaskan Penyebab Rendahnya Penurunan Angka Prevalensi Stunting

Pemerintah menargetkan angka prevalensi stunting bisa turun hingga 14 persen pada tahun ini.

Baca Selengkapnya

Anggota DPR Soroti Pembatalan Kelulusan PPPK 532 Bidan Pendidik oleh Kemenkes

8 hari lalu

Anggota DPR Soroti Pembatalan Kelulusan PPPK 532 Bidan Pendidik oleh Kemenkes

Edy mendesak Kemenkes agar segera turun tangan menangani ratusan bidan pendidik yang kelulusannya dibatalkan.

Baca Selengkapnya

Ini Pesan Jokowi ke Prabowo untuk Lanjutkan Program di Bidang Kesehatan

11 hari lalu

Ini Pesan Jokowi ke Prabowo untuk Lanjutkan Program di Bidang Kesehatan

Presiden Jokowi menyoroti urgensi peningkatan jumlah dokter spesialis di Indonesia. Apa pesan untuk pemimpin baru?

Baca Selengkapnya

Fakta Miris Indonesia Kekurangan Dokter Spesialis, Menkes: Jadi Masalah Hampir 80 tahun

12 hari lalu

Fakta Miris Indonesia Kekurangan Dokter Spesialis, Menkes: Jadi Masalah Hampir 80 tahun

Jokowi menyebut pemerintah baru mampu mencetak 2.700 dokter spesialis per tahun. Sementara pemerintah membutuhkan 29 ribu dokter spesialis.

Baca Selengkapnya

Atasi Ketimpangan Dokter Spesialis, Kemenkes Kembangkan Program Pendidikan Gratis

12 hari lalu

Atasi Ketimpangan Dokter Spesialis, Kemenkes Kembangkan Program Pendidikan Gratis

Kemenkes bekerja sama dengan sejumlah rumah sakit mengembangkan program pendidikan gratis bagi dokter spesialis.

Baca Selengkapnya

Jokowi Luncurkan 6 Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

12 hari lalu

Jokowi Luncurkan 6 Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Presiden Jokowi menyoroti pentingnya infrastruktur kesehatan negara dalam jangka panjang.

Baca Selengkapnya