Profesor BRIN Sebut Alih Fungsi Lahan Hijau ke Industri Menjadi Pemicu Puting Beliung di Rancaekek

Sabtu, 24 Februari 2024 07:41 WIB

Warga menyelamatkan barang yang tersisa pascaputing beliung yang terjadi di Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu, 21 Februari 2024. ANTARA/Raisan Al Farisi

TEMPO.CO, Jakarta - Alih fungsi lahan yang sebelumnya dipenuhi pepohonan lalu menjadi kawasan industri, diklaim menjadi pemicu fenomena cuaca ekstrem berupa puting beliung, di Rancaekek, Kabupaten Bandung.

"Kawasan itu telah beralih fungsi, perubahan tata guna lahan yang semula hujan jati, berubah jadi kawasan industri. Biasanya rawan diterjang pusaran angin," kata Profesor Pusat Riset Iklim dan Atmosfer, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Eddy Hermawan, melalui keterangannya, Jumat, 23 Februari 2024.

Eddy mengatakan, kawasan industri cenderung menghasilkan gas emisi dan biasanya sulit terurai ke atmosfer. Hal ini merupakan efek rumah kaca. "Dengan lama penyinaran matahari lebih dari 12,1 jam, maka kawasan ini sangat panas di siang hari dan relatif dingin di malam hari," kata Eddy.

Perbedaan suhu yang signifikan antara siang dan malam itu, menurut Eddy, membuat kawasan di sekitar Rancaekek berada di tekanan rendah. Akibatnya, kumpulan massa uap air dari berbagai penjuru masuk ke Rancaekek dan memunculkan pembentukan gumpalan awan-awan cumulus.

"Proses pembentukan kumpulan massa uap air menjadi awan cumulus agak lama, sekitar 24 hingga 48 jam. Proses ini dikenal dengan nama Pre-MCS. Setelah dirasa cukup, maka lambat laun awan cumulus membesar dan membentuk awan cumulonimbus," ujar Eddy.

Advertising
Advertising

Mekanisme pembentukan awan cumulonimbus di Rancaekek pada Kamis, 22 Februari 2024, dinilai Eddy sangat kompleks. Kendati demikian, dugaan dari hasil risetnya mencatat bahwa adanya pertemuan dua massa uap air dari arah barat dan timur, lalu mengalami degradasi panas yang cukup tajam.

Walaupun begitu, Eddy mengakui bahwa fenomena cuaca ekstrem seperti puting beliung sangat sulit diprediksi kapan terjadinya di Indonesia. Kondisi ini didasari oleh beberapa faktor, di antaranya adalah terbatasnya pemahaman soal proses pembentukannya. "Jadi wajar kalau semisal ada yang berbeda pandangan soal puting beliung ini," ucap Eddy.

Puting beliung juga fenomena yang langka di Indonesia. Eddy mengatakan bencana ini tidak bisa dicegah tapi dampaknya kerusakannya bisa dihindari. "Jangan merusak lingkungan dan perbanyak menanam pohon. Back to nature agar laju global warming bisa kita redam," kata Eddy.

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Berita terkait

Potensi Gempa Sesar Lembang, Peneliti BRIN Sebut Tingkat Ancaman Besar Karena Dangkal

21 menit lalu

Potensi Gempa Sesar Lembang, Peneliti BRIN Sebut Tingkat Ancaman Besar Karena Dangkal

Sampai kedalaman 4,5 meter tanah ditemukan empat kejadian gempa yang berkaitan dengan Sesar Lembang

Baca Selengkapnya

Pemugaran Situs Candi di Jambi Ungkap 5 Lapisan Tanah Purba, Kota Besar yang Runtuh oleh Banjir?

9 jam lalu

Pemugaran Situs Candi di Jambi Ungkap 5 Lapisan Tanah Purba, Kota Besar yang Runtuh oleh Banjir?

Pemugaran situs Candi Parit Duku di Jambi mengungkap lima lapisan tanah purba atau lapisan budaya dalam istilah arkeologi.

Baca Selengkapnya

BMKG: 14 Daerah Berstatus Waspada Dampak Cuaca Ekstrem Akibat Bibit Siklon Tropis

21 jam lalu

BMKG: 14 Daerah Berstatus Waspada Dampak Cuaca Ekstrem Akibat Bibit Siklon Tropis

BMKG menyebut 14 daerah berstatus waspada dampak cuaca ekstrem sebagai akibat dari intervensi bibit siklon tropis.

Baca Selengkapnya

Harga Jual Maksimal Rp 1 Juta, Meteran Air Sistem Token Ala Telkom University Siap Menyaingi Produk Swasta

1 hari lalu

Harga Jual Maksimal Rp 1 Juta, Meteran Air Sistem Token Ala Telkom University Siap Menyaingi Produk Swasta

Alat dan perangkat lunak meteran air bersistem token yang dikembangkan Telkom University direncanakan masuk ke pasaran.

Baca Selengkapnya

Antisipasi Bencana Geologi, BRIN Teliti Sebaran Sesar Pemicu Gempa

1 hari lalu

Antisipasi Bencana Geologi, BRIN Teliti Sebaran Sesar Pemicu Gempa

Tim BRIN meneliti sejumlah kondisi geologi yang bisa memicu gempa bumi di Indonesia. Salah satunya soal Sesar Lembang dan sesar lain di sekitarnya.

Baca Selengkapnya

Terdapat 24.000 Sampah Antariksa, Ini Studi BRIN soal Potensi Jatuhnya ke Wilayah Indonesia

1 hari lalu

Terdapat 24.000 Sampah Antariksa, Ini Studi BRIN soal Potensi Jatuhnya ke Wilayah Indonesia

Sampah antariksa saat ini sekitar 24.000. Peneliti BRIN melakukan studi soal potensi jatuhnya ke wilayah Indonesia.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN Sebut Pernyataan Oposisi Ganjar Berpotensi Jadi Arah PDIP, Ini Alasannya

2 hari lalu

Peneliti BRIN Sebut Pernyataan Oposisi Ganjar Berpotensi Jadi Arah PDIP, Ini Alasannya

Deklarasi Ganjar menjadi oposisi di pemerintahan Prabowo bisa jadi merupakan penegasan arah politik PDIP.

Baca Selengkapnya

Inovasi Meteran Air Sistem Token dari Tim Peneliti di Telkom University

2 hari lalu

Inovasi Meteran Air Sistem Token dari Tim Peneliti di Telkom University

Tim peneliti di Telkom University mengembangkan sistem perangkat lunak dan alat pencatat meteran air bagi kalangan pelanggan perusahaan air minum.

Baca Selengkapnya

Kukuhkan 7 Profesor Bidang Ilmu-Ilmu Syariah, UIN Jakarta Jadi PTKIN dengan Guru Besar Terbanyak

2 hari lalu

Kukuhkan 7 Profesor Bidang Ilmu-Ilmu Syariah, UIN Jakarta Jadi PTKIN dengan Guru Besar Terbanyak

Guru besar yang baru dikukuhkan di UIN Jakarta diharapkan turut menjadi bagian penting pengembangan akademik kampus.

Baca Selengkapnya

Kata Pakar Soal Posisi Koalisi dan Oposisi dalam Pemerintahan Prabowo

3 hari lalu

Kata Pakar Soal Posisi Koalisi dan Oposisi dalam Pemerintahan Prabowo

Prabowo diharapkan tidak terjebak dalam politik merangkul yang berlebihan.

Baca Selengkapnya