Pembahasan RPP Mangrove, Walhi: Acuannya Bukan UU LH, tapi Cipta Kerja

Selasa, 20 Februari 2024 18:45 WIB

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya bersama dengan Chief of United States Forest Service (USFS) atau Kepala Badan Kekuatan Amerika Serikat Randy Moore melakukan penanaman mangrove di Taman Wisata Alam (TWA) Angke Kapuk, Kamis, 25 Januari 2024. (KLHK)

TEMPO.CO, Jakarta - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau Walhi menilai Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tidak transparan dalam pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Sejak dilakukan pada 2022, pembahasan disebutkan belum pernah melibatkan publik yang berkepentingan, khususnya masyarakat pesisir.

Selain itu, draf RPP Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove juga
belum dapat diakses oleh masyarakat luas. "Ketidakterbukaan dokumen ini menjadi salah satu hambatan bagi masyarakat untuk memberikan pandangan dan masukan terhadap kebijakan perlindungan dan pengelolaan ekosistem mangrove," kata Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Walhi, Parid Ridwanuddin, Selasa, 20 Februari 2024.

Walhi, kata Parid, baru mendapatkan dokumen Kajian Akademik RPP Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove itu. Berdasarkan nomeklatur dari dokumen kajian akademik RPP itu, Walhi menyebut arah perlindungan dan pengelolaan mangrove
ingin menerjemahkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Sampai di situ, menurut Parid, landasan RPP ini sangat bagus karena UU 32 Tahun 2009 dinilai merupakan payung hukum yang ideal dalam memelihara dan mengelola sumber
daya pesisir dan laut. Namun, kajian Walhi dan para akademisi mendapati sejumlah catatan serius.

6 Catatan Miring untuk RPP Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove

Catatan pertama, kata Parid, RPP belum mengakomodasi keterlibatan masyarakat dalam mengelola ekosistem mangrove. Dengan kata lain, pengakuan terhadap tata kelola lokal yang dibangun oleh masyarakat belum terlihat. "Tata kelola ekosistem mangrove yang terkandung dalam RPP ini masih sangat terpusat pada negara," ucapnya.

Advertising
Advertising

Kedua, RPP dinilainya tidak memiliki posisi yang jelas untuk melindungi ekosistem mangrove dari berbagai kebijakan pemerintah yang berorientasi pada industri ekstraktif. Pasal 16 dan 18 di RPP itu bahkan ditemukan melegalkan perusakan ekosistem mangrove atas nama konversi menjadi kawasan.

Ketiga, RPP juga dianggap sangat terlambat. Parid merujuk UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang telah disahkan pada 2009, atau berjarak 14 tahun.

Keempat, RPP Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove disebutkan memiliki kelemahan yang serius dalam hal pemberian sanksi terhadap pelaku perusakan mangrove. Kata Parid, RPP ini seharusnya menggunakan sanksi pidana jika merujuk kepada UU Nomor 32 Tahun 2009. Namun sayangnya, malah menggunakan sanksi administratif yang sangat ringan dan menguntungkan para perusak mangrove.

"Dari sini, RPP ini sangat terlihat tidak merujuk kepada UU 32 Tahun 2009, tetapi kepada UU Cipta Kerja yang melihat sanksi pidana sebagai hambatan investasi," tutur Parid.

Kelima, RPP yang ada tidak menempatkan mangrove dalam konteks mitigasi bencana yang melibatkan masyarakat lokal. Padahal mereka yang memiliki pengetahuan dan pengalaman lapangan karena bersentuhan setiap hari dengan ekosistem mangrove.

Keenam, kecurigaan bahwa pada tahun-tahun politik elektoral seperti saat ini, RPP Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove disusun tidak benar-benar untuk melindungi keberadaan mangrove dan masyarakat pesisir. "Sebaliknya, RPP ini memperlihatkan pemerintah Indonesia ingin melakukan kampanye ke dunia internasional, dengan tujuan untuk mendapatkan pendanaan iklim."

Pernyataan KLHK

Sebelumnya, KLHK belum bisa memastikan rencana pengesahan RPP Mangrove ini. Direktur Rehabilitasi Perairan Darat dan Mangrove Inge Retnowati hanya menjelaskan, tahapan penyusunan rancangan peraturan pemerintah itu sudah berjalan.

KLHK, kata Inge, juga telah melakukan pemetaan kawasan potensial mangrove. Peta mangrove antara lain memuat informasi soal habitat-habitat yang dulu merupakan mangrove yang bagus, namun sekarang berubah menjadi tambak atau terkena abrasi.

"Tapi untuk memastikan itu area yang rusak, ada proses pendataan," katanya sambil menambahkan, "Itu yang bakal kita tuangkan dalam regulasi."

Pilihan Editor: Polusi Udara Dapat Mengubah Aroma Bunga, Bikin Bingung Serangga Penyerbuk

Berita terkait

Orangutan Ini Obati Sendiri Lukanya dengan Daun Akar Kuning, Bikin Peneliti Penasaran

5 hari lalu

Orangutan Ini Obati Sendiri Lukanya dengan Daun Akar Kuning, Bikin Peneliti Penasaran

Seekor orangutan di Suaq Belimbing, Aceh Selatan, menarik perhatian peneliti karena bisa mengobati sendiri luka di mukanya dengan daun akar kuning

Baca Selengkapnya

KM ITB Desak Pemerintah Cabut UU Cipta Kerja dan Cegah Eksploitasi Kelas Pekerja

7 hari lalu

KM ITB Desak Pemerintah Cabut UU Cipta Kerja dan Cegah Eksploitasi Kelas Pekerja

Keberadaan UU Cipta Kerja tidak memberi jaminan dan semakin membuat buruh rentan.

Baca Selengkapnya

Said Iqbal Ungkap Dua Tuntutan Buruh Saat May Day

8 hari lalu

Said Iqbal Ungkap Dua Tuntutan Buruh Saat May Day

Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, mengungkapkan dua tuntutan para pekerja di Indonesia pada Hari Buruh Internasional alias May Day.

Baca Selengkapnya

UU Cipta Kerja, Outsourcing, dan Upah Murah Jadi Sorotan dalam Peringatan Hari Buruh Internasional

8 hari lalu

UU Cipta Kerja, Outsourcing, dan Upah Murah Jadi Sorotan dalam Peringatan Hari Buruh Internasional

Serikat buruh dan pekerja menyoroti soal UU Cipta Kerja, outsourcing, dan upah murah pada peringatan Hari Buruh Internasional 2024. Apa alasannya?

Baca Selengkapnya

Jajal Dua Jenis Paket Wisata Naik Kano Susuri Hutan Mangrove Bantul Yogyakarta

9 hari lalu

Jajal Dua Jenis Paket Wisata Naik Kano Susuri Hutan Mangrove Bantul Yogyakarta

Wisatawan diajak menjelajahi ekosistem sepanjang Sungai Winongo hingga muara Pantai Baros Samas Bantul yang kaya keanekaragaman hayati.

Baca Selengkapnya

Walhi: Lahan yang Dikelola dengan Konsep Ekonomi Nusantara Lebih dari 1,3 Juta ha di 28 Provinsi

9 hari lalu

Walhi: Lahan yang Dikelola dengan Konsep Ekonomi Nusantara Lebih dari 1,3 Juta ha di 28 Provinsi

Walhi menggagas konsep Ekonomi Nusantara untuk membantu masyarakat lokal dalam tata kelola lahan.

Baca Selengkapnya

Hadiri WEF, Airlangga Beberkan Tantangan RI Ciptakan Lapangan Kerja

10 hari lalu

Hadiri WEF, Airlangga Beberkan Tantangan RI Ciptakan Lapangan Kerja

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto bicara besarnya tantangan Indonesia di bidang tenaga kerja, khususnya dalam hal penciptaan lapangan kerja.

Baca Selengkapnya

Terpopuler: YLKI Minta Pinjol Ilegal Diberantas, Menteri Budi Arie Sebut Judi Online Hantu

11 hari lalu

Terpopuler: YLKI Minta Pinjol Ilegal Diberantas, Menteri Budi Arie Sebut Judi Online Hantu

Berita terpopuler Tempo: YLKI menuntut pemberantasan Pinjol ilegal, Menkominfo Budi Arie sebut judi online seperti hantu.

Baca Selengkapnya

Terpopuler: YLKI Minta Akar Pinjol Ilegal Diberantas, Menteri Budi Arie Sebut Judi Online Hantu

11 hari lalu

Terpopuler: YLKI Minta Akar Pinjol Ilegal Diberantas, Menteri Budi Arie Sebut Judi Online Hantu

Berita terpopuler Tempo: YLKI menuntut pemberantasan Pinjol ilegal, Menkominfo Budi Arie sebut judi online seperti hantu.

Baca Selengkapnya

WALHI Tuntut Jepang Hentikan Pendanaan Proyek LNG, Termasuk di Indonesia

12 hari lalu

WALHI Tuntut Jepang Hentikan Pendanaan Proyek LNG, Termasuk di Indonesia

Walhi menuntut Jepang untuk menghentikan pendanaan publik negara tersebut untuk proyek gas dan LNG (Liquefied Natural Gas). Pasalnya, Walhi menilai proyek itu berdampak buruk pada lingkungan dan melanggar hak asasi manusia.

Baca Selengkapnya