TEMPO.CO, Jakarta - Reuters Institute News Digital Report 2024 merekam skala dan cakupan dari upaya setel ulang platform (platform reset) media sosial yang sedang terjadi saat ini, yang menambah tekanan bagi model bisnis perusahaan penerbitan. Beban itu bahkan terjadi sebelum semakin berkembangnya bangkitan dari teknologi kecerdasan buatan (AI generative) yang mengubah lebih jauh ekosistem informasi.
Reuters Institute News Digital Report 2024 berbasis hasil survei oleh YouGov terhadap lebih dari 95 ribu responden di 47 negara yang dianggap mewakili separuh populasi dunia. Riset dilakukan pada akhir Januari sampai awal Februari lalu di bawah arahan Reuters Institute for the Study of Journalism, University of Oxford.
Laporan yang dihasilkannya mengungkap sejumlah temuan baru tentang konsumsi online news global pada 2023. Di antaranya adalah media sosial seperti Facebook dan X, atau dulu Twitter, yang telah secara aktif mereduksi dominasi dan peran artikel berita (news) dalam platform masing-masing. Gantinya, mereka menambah investasi untuk konten kreator, dengan format dan jaringan video yang menjadi primadonanya.
Konsekuensinya, sepanjang setahun lalu yang ramai dengan pemilihan umum di banyak negara, isu misinformasi semakin berkembang. Kekhawatiran akan konten bangkitan AI adalah salah satu faktor kontributornya.
Itu sebabnya, perusahaan-perusahaan penerbit yang mulai mengadopsi AI untuk membuat bisnisnya lebih efisien dan relevan disarankan perlu terus melanjutkannya dengan kehati-hatian. "Karena publik sebagian besar menginginkan manusia tetap bertanggung jawab, terutama ketika pemberitaan topik hard news seperti politik," bunyi bagian dari siaran pers Reuters Institute News Digital Report 2024 yang dirilis 17 Juni lalu.
Baca juga:
Bersamaan dengan itu, berdasarkan survei terbaru tersebut, tingkat kepercayaan terhadap pemberitaan terukur masih rendah dan penghindaran terhadap berita-berita tertentu bertambah. Semua terjadi di antara kelanjutan konflik di Ukraina dan Gaza.
Berikut ini beberapa kesimpulan dari hasil riset Reuters Digital News Report edisi ke-13 pada tahun ini:
Naik Pamor Platform Video
Di banyak negara, ditemukan penurunan lebih tajam dalam penggunaan media sosial Facebook untuk mencari artikel berita, dan sebuah ketergantungan yang meningkat kepada sejumlah alternatifnya termasuk mencari di aplikasi perpesanan dan jaringan video. Konsumsi berita Facebook (37 persen) turun rata-rata 4 persen poin di seluruh negara pada tahun lalu.
YouTube digunakan untuk rujukan berita setiap minggunya oleh hampir 31 persen responden sampel global dan WhatsApp oleh sekitar seperlima (21 persen) responden. TikTok (13 persen) telah memgambil alih posisi Twitter, kini X, (10 persen) dengan penggunaan yang jauh lebih tinggi di beberapa bagian dari belahan Bumi selatan.
"Banyak dari platform ini pada gilirannya semakin jauh meninggalkan berita dan perusahaan penerbit, dan sebaliknya lebih berfokus kepada jenis konten dan kreator lain," kata Reuters Institute Director and editor Rasmus Nielsen.
Berkorelasi dengan pergeseran popularitas platform media sosial untuk mencari news ini, video menjadi sumber berita online yang semakin penting terutama untuk para pengguna yang lebih muda. Video berita pendek diakses oleh 66 persen responden, dengan format yang lebih panjang menarik sekitar setengahnya (51 persen). Tapi fokus utama konsumsi video berita adalah platform online (72 persen) ketimbang situs penerbit media massa (22 persen).
Riset Reuters Institute Digital News Report 2024 juga menemukan kalau para pengguna TikTok, Instagram, dan Snapchat cenderung lebih mendengarkan para pendengung dan selebritas media sosial daripada jurnalis atau perusahaan media dalam topik berita. Ini kontras dengan jaringan sosial seperti Facebook dan X di mana organisasi berita masih menarik banyak perhatian di dalam paltformnya dan mengarahkan perbincangan yang terjadi.
Kecemasan Terhadap Fake News
Kehati-hatian tentang apa yang nyata dan apa yang palsu di internet ketika berhadapan dengan online news telah meningkat sebesar 3 persen poin sepanjang tahun lalu dengan sekitar enam dari 10 (59 persen) responden mengatakan mereka memperhatikan itu. Angkanya jauh lebih tinggi di Afrika Selatan (81 persen) dan di Amerika Serikat (72 persen), kedua negara menyelenggarakan pemilihan umum tahun ini.
Kecemasan tentang bagaimana membedakan konten yang pantas dipercaya dan yang sebaliknya di platform TikTok dan X lebih tinggi dibandingkan dengan jarngan sosial lainnya. Kedua platform terpantau membiarkan banyak misinformasi atau konspirasi berkeliaran sekitar perkembangan berita seperti perang di Gaza, dan kondisi kesehatan Prince of Wales.
Riset kualitatif di Inggris Raya, AS, dan Meksiko juga menunjukkan isu yang semakin besar terhadap dugaan gambar-gambar bangkitan AI yang seperti foto-realistis ataupun video deepfake.
AI dan Industri Berita
Seiring dengan para penerbit yang mendorong penggunaan AI, riset Reuters Institute Digital News Report 2024 menemukan meluasnya rasa was-was publik tentang bagaimana ini mungkin akan digunakan, terutama untuk cerita hard news seperti poltik dan peperangan. Terdapat kenyamanan lebih untuk penggunaan AI dalam tugas-tugas di balik layar seperti transkripsi dan translasi; dalam mendukung daripada menggantikan kerja para jurnalis.
Baca halaman berikutnya: tantangan besar berita berbayar dan tingkat kepercayaan kepada media pemberitaan