Kisah Fajar, Anak Buruh Tani yang Jadi Warek UNU Yogyakarta di Usia 29 Tahun
Reporter
Annisa Febiola
Editor
Devy Ernis
Jumat, 5 Januari 2024 12:21 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Di usianya yang belum genap 30 tahun, Fajar Sidik Abdullah Kelana didapuk menjadi Wakil Rektor Universitas Nahdlatul Ulama atau UNU Yogyakarta pada November 2023. Pencapaiannya itu diperoleh Fajar dengan perjuangan. "Dibilang senang, ya senang pasti karena gak banyak anak muda yang punya kesempatan kayak gini," ucap Fajar kepada Tempo pada Desember 2023.
Fajar bukanlah berasal dari keluarga yang memiliki privilese. Berasal dari Sumberlawang, desa terpencil di Sragen, Jawa Tengah, Fajar lahir dari keluarga petani. "Keluarga saya kebetulan buruh tani. Ibu kebetulan juga enggak mengenyam pendidikan bahkan enggak lulus SD," katanya.
Lelaki kelahiran 1994 itu kehilangan ayahnya tak lama setelah ia lahir. Sejak saat itu, Fajar hidup di Sragen bersama ibu dan kakaknya hingga 1998. Saat masa kritis moneter, mereka hijrah ke Jakarta untuk mencari penghidupan yang lebih baik. Sang ibu bekerja serabutan mulai dari cuci gosok hingga berjualan. "Itu dikerjain semua buat sekolahin anak-anaknya," ucapnya.
Fajar bersyukur, ia mendapatkan kesempatan pendidikan yang lebih baik di Jakarta. Prestasi akademiknya terbilang bagus sejak di bangku pendidikan dasar hingga menengah atas. Dia selalu mendapatkan peringkat terbaik. Fajar bisa sekolah karena biaya dari sebuah yayasan di Jakarta. Ia bersekolah di SDN 07 di Rawangun, lanjut ke SMPN 92 Rawamangun hingga menyelesaikan sekolah di SMA 61 Pondok Bambu, Jakarta Timur.
Motivasinya untuk tetap semangat sekolah adalah ibunya. Dia tak ingin merepotkan orang tuanya. "Jadi ya secara ekonomi sudah susah, kalau bisa enggak neko-neko. Ya mikirnya yaudahlah belajar yang rajin aja dan alhamdulillah akhirnya cukup baik prestasinya," ujarnya.
Sempat Kesulitan untuk Bayar Biaya Kuliah
Saat duduk di kelas 2 SMA pada 2011, Fajar mulai berpikir untuk melanjutkan sekolah ke jenjang perguruan tinggi. Dia mulai mencari tahu ke alumni mengenai jurusan kuliah. Karena menyukai matematika dan fisika, Fajar akhirnya memutuskan untuk memilih jurusan Teknik Mesin di Universitas Gadjah Mada atau UGM.
Fajar mencoba mengikuti tes lewat jalur ujian tertulis setelah lulus SMA pada 2012. "Jadi waktu itu dari Jakarta ke Yogya naik bus sendiri. Bulan puasa, tidurnya di terminal karena saya enggak punya duit buat cari penginapan segala macam," ucap Fajar.
Setelah mengikuti tes, Fajar akhirnya lolos. Namun, dia dan ibunya bingung dari mana biaya untuk kuliah. Penghasilan ibunya tak cukup untuk membiayai Fajar kuliah. Apalagi, dia harus membayar uang pangkal yang tak sedikit. "Saya waktu itu datang ke UGM, daftar ulang, terus dikasih tau. Ini uang pangkalnya Rp 40 juta. Wah, bingung. Terus saya langsung bilang dari keluarga enggak mampu, kira-kira bisa enggak dapat keringanan," kata dia.
Akhirnya, permintaan Fajar dikabulkan kampus. Ia diminta mengurus berbagai dokumen administratif yang harus dibawa kembali ke kampus. Ia pulang ke Jakarta untuk mengurus semua dokumen tersebut. Biaya yang semula Rp 40 juta dikurangi menjadi Rp 10 juta.
"Saya kontak yayasan yang bantu-bantu saya, orang tua asuh dari keluarga yang cukup mampu. 'Pak, bu ini saya diterima di kampus UGM. Ada kebutuhan ini, kira-kira masih bisa support gak ya." Ternyata masih bisa di-support sama mereka. Alhamdulillah," tuturnya.
Untuk biaya kuliah, Fajar harus menyiapkan Rp 75 ribu per satu satuan kredit semester (SKS). Jika mengambil 24 SKS, artinya dia perlu membayar sekitar Rp 1,8 juta. Ia pun mencari peluang beasiswa.
Selama berkuliah empat tahun, ia berusaha sebaik mungkin untuk menjaga prestasi akademiknya. Ia bahkan tak mau bekerja sampingan khawatir takut menganggu perkuliahan. Sang ibu takut jika Fajar telah berpenghasilan, kuliahnya jadi tertinggal. "Tapi bantu riset dosen, bantu dosen konferensi, segala macam. Jadi yang kurang lebih mendukung akademik saya juga, jangan yang di luar akademik. Itu pesen dari ibu," ujarnya.
Ketika kuliah, Fajar sempat aktif dalam organisasi badan eksekutif mahasiswa. Ia juga ikut merintis pembentukan tim riset mobil listrik pertama di UGM bersama teman-temannya. Tim mobil listrik bernama Arjuna UGM itu dibuat pada 2012 dan masih eksis sampai sekarang.
Kuliah S2 di Swedia Berkat LPDP
Fajar menamatkan studi S1 pada 2016, tepat empat tahun masa studi. Setahun sebelumnya pada 2015, dia sudah ada terbesit berkeinginan untuk melanjutkan sekolah. "Sudah kepikiran akan lanjut S2, kayaknya seru nih. Soalnya masih banyak ilmu teknik mesin yang luas banget dan pengen gali lagi. Apalagi sudah mulai era inovasi teknologi," kata Fajar.