Benarkah Pemanasan Global Sudah Tembus Batas 1,5 Derajat Celsius?

Senin, 12 Februari 2024 14:59 WIB

Seorang warga berjalan di dekat instalasi "Art Eggcident" karya seniman Belanda Henk Hofstra di trotoar Faria Lima Avenue, di Sao Paulo, Brasil, 18 September 2023. Instalasi urban karya seniman Belanda, Henk Hofstra tersebut digelar untuk menarik perhatian publik di tengah isu pemanasan global. REUTERS/Amanda Perobelli

TEMPO.CO, Jakarta - Januari 2024 lalu adalah rekor baru pemanasan global untuk suhu rata-rata bulanan. Copernicus Climate Change Service di Uni Eropa mengukurnya 1,7 derajat Celsius lebih tinggi dibandingkan suhu rata-rata bulanan di periode sebelum revolusi industri, 1850-1900.

Januari 2024 menjadikan sudah ada 12 bulan yang suhu udara rata-ratanya lebih panas lebih dari 1,5 derajat Celsius daripada suhu rata-rata bulanan 1850-1900.

"Tahun 2024 dimulai dengan sebuah rekor lagi untuk bulan terpanas," kata Samantha Burgess, Wakil Direktur Copernicus Climate Change Service dalam pernyataannya. "Reduksi cepat emisi gas rumah kaca adalah satu-satunya cara untuk menghentikan meningkatnya suhu global."

Pada Konferensi Iklim di Paris pada 2015, negara-negara menyepakati untuk mencoba menghentikan peningkatan suhu pemanasan global lebih dari 1,5 derajat Celsius di atas masa pra-industri. Dan, para ilmuwan iklim belum akan memandang batasan 1,5 derajat itu terlewati sampai suhu global jangka panjang rata-rata tetap di angka itu selama beberapa tahun.

Saat ini, menurut Richard Betts dari Kantor Meteorologi Inggris, rata-rata suhu global jangka panjang 1,25 derajat Celsius di atas masa pra-industri. Tapi, dengan emisi karbon yang masih terus meningkat, dia memastikan batas 1,5 derajat Celsius itu akan segera terlewati, kemungkinan sekitar 2030.

Advertising
Advertising

Suhu global rata-rata jangka panjang meningkat sejalan dengan proyeksi model-model iklim. Meski begitu, menghangatnya suhu yang ekstrem cepat dalam stahun atau dua tahun belakangan jauh melampaui perkiraan via pemodelan.

Di antara rekor-rekornya yang lain, 2023 juga memberi hari pertama di mana suhu-rata-ratanya lebih panas lebih dari 2 derajat Celsius dibandingkan rata-rata suhu harian 1850-1900.

Masih belum jelas kenapa suhu global telah menghangat dengan sangat cepat dan untuk berapa lama kondisi ini akan bertahan. Beberapa faktor yang mungkin telah menguatkan pemanasan global itu termasuk erupsi Gunung Api Tonga pada 2022 lalu.

Gunung Tonga di Samudera Pasifik sebelah selatan erupsi memuntahkan sejumlah besar air ke stratosfer. Juga faktor reduksi polusi aeorosol dari kapal laut.

Satu studi pada 2017 malah menduga bahwa hasil pengukuran selama ini memiliki deviasi sekitar 0,2 derajat Celsius. Satu studi lainnya adalah yang rilis belum lama ini, yang mengukur pemanasan global berdasarkan analisis terhadap kerangka hewan laut sea sponge.

Hasilnya, perubahan suhu pemanasan global mungkin 0,5 derajat Celsius lebih tinggi lagi daripada hasil pengukuran selama ini. Artinya, berdasarkan studi-studi itu, batas 1,5 derajat Celsius sebenarnya sudah terlibas--tapi ilmuwan iklim lain belum yakin.

NEW SCIENTIST, REUTERS

Pilihan Editor: ITB Tawarkan Pinjol kepada Mahasiswanya, Dosen Unair Bandingkan dengan di Kampusnya

Berita terkait

Para Ilmuwan Gambarkan Situasi Dunia Bila Suhu Global Menembus Batas 1,5 Derajat Celcius

8 jam lalu

Para Ilmuwan Gambarkan Situasi Dunia Bila Suhu Global Menembus Batas 1,5 Derajat Celcius

Survei besutan The Guardian menggambarkan pandangan para ahli mengenai situasi distopia akibat efek pemanasan global. Bencana iklim mendekat.

Baca Selengkapnya

5 Manfaat Energi Terbarukan yang Harus Dilestarikan

2 hari lalu

5 Manfaat Energi Terbarukan yang Harus Dilestarikan

Energi terbarukan perlu dijaga kelestariannya untuk generasi mendatang karena memiliki beberapa manfaat. Simak 5 manfaat energi terbarukan.

Baca Selengkapnya

Ketua RT Palugada di Balik Rekor MURI Jalan Gang 8 Malaka Jaya Duret Sawit

11 hari lalu

Ketua RT Palugada di Balik Rekor MURI Jalan Gang 8 Malaka Jaya Duret Sawit

Salah satu Rukun Tetangga (RT) di wilayah Jakarta Timur kini tercatat dalam Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI).

Baca Selengkapnya

Ahli Klimatologi BRIN Erma Yulihastin Dikukuhkan sebagai Profesor Riset Iklim dan Cuaca Ekstrem

14 hari lalu

Ahli Klimatologi BRIN Erma Yulihastin Dikukuhkan sebagai Profesor Riset Iklim dan Cuaca Ekstrem

Dalam orasi ilmiah pengukuhan profesor riset dirinya, Erma membahas ihwal cuaca ekstrem yang dipicu oleh kenaikan suhu global.

Baca Selengkapnya

Masukkan Sektor Laut Dalam Second NDC, KLHK: Ekosistem Pesisir Menyerap Karbon

16 hari lalu

Masukkan Sektor Laut Dalam Second NDC, KLHK: Ekosistem Pesisir Menyerap Karbon

KLHK memasukkan sektor kelautan ke dalam dokumen Second NDC Indonesia. Potensi mangrove dan padang lamun ditonjolkan.

Baca Selengkapnya

Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca, KLHK Prioritaskan Pembatasan Gas HFC

16 hari lalu

Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca, KLHK Prioritaskan Pembatasan Gas HFC

Setiap negara bebas memilih untuk mengurangi gas rumah kaca yang akan dikurangi atau dikelola.

Baca Selengkapnya

Australia-Indonesia Kerja Sama Bidang Iklim, Energi Terbarukan dan Infrastruktur

17 hari lalu

Australia-Indonesia Kerja Sama Bidang Iklim, Energi Terbarukan dan Infrastruktur

Australia lewat pendanaan campuran mengucurkan investasi transisi net zero di Indonesia melalui program KINETIK

Baca Selengkapnya

Banjir di Dubai Bukan Disebabkan Teknologi Hujan Buatan, Ini Penjelasan Peneliti BRIN

22 hari lalu

Banjir di Dubai Bukan Disebabkan Teknologi Hujan Buatan, Ini Penjelasan Peneliti BRIN

Dubai terdampak badai yang langka terjadi di wilayahnya pada Selasa lalu, 16 April 2024.

Baca Selengkapnya

Maret 2024 Jadi Bulan ke-10 Berturut-turut yang Pecahkan Rekor Suhu Udara Terpanas

26 hari lalu

Maret 2024 Jadi Bulan ke-10 Berturut-turut yang Pecahkan Rekor Suhu Udara Terpanas

Maret 2024 melanjutkan rekor iklim untuk suhu udara dan suhu permukaan laut tertinggi dibandingkan bulan-bulan Maret sebelumnya.

Baca Selengkapnya

Waspada Dampak Penguapan Air Selama Kemarau, Diperkirakan Berlangsung di Jakarta dan Banten pada Juni-Agustus 2024

44 hari lalu

Waspada Dampak Penguapan Air Selama Kemarau, Diperkirakan Berlangsung di Jakarta dan Banten pada Juni-Agustus 2024

Fenomena penguapan air dari tanah akan menggerus sumber daya air di masyarakat. Rawan terjadi saat kemarau.

Baca Selengkapnya