Tanggapi Modifikasi Cuaca BMKG, Peneliti BRIN: Tidak Semua Waduk Perlu Diisi Saat Kemarau
Reporter
Alif Ilham Fajriadi
Editor
Yohanes Paskalis
Selasa, 4 Juni 2024 15:11 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Tim Variabilitas Perubahan Iklim dan Awal Musim Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Erma Yulihastin, mengatakan modifikasi cuaca untuk pengisian waduk harus disesuaikan dengan kebutuhan setiap lokasi. Pasalnya, tidak semua waduk membutuhkan modifikasi cuaca. Apalagi masih ada potensi kemarau basah atau potensi hujan di tengah musim kering.
"Jadi apakah strategi mengisi waduk sudah tepat? Saya kira tergantung wilayahnya," kata Erma saat dihubungi Tempo, Senin 3 Juni 2024.
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) berencana menggelar Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) untuk mengisi 35 waduk di Pulau Jawa. Strategi OMC untuk mengantisipasi musim kemarau dan potensi kekeringan di kawasan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.
Menurut Erma, modifikasi cuaca seharusnya menyasar kawasan sentra pertanian yang rentan terdampak kemarau. Kekeringan bisa menyebabkan petani merugi akibat gagal panen.
Adapun kebutuhan air sebagian besar sentra pertanian di Pulau Jawa, kata Erma, sudah terpenuhi berkat Sungai Bengawan Solo. Artinya, lahan pertanian di Jawa cenderung aman dari situasi kemarau 2024 yang tergolong normal.
Dia juga mengingatkan soal potensi hujan dan cuaca basah di kawasan utara Gunung Semeru, sebelah barat Gunung Salak, serta wilayah Magelang-Boyolali-Temanggung. Beberapa lokasi tersebut dianggap tidak akan terpengaruh oleh musim kemarau.
“Jadi harus diperhatikan dengan seksama modifikasi cuaca ini,” ucap Erma. “Sebab biaya yang harus dikeluarkan itu cukup besar untuk sekali operasi," ujar Erma.
Sejauh ini, dia meneruskan, potensi La Nina dengan intensitas lemah sangat berpeluang terjadi pada Oktober hingga Desember 2024. La Nina mampu meningkatkan curah hujan di berbagai wilayah di Indonesia. Risiko terburuk fenomena itu adalah bencana hidrometeorologi, seperti banjir dan tanah longsor.
Prediksi La Nina itu yang memperkuat dugaan Erma bahwa musim kemarau nanti tidak akan berdampak ekstrem. “Kekeringan ekstrem seperti yang dibayangkan mungkin tidak akan terjadi. Cenderung normal.”
Kemarau basah yang dipicu La Nina juga kebanyakan terjadi di wilayah dekat ekuator atau garis khatulistiwa. Wilayah yang merespons La Nina lemah dengan kemarau basah adalah Sumatera, Kalimantan, dan Indonesia bagian timur
Erma menyarankan OMC dijalankan sesuai kebutuhan setiap lokasi. Selain mengisi waduk, dia menyebut antisipasi dampak La Nina juga penting. “Jika hujan terjadi terus menerus, maka bencana hidrometeorologi berpeluang datang," katanya.
Pilihan Editor: Wearable Teranyar Samsung Galaxy Ring Sediakan Fitur Lost Mode untuk Temukan Perangkat