Startup di Telkom University Bikin Alat Pemantau Udara: Ramah Lingkungan, Wireless, Berorientasi Siswa

Jumat, 15 Maret 2024 14:19 WIB

Alat pemantau polusi udara Birulangit yang dipasang di Telkom University Bandung. Dok. Tel-U

TEMPO.CO, Bandung - Startup BiruLangit dari unit inkubasi Bandung Technopark Telkom University mengembangkan alat pemantau udara Low-Cost Sensors (LCS). Menurut dosen yang juga peneliti dari Fakultas Teknik Elektro, Indra Chandra, alat itu diinisiasi sejak 2018. “Hasil inovasi kami pada deteksi konsentrasi polutan udara yang dikembangkan untuk polusi air,” ujarnya, Kamis 13 Maret 2024.

Menurutnya alat yang dibuat sekarang ini untuk memantau kondisi polusi udara dan air, khususnya air hujan, yang dilengkapi sistem jaringan pemantauannya. Datanya digunakan untuk melihat efek polusi pada kesehatan. “Polusi udara dari sumber emisi di Indonesia tidak pernah berubah baik musim kemarau maupun musim hujan,” kata dia.

Pada musim kemarau polusi berada di udara. Sementara saat musim hujan polusi tercuci dan pindah ke daratan, sungai, sumur, danau, dan lain sebagainya lewat hujan asam. Namun masalah itu seringkali tertutup oleh kabar banjir atau longsor. “Padahal isu polusi udara ada setiap tahun dan terus meningkat,” ujarnya.

Alat pemantau udara dan air hujan itu dipasang di beberapa lokasi sekitar kampus Telkom University bekerja sama dengan Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN). Selain itu diujicobakan juga mobile station pada beberapa sekolah menengah pertama hingga sekolah kejuruan di Bandung. Dari hasil evaluasi, lokasi pemantauan akan diarahkan ke Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar untuk mengetahui dampak polusi sekitar pada kesehatan siswa.

Polutan berbahaya yang dideteksi seperti konsentrasi partikulat berukuran 2,5 mikron (PM 2,5). Terbentuk dari hasil reaksi kimia dengan beberapa faktor seperti debu konstruksi pembangunan, asap pembuangan industri, gas buangan pembangkit listrik, asap kendaraan bermotor, dan asap pembuangan sampah, jenis polutan itu bisa mengganggu pernapasan dan menurunkan fungsi paru-paru.

Advertising
Advertising

Saat ini alat pemantau itu sanggup menggunakan sumber listrik dari panel surya. Sistem komunikasi datanya bisa menggunakan GSM, wifi, juga saluran frekuensi khusus untuk bisa terkoneksi ke Internet. “Sistem komunikasinya sudah fully wireless,” ujar Indra.

Tim juga mengembangkan perangkat lunak untuk menampilkan data pemantauan. Rencana ke depannya mereka akan membuat peringatan dini cuaca terkait dengan potensi penyakit. Tujuannya agar angka harapan hidup orang Indonesia bisa meningkat.

Seperti diketahui, kondisi kualitas udara bisa diukur oleh perangkat di stasiun pemantau maupun alat yang dinamakan Low-Cost Sensors atau LCS. Teknologi LCS marak digunakan secara global, sebagai alternatif dari instrumen yang digunakan di stasiun pemantauan kualitas udara yang dinilai terlalu mahal.

Untuk mengatasi kelemahan dalam hal tingkat akurasi, pengukuran kualitas udara menggunakan LCS biasa dilakukan dengan menambah kerapatan alat di lokasi yang diukur.

Pilihan Editor: 3 Tim Gabungan Buru Harimau Penerkam Warga yang Masih Berkeliaran di Suoh Lampung Barat

Berita terkait

Kata Pakar Soal Posisi Koalisi dan Oposisi dalam Pemerintahan Prabowo

12 jam lalu

Kata Pakar Soal Posisi Koalisi dan Oposisi dalam Pemerintahan Prabowo

Prabowo diharapkan tidak terjebak dalam politik merangkul yang berlebihan.

Baca Selengkapnya

Startup Logistik Ini Boyong Teknologi Pendingin Canggih ke Indonesia, Mampu Kelola 4 Jenis Suhu

12 jam lalu

Startup Logistik Ini Boyong Teknologi Pendingin Canggih ke Indonesia, Mampu Kelola 4 Jenis Suhu

Coldspace meluncurkan teknologi pendingin hybrid untuk pabrik bahan makanan di Srengseng,Jakarta Barat. Diklaim sebagai yang pertama di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Startup Runchise Kumpulkan Modal Segar Rp 16 Miliar, Akan Digunakan untuk Apa Saja?

20 jam lalu

Startup Runchise Kumpulkan Modal Segar Rp 16 Miliar, Akan Digunakan untuk Apa Saja?

Startup manajemen restoran dan waralaba kuliner dalam negeri, Runchise, memperoleh pendanaan segar sebesar US$1 juta atau sekitar Rp 16 miliar.

Baca Selengkapnya

Kaji Efek Heatwave Asia, Peneliti BRIN Temukan Hot Spell 40 Derajat di Bekasi

1 hari lalu

Kaji Efek Heatwave Asia, Peneliti BRIN Temukan Hot Spell 40 Derajat di Bekasi

Bukan heatwave yang mengancam wilayah Indonesia. Simak hasil kajian tim peneliti BRIN berikut.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN Studi Lutesium-177-PSMA untuk Obat Nuklir Kanker Prostat

1 hari lalu

Peneliti BRIN Studi Lutesium-177-PSMA untuk Obat Nuklir Kanker Prostat

Peneliti BRIN Rien Ritawidya mengembangkan studi Lutesium-177-PSMA untuk obat nuklir kanker prostat

Baca Selengkapnya

Satelit NEO-1 Karya BRIN Masuki Tahap Penyelesaian, Diluncurkan Akhir 2024 atau Awal 2025

1 hari lalu

Satelit NEO-1 Karya BRIN Masuki Tahap Penyelesaian, Diluncurkan Akhir 2024 atau Awal 2025

BRIN mengembangkan konstelasi satelit untuk observasi bumi. Satelit NEO-1 kini memasuki tahap penyelesaian akhir.

Baca Selengkapnya

Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House di Depok

1 hari lalu

Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House di Depok

Presiden Jokowi mengharapkan pembukaan IDHT memperkuat ekosistem digital lokal.

Baca Selengkapnya

Profil Kawasan Wallacea, Surga Biodiversitas yang Diintai Ancaman Kerusakan Lingkungan

2 hari lalu

Profil Kawasan Wallacea, Surga Biodiversitas yang Diintai Ancaman Kerusakan Lingkungan

Kawasan Wallacea seluas 347 ribu kilometer persegi diisi 10 ribu spesies tumbuhan. Sebagian kecil dari jumlah tersebut sudah terancam punah.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN Identifikasi Indikator Potensi Gempa Bumi di Sumatera Paling Selatan

2 hari lalu

Peneliti BRIN Identifikasi Indikator Potensi Gempa Bumi di Sumatera Paling Selatan

Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN melakukan penelitian untuk mengidentifikasi indikator potensi gempa bumi di Sumatera bagian paling selatan.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN: Suhu Panas Akhir-akhir ini Bentuk Suhu Tinggi, Bukan Heatwave

2 hari lalu

Peneliti BRIN: Suhu Panas Akhir-akhir ini Bentuk Suhu Tinggi, Bukan Heatwave

Menurut peneliti BRIN, suhu panas yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini kategorinya suhu tinggi, bukan gelombang panas atau heatwave.

Baca Selengkapnya