Greenpeace Anggap Perpres Energi Terbarukan Melenceng dari Komitmen Paris Agreement

Jumat, 17 Mei 2024 02:09 WIB

Asap dan uap mengepul dari PLTU milik Indonesia Power, di samping area Proyek PLTU Jawa 9 dan 10 di Suralaya, Provinsi Banten, Indonesia, 11 Juli 2020. REUTERS/Willy Kurniawan

TEMPO.CO, Jakarta - Greenpeace Indonesia menilai komitmen pemerintah untuk mengurangi pemanasan global masih jauh dari isi Paris Agreement 2015. Kesepakatan yang lahir dalam Konferensi Tingkat Tinggi COP21 di Paris itu berisi kerangka kolaborasi untuk menahan suhu global agar tidak melebihi 1,5 derajat Celcius.

Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Bondan Andriyanu, menyebut kebijakan yang dibuat Pemerintah Indonesia seolah mengabaikan target yang disetujui oleh para anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Salah satu kebijakan yang dianggap bertolak belakang dengan Paris Agreement adalah Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyedia Tenaga Listrik.

"Seharusmya dunia tidak lagi pro terhadap industri batu bara yang jelas berdampak buruk terhadap iklim," kata Bondan saat dihubungi Tempo, Rabu, 15 Mei 2024.

Pasal 3 Ayat 4 Perpres tersebut menyatakan proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) tidak dilarang selama berorientasi untuk peningkatan nilai tambah sumber daya alam, serta untuk mendukung industri. Larangan pun tidak berlaku untuk PLTU yang masuk dalam proyek strategis nasional (PSN) yang bisa menciptakan lapangan kerja dan mendukung ekonomi nasional.

Isi beleid itu dianggap bertentangan dengan target emisi yang dikejar paling lambat hingga paruh kedua abad ini. Sesuai Paris Agreement 2015, negara-negara berupaya melepas ketergantungan terhadap energi kotor yang menyumbang emisi dan pemanasan suhu global.

Advertising
Advertising

Bondan menilai kebijakan itu melenceng dari komitmen pengurangan emisi karbon. Pemerintah Indonesia masih membiarkan pembangunan PLTU yang sebenarnya sudah ditinggalkan oleh berbagai negara. Saat ini PLTU lokal masih menyokong industri nikel, aluminium, dan material sejenisnya.

"Kalau (PLTU) untuk industri diperbolehkan, maka pendirian PLTU-PLTU atau tambang batu bara lainnya bakal semakin masif," ujar Bondan.

Menurut Bondan, Greenpeace Indonesia sedang mendorong skema transisi energi yang lebih ramah untuk iklim. Organisasi sipil pembela lingkungan ini juga mengkampanyekan penolakan terhadap ekspansi bisnis tambang yang dianggap merusak bumi.

“Sudah banyak kajian-kajian yang kami rilis untuk rekomendasi mengurangi emisi karbon ini," tuturnya.

Pilihan Editor: Perangkat Portabel Buatan BRIN Ini Bisa Deteksi Penyakit Tanaman Teh

Berita terkait

Terkini: Sri Mulyani Sebut Anggaran Makan Bergizi Gratis Rp 71 Triliun, Analis Prediksi Rupiah Melemah hingga Rp 16.510 per Dolar AS

3 hari lalu

Terkini: Sri Mulyani Sebut Anggaran Makan Bergizi Gratis Rp 71 Triliun, Analis Prediksi Rupiah Melemah hingga Rp 16.510 per Dolar AS

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan pemerintah saat ini dan presiden terpilih menyepakati anggaran makan bergizi gratis Rp 71 triliun.

Baca Selengkapnya

Indonesia Masuk 5 Besar Negara yang Catat Penurunan Emisi Energi 2023

3 hari lalu

Indonesia Masuk 5 Besar Negara yang Catat Penurunan Emisi Energi 2023

Indonesia bersama Amerika Serikat, Jerman, Jepang, dan Korea Selatan mencatat penurunan emisi energi pada tahun 2023.

Baca Selengkapnya

LBH Padang Gugat Menteri Siti Nurbaya atas Pelanggaran PLTU Ombilin

7 hari lalu

LBH Padang Gugat Menteri Siti Nurbaya atas Pelanggaran PLTU Ombilin

Gugatan ini perihal pelanggaran operasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Ombilin, Sawahlunto, Sumatera Barat.

Baca Selengkapnya

Panbil Group Garap PSN Pulau Tanjung Sauh Batam, Tahap Awal Membangun Waduk hingga PLTU

8 hari lalu

Panbil Group Garap PSN Pulau Tanjung Sauh Batam, Tahap Awal Membangun Waduk hingga PLTU

Luasan PSN ini mencapai 840,67 hektar.

Baca Selengkapnya

PLN Masih Tunggu Keputusan Pemerintah Bangun PLTN

8 hari lalu

PLN Masih Tunggu Keputusan Pemerintah Bangun PLTN

PT PLN (Persero) masih menunggu respons pemerintah untuk pembangunan PLTN.

Baca Selengkapnya

Invasi Rusia di Ukraina Sebabkan Emisi 175 Juta Ton Karbon Dioksida

14 hari lalu

Invasi Rusia di Ukraina Sebabkan Emisi 175 Juta Ton Karbon Dioksida

Kerugian iklim yang disebabkan oleh invasi Rusia di Ukraina mencapai jumlah US$32 miliar.

Baca Selengkapnya

All Eyes on Papua: Tiga Kerugian Jika Hutan Adat Tak Dikembalikan ke Suku Awyu dan Moi

23 hari lalu

All Eyes on Papua: Tiga Kerugian Jika Hutan Adat Tak Dikembalikan ke Suku Awyu dan Moi

Dua suku di Papua mengguat pemerintah yang memberikan izin kepada dua perusahaan untuk mendirikan kebun sawit di hutan adat

Baca Selengkapnya

India Sengsara Dilanda Suhu Panas Ekstrem, 24 Orang Tewas dalam Sehari

27 hari lalu

India Sengsara Dilanda Suhu Panas Ekstrem, 24 Orang Tewas dalam Sehari

India dilanda suhu panas ekstrem hingga di atas 50 derajat celcius. Banyak yang tewas akibat cuaca panas.

Baca Selengkapnya

Tingkat Gas Ozon di Seluruh Wilayah Jakarta Lewati Ambang Baku Mutu

29 hari lalu

Tingkat Gas Ozon di Seluruh Wilayah Jakarta Lewati Ambang Baku Mutu

Dari lima titik pengambilan sampel di Jakarta, parameter ozon, partikulat, dan SO2 hampir di seluruh wilayah sudah melewati baku mutu.

Baca Selengkapnya

Mengenal Mikroalga, Tumbuhan Air yang Menyerap CO2 Dalam Waktu Singkat

34 hari lalu

Mengenal Mikroalga, Tumbuhan Air yang Menyerap CO2 Dalam Waktu Singkat

Pakar Biokimia ITS mengembangkan mikroalga, tumbuhan renik di perairan, sebagai alat penyerap emisi karbon yang efektif.

Baca Selengkapnya