Konflik Agraria Periode Jokowi Lebih Buruk Dibandingkan Era SBY

Selasa, 19 Maret 2024 13:55 WIB

Konflik agraria yang terjadi di Kendeng bermula pada Juni 2014 yang disebabkan PT Semen Indonesia hendak melakukan pembangunan dan pengoperasian pabrik semen di Kabupaten Rembang. Konflik Kendeng bermula ketika PT Semen Indonesia mendapatkan izin penambangan kapur di Pegunungan Kendeng. Warga sekitar menolak dan menduduki rencana lokasi tapak pabrik. dok. TEMPO

TEMPO.CO, Jakarta - Dalam kurun waktu 10 tahun ini banyak sekali tercatat kasus sengketa agraria dan warga, termasuk masyarakat adat, yang menjadi korban kriminalisasi. Data sejumlah LSM lingkungan mencatat jumlah kasus dan korban konflik agraria lebih banyak di era Presiden Jokowi (2014-2024) dibandingkan dengan era Susilo Bambang Yudhoyono (2009-2014).

Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat (AMAN) Rukka Sombolinggi mengatakan, dalam 10 tahun terakhir, kondisi masyarakat adat, petani, buruh tani, nelayan dan perempuan semakin memburuk. Agenda-agenda seperti pengakuan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak rakyat melalui pengakuan wilayah adat, penyelesaian konflik agraria dan pemulihan lingkungan mundur jauh ke belakang.

Rukka menyebut penetapan Perpu Cipta Kerja menjadi Undang Undang Cipta Kerja dan berbagai kebijakan di sektor agraria dan sumber daya alam menjadi sinyal terbaru bahwa rezim pemerintahan yang berkuasa selama satu dekade terakhir ini sejatinya tidaklah bekerja untuk melindungi dan memenuhi hak-hak rakyat yang telah dijamin oleh Konstitusi.

"Negara masih terus menerus mengedepankan skenario hukum dengan latar kekuasaan yang berwatak merampas dan menindas yang tercermin dari skenario pengakuan hukum yang rumit, bertingkat-tingkat, sektoral, memisahkan proses pengakuan hak atas wilayah adat dari pengakuan Masyarakat Adat, bahkan mengecualikan wilayah-wilayah adat yang berkonflik dari pengakuan," kata Rukka dalam dalam konferensi pers di Jakarta bersama organisasi masyarakat sipil lainnya, Senin, 18 Maret 2024.

Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA), Dewi Kartika menambahkan, penyelesaian konflik agraria dengan prinsip pemulihan dan pengakuan hak atas tanah rakyat adalah satu dari banyak pekerjaan utama reforma agraria. Alih-alih dapat menyelesaikan konflik dan menjalankan reforma agraria sesuai janji politiknya, yang terjadi malah sebaliknya. "Presiden Jokowi dengan berbagai kebijakannya justru telah membawa Indonesia ke dalam krisis agraria yang semakin akut," kata dia.

Advertising
Advertising

Dari data KPA, selama sembilan tahun terakhir (2015-2023), kata Dewi, sedikitnya terjadi 2.939 letusan konflik agraria seluas 6,3 juta hektar yang berdampak pada 1,7 juta rumah tangga petani, buruh tani, nelayan dan masyarakat adat. Dalam kurun waktu yang sama, 2.442 orang petani dan pejuang agraria mengalami kriminalisasi, 905 orang mengalami kekerasan, 84 tertembak dan 72 tewas di wilayah konflik agraria. Situasi ini jauh lebih buruk dibanding satu dekade sebelumnya.

"Di mana pada masa pemerintahan SBY, terdapat 1.520 letusan konflik agraria dengan luas 5,7 juta hektar dan korban dan terdampak sebanyak 900 ribu rumah tangga petani. Terdapat 1.354 orang petani dan pejuang agraria mengalami kriminalisasi, 553 orang mengalami kekerasan, 110 orang tertembak dan 70 orang tewas," kata Dewi.

Direktur Eksekutif WALHI Zenzi Suhadi menyebutkan. Walhi dalam kurun waktu 2014-2023 mencatat 827 pejuang lingkungan mengalami kriminalisasi, intimidasi dan bahkan kekerasan yang mengakibatkan kematian akibat konflik sumber daya alam. Dari jumlah tersebut tercatat 6 orang meninggal dunia, 145 orang ditangkap dan 28 diantaranya ditetapkan menjadi tersangka, 620 lainnya luka-luka.

Menurut Zenzi, jumlah tertinggi tercatat pada tahun 2022 dimana 253 orang pejuang lingkungan di Indonesia mengalami kriminalisasi dan kekerasan. "Hadirnya ribuan konflik agraria dan kriminalisasi menandakan bahwa pemerintah enggan menyelesaikan konflik secara berkeadilan dalam kerangka reforma agraria," ujarnya.

Menurut Zenzi, upaya untuk menyelesaikan konflik agraria, memulihkan lingkungan, mengatasi krisis iklim, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia, mengalami kemunduran akibat berbagai kebijakan politik yang anti agenda kerakyatan seperti UU Cipta Kerja, revisi UU Mineral dan Batubara. "Jika situasi ini dibiarkan berlanjut akan semakin parah pada masa pemerintahan presiden dan wakil presiden hasil pemilu 2024. Sebab penuh dengan kecurangan dan sarat dengan agenda-agenda politik untuk melanggengkan dinasti politik Presiden Jokowi," tambahnya.

Berita terkait

5 Hal Menjelang Pansel KPK Diumumkan, Ujian Jokowi hingga Seleksi Anggota Panitia

19 jam lalu

5 Hal Menjelang Pansel KPK Diumumkan, Ujian Jokowi hingga Seleksi Anggota Panitia

Jokowi mulai menyusun panitia seleksi atau pansel KPK untuk menyaring pimpinan periode berikutnya

Baca Selengkapnya

Pengamat Energi UGM Kritik Perpanjangan Izin Ekspor Konsentrat Tembaga Freeport

20 jam lalu

Pengamat Energi UGM Kritik Perpanjangan Izin Ekspor Konsentrat Tembaga Freeport

Pengamat energi UGM sebut pemerintah tegas terhadap larangan ekspor mineral mentah lain tapi lembek terhadap Freeport.

Baca Selengkapnya

Prabowo Sebut Jokowi Arahkan Menterinya Beri Data ke Dirinya, Pakar Bilang Begini

22 jam lalu

Prabowo Sebut Jokowi Arahkan Menterinya Beri Data ke Dirinya, Pakar Bilang Begini

Prabowo menyebut Jokowi telah memberikan arahan kepada semua menterinya untuk memberikan data ke dirinya. Apa kata pakar?

Baca Selengkapnya

Prabowo Sebut Bung Karno Bukan Milik Satu Partai, Ini Reaksi Para Politikus PDIP

22 jam lalu

Prabowo Sebut Bung Karno Bukan Milik Satu Partai, Ini Reaksi Para Politikus PDIP

Presiden terpilih Prabowo Subianto mengatakan, Bung Karno milik seluruh rakyat Indonesia. Apa kata para politikus PDIP?

Baca Selengkapnya

Respons Banyak Pihak Soal Jumlah Menteri Prabowo-Gibran, Mahfud Md: Terlalu Banyak yang Dijanjikan Posisi Menteri

23 jam lalu

Respons Banyak Pihak Soal Jumlah Menteri Prabowo-Gibran, Mahfud Md: Terlalu Banyak yang Dijanjikan Posisi Menteri

Wacana jumlah menteri Prabowo-Gibran yang mengalami penambahan ditanggapi berbagai pihak, mulai dari Jokowi sampai Mahfud MD.

Baca Selengkapnya

Bentuk Pansel Berkualitas Ujian Terakhir Jokowi Perbaiki KPK di Ujung Jabatannya

23 jam lalu

Bentuk Pansel Berkualitas Ujian Terakhir Jokowi Perbaiki KPK di Ujung Jabatannya

Presiden Jokowi diharapkan serius membentuk panitia seleksi calon pimpinan KPK.

Baca Selengkapnya

Jumlah Menteri Kabinet sejak Gus Dur, Megawati, SBY, sampai Jokowi

23 jam lalu

Jumlah Menteri Kabinet sejak Gus Dur, Megawati, SBY, sampai Jokowi

Setiap kabinet pemerintahan Indonesia mempunyai jumlah menteri relatif berbeda, mulai Gus Dur Gus Dur, Megawati, SBY, sampai Jokowi.

Baca Selengkapnya

Alasan PSI Targetkan Kandidatnya Tidak Boleh Kalah di Pilkada Solo

1 hari lalu

Alasan PSI Targetkan Kandidatnya Tidak Boleh Kalah di Pilkada Solo

PSI menargetkan kandidatnya yang berlaga di Pilkada 2024 harus menang, terutama di Solo. Apa alasannya?

Baca Selengkapnya

Cerita Pekerja Harian di Bendungan Sepaku Semoi IKN: Dibayar Rp 135 Ribu per Hari, Senang Melihat Kunjungan Menteri

1 hari lalu

Cerita Pekerja Harian di Bendungan Sepaku Semoi IKN: Dibayar Rp 135 Ribu per Hari, Senang Melihat Kunjungan Menteri

Sugianto, 30 tahun, sudah tiga tahun bekerja di proyek Bendungan Sepaku Semoi IKN, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.

Baca Selengkapnya

Zulhas Ajak Calon Kepala Daerah Usungan PAN Tiru Sikap Jokowi-Prabowo

1 hari lalu

Zulhas Ajak Calon Kepala Daerah Usungan PAN Tiru Sikap Jokowi-Prabowo

Zulhas berpesan kepada calon kepala daerah usungan PAN untuk meniru hubungan politik Presiden Jokowi dan Prabowo.

Baca Selengkapnya