Penemuan 3 Jenis Ngengat Baru, Salah Satunya Harus Diwaspadai Petani Cengkeh

Jumat, 16 Februari 2024 17:33 WIB

Ngengat. Wikipedia.org

TEMPO.CO, Jakarta - Gabungan peneliti dari Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan (PRBE) Badan Riset dan Inovasi Nasional BRIN) serta Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi menemukan tiga jenis ngengat baru pada awal tahun ini. Ketiganya adalah Cryptophasa Warouwi, Glyphodes Nurfitriae dan Glyphodes Ahsanae.

Jenis yang disebut pertama, Cryptophasa Warouwi, berpotensi merusak batang dan ranting cengkeh. Spesies baru tersebut merupakan hama endemik baru dari Pulau Sangihe, Sulawesi Utara, yang serangannya perlu diantisipasi oleh para petani cengkeh.

Peneliti dari PRBE BRIN, Hari Sutrisno, mengatakan larva Cryptophasa dikenal sebagai penggerek cabang dan batang. Hewan nokturnal ini memotong daun untuk makanan, membuat terowongan, kemudian menutup lubangnya dengan anyaman sutra dan kotoran. Pada 2023, serangan hewan tersebut pernah merusak beberapa varian cengkeh dari lima kecamatan di Pulau Sangihe, Sulawesi Utara.

“Infestasinya mengakibatkan kerusakan cabang dan ranting yang menyebabkan penurunan densitas daun pada tanaman cengkeh,” katanya dalam keterangan tertulis, Jumat, 16 Februari 2024.

Dari catatan BRIN, larva Cryptophasa sudah menjadi hama cengkeh sejak 2016. Habitatnya terus meluas sampai tahun lalu. Ngengat berwarna coklat tua ini memiliki struktur tegas pada alat kelaminnya. Dilihat dari kode batang DNA, Cryptophasa Warouwi ini berkerabat dengan jenis Cryptophasa lainnya, namun memiliki antena jantan yang mirip dengan genus Paralecta. “Detail fisik dari spesies baru itu dibahas dalam jurnal Zootaxa Volume 5403 Nomor 1 yang terbit 18 Januari 2024

Advertising
Advertising

Dosen dari Universitas Sam Ratulangi, Jackson F. Watung, mengatakan timnya juga menemukan fakta jika Cryptophasa Warouwi tidak hanya menyerang cengkeh saja, tetapi jambu air dan jambu biji (Myrtaceae).

“Ancaman ini dapat dikategorikan sebagai serangan serangga hama oligofag, sehingga sangat penting (bagi petani) untuk segera mengembangkan strategi pengendalian hama, analisis risiko hama, menyusun daftar hama karantina, dan manajemen pengelolaan hama lainnya,” ujar Jackson.

Adapu dua ngengat baru lainnya, Glyphodes Nurfitriae dan Glyphodes Ahsanae diidentifikasi berasal dari Papua. Kedua spesies itu dinyatakan sebagai taksa baru dalam jurnal Zootaxa Volume 5403 Nomor 4 pada 23 Januari 2024

Kolega Hari dari PRBE BRIN, Pramesa Narakusumo, menyatakan ada 48 Glyphodes yang tercatat di Indonesia pada saat ini. Informasi terakhir mengenai spesies Glyphodes dari Papua dan Sulawesi dipublikasikan pada 1960.

“Sejak saat itu tidak ada lagi spesies yang dideskripsikan dari wilayah ini,” kata Pramesa.

Menurut Pramesa, penemuan spesies baru tersebut kelak dapat membantu banyak kasus pengendalian hama, serta menyokong identifikasi biodiversitas di Indonesia. Temuan tiga taksa ngengat itu juga memperkuat pengetahuan sistematika ordo Lepidoptera, sehingga ilmuwan dapat menentukan peran setiap jenis ngengat di alam. “Jika karakter hewan nokturnal ini diketahui dapat mengancam, seperti menjadi hama tanaman, tentunya temuan ini menjadi referensi penting bagi pemerintah.”

Regulator diharapkan bisa menentukan status hama, menyusun kebijakan pengendalian, menghitung tingkat serangan, dan menelusuri daerah sebaran hama di sebuah wilayah. Tujuannya agar petani terhindar dari kerugian ekonomi.

Pilihan Editor: Di Gunung Marapi, Guru Besar Ini Tunjukkan Bagaimana Abu Vulkanik Menyuburkan Tanah

Berita terkait

Pemugaran Situs Candi di Jambi Ungkap 5 Lapisan Tanah Purba, Kota Besar yang Runtuh oleh Banjir?

54 menit lalu

Pemugaran Situs Candi di Jambi Ungkap 5 Lapisan Tanah Purba, Kota Besar yang Runtuh oleh Banjir?

Pemugaran situs Candi Parit Duku di Jambi mengungkap lima lapisan tanah purba atau lapisan budaya dalam istilah arkeologi.

Baca Selengkapnya

Harga Jual Maksimal Rp 1 Juta, Meteran Air Sistem Token Ala Telkom University Siap Menyaingi Produk Swasta

1 hari lalu

Harga Jual Maksimal Rp 1 Juta, Meteran Air Sistem Token Ala Telkom University Siap Menyaingi Produk Swasta

Alat dan perangkat lunak meteran air bersistem token yang dikembangkan Telkom University direncanakan masuk ke pasaran.

Baca Selengkapnya

Antisipasi Bencana Geologi, BRIN Teliti Sebaran Sesar Pemicu Gempa

1 hari lalu

Antisipasi Bencana Geologi, BRIN Teliti Sebaran Sesar Pemicu Gempa

Tim BRIN meneliti sejumlah kondisi geologi yang bisa memicu gempa bumi di Indonesia. Salah satunya soal Sesar Lembang dan sesar lain di sekitarnya.

Baca Selengkapnya

Terdapat 24.000 Sampah Antariksa, Ini Studi BRIN soal Potensi Jatuhnya ke Wilayah Indonesia

1 hari lalu

Terdapat 24.000 Sampah Antariksa, Ini Studi BRIN soal Potensi Jatuhnya ke Wilayah Indonesia

Sampah antariksa saat ini sekitar 24.000. Peneliti BRIN melakukan studi soal potensi jatuhnya ke wilayah Indonesia.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN Sebut Pernyataan Oposisi Ganjar Berpotensi Jadi Arah PDIP, Ini Alasannya

2 hari lalu

Peneliti BRIN Sebut Pernyataan Oposisi Ganjar Berpotensi Jadi Arah PDIP, Ini Alasannya

Deklarasi Ganjar menjadi oposisi di pemerintahan Prabowo bisa jadi merupakan penegasan arah politik PDIP.

Baca Selengkapnya

Inovasi Meteran Air Sistem Token dari Tim Peneliti di Telkom University

2 hari lalu

Inovasi Meteran Air Sistem Token dari Tim Peneliti di Telkom University

Tim peneliti di Telkom University mengembangkan sistem perangkat lunak dan alat pencatat meteran air bagi kalangan pelanggan perusahaan air minum.

Baca Selengkapnya

Kata Pakar Soal Posisi Koalisi dan Oposisi dalam Pemerintahan Prabowo

3 hari lalu

Kata Pakar Soal Posisi Koalisi dan Oposisi dalam Pemerintahan Prabowo

Prabowo diharapkan tidak terjebak dalam politik merangkul yang berlebihan.

Baca Selengkapnya

Kaji Efek Heatwave Asia, Peneliti BRIN Temukan Hot Spell 40 Derajat di Bekasi

4 hari lalu

Kaji Efek Heatwave Asia, Peneliti BRIN Temukan Hot Spell 40 Derajat di Bekasi

Bukan heatwave yang mengancam wilayah Indonesia. Simak hasil kajian tim peneliti BRIN berikut.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN Studi Lutesium-177-PSMA untuk Obat Nuklir Kanker Prostat

4 hari lalu

Peneliti BRIN Studi Lutesium-177-PSMA untuk Obat Nuklir Kanker Prostat

Peneliti BRIN Rien Ritawidya mengembangkan studi Lutesium-177-PSMA untuk obat nuklir kanker prostat

Baca Selengkapnya

Satelit NEO-1 Karya BRIN Masuki Tahap Penyelesaian, Diluncurkan Akhir 2024 atau Awal 2025

4 hari lalu

Satelit NEO-1 Karya BRIN Masuki Tahap Penyelesaian, Diluncurkan Akhir 2024 atau Awal 2025

BRIN mengembangkan konstelasi satelit untuk observasi bumi. Satelit NEO-1 kini memasuki tahap penyelesaian akhir.

Baca Selengkapnya