Perusahaan Konservasi Memenangkan Gugatan atas Pencabutan Izin KLHK

Reporter

Editor

Avit Hidayat

Selasa, 16 Juli 2024 03:41 WIB

Kondisi Pepohonan yang ada di dalam kawasan Hutan Harapan. TEMPO/Syaiful Bukhori

TEMPO.CO, Jakarta - PT Rimba Raya Conservation semringah lantaran gugatan mereka dikabulkan oleh majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada Kamis, 11 Juli 2024. Gugatan tersebut berisi permohonan pembatalan atas keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar yang mencabut konsesi restorasi ekosistem Rimba Raya seluas 36.331 hektare di Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah.

“Alhamdulillah kabar baik untuk kami, karena gugatan kami dikabulkan di PTUN,” kata kuasa hukum Rimba Raya, Edbert Budiwiyono, kepada Tempo pada Senin, 15 Juli 2024. Putusan tersebut dibacakan oleh majelis hakim yang dipimpin oleh Lucya Permata Sari selaku Hakim Ketua, bersama dua Hakim Anggota yakni Himawan Krisbiyantoro dan Febrina Permadi.

Edbert belum menjelaskan secara rinci bagaimana pertimbangan hakim memenangkan gugatan Rimba Raya. Menurut dia, dokumen putusan lengkap akan diserahkan di kemudian hari. Para pihak diwajibkan hadir untuk mengambil putusan. “Nanti saya kabari setelah dapat putusan hard copy-nya.”

Sebagai gambaran, KLHK sebelumnya mencabut izin restorasi ekosistem PT Rimba Raya Conservation melalui penerbitan Surat Keputusan Menteri LHK Nomor 1028 Tahun 2023. Surat tersebut diteken oleh Menteri Siti Nurbaya Bakar pada 15 September 2023. Kasus ini kemudian mencuat ke publik ketika KLHK membuat siaran pers pada 2 Maret 2024 atas dugaan pelanggaran perdagangan karbon yang dilakukan oleh Rimba Raya.

Dalam keputusannya, menteri menyertakan empat tuduhan sebagai dalih pencabutan konsesi. Pertama, Rimba Raya dinilai telah memindahtangankan izin restorasi ekosistem kepada pihak ketiga melalui pelimpahan hak kepemilikan, pengelolaan, dan pemasaran tanpa persetujuan menteri. Menurut menteri, Rimba Raya justru memperdagangkan karbon melalui proyek The Rimba Raya Biodiversity Reserve (RRBR) sehingga dianggap melanggar sejumlah ketentuan, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang penggunaan kawasan hutan.

Masalah kedua, transaksi perdagangan karbon yang dilakukan Rimba Raya disinyalir melebihi areal konsesi yang dimiliki Rimba Raya. Ketiga, perusahaan telah diberi peringatan pertama pada 20 Mei 2021 dan kedua pada 21 September 2021 atas pelanggaran-pelanggaran tersebut. Keempat, pembayaran pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dinilai tidak sesuai dengan perundang-undangan.

Pada Sistem Informasi Penelusuran Perkara PTUN Jakarta, dijelaskan putusan mengabulkan seluruh pokok perkara yang diajukan Rimba Raya. Di antaranya mengabulkan pembatalan keputusan menteri dan mewajibkan tergugat untuk mencabut surat yang sebelumnya diteken Siti Nurbaya Bakar. Menghukum tergugat membayar perkara senilai Rp 372 ribu. Putusan ini sama seperti isi putusan sela yang sempat dibacakan pada 13 Juni 2024.

Tempo berupaya meminta penjelasan dari Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari KLHK Dida Migfar Ridha ihwal kekalahan kementeriannya dalam gugatan di PTUN Jakarta. Konfirmasi juga dilakukan melalui pelaksana tugas Kepala Biro Humas KLHK Nuke Mutikania. Namun keduanya tidak memberi penjelasan. Adapun Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boiyamin Saiman yang sempat menjadi pihak intervensi membenarkan bahwa KLHK kalah dan akan menyiapkan rencana banding.

Muasal Sengkarut Izin Restorasi di Rimba Raya

Rimba Raya Conservation mendapatkan izin restorasi ekosistem melalui SK Menteri Kehutanan Nomor SK.146/Menhut-II/2013 dengan luasan 36.331 yang diteken pada 5 Maret 2013. Lokasinya berada tepat di pinggir Taman Nasional Tanjung Puting yang berfungsi sebagai zona penyanggah kawasan konservasi. KLHK sempat mengubah luasan pada Oktober 2013 menjadi 37.151 hektare dan terakhir seluas 36.953 hektare pada Januari 2018.

Ketika izinnya dicabut sepihak, Rimba Raya beringsut dengan mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta pada 24 Januari 2024. mereka meminta agar keputusan KLHK dibatalkan. Sidang berlangsung lebih dari 18 kali.

Merujuk laporan Majalah Tempo Edisi 23 Juni 2024, bertajuk: “Berebut Konsesi Perusahaan Restorasi Ekosistem”, KLHK sempat menghadirkan Hasan Efendy, seorang penjabat Kepala Desa Baung, Seruyan Hilir, Kabupaten Seruyan. Tugas Hasan menjadi saksi yang membela KLHK di persidangan. Hasan menjelaskan desanya yang beririsan dengan areal konsesi Rimba Raya dan tidak berdampak manfaat bagi masyarakatnya.

Kepada Tempo, sebelum ditunjuk sebagai saksi, Hasan mengakui sempat ada penjaringan terhadap 14 kepala desa di sekitar konsesi untuk menjadi saksi KLHK di meja hijau. Proses pemilihan dilakukan oleh Ovi Anggraini Setiyasari yang mengaku sebagai utusan KLHK. “Dia meminta saya membuat surat pernyataan mengenai dampak adanya Rimba Raya,” ucap Hasan ketika dikonfirmasi Tempo.

Ovi Anggraini Setiyasari merupakan karyawan PT Bumi Carbon Nusantara. Perusahaan tersebut memiliki kaitan dengan PT Infinite Earth Nusantara, yang disinyalir akan mengambil alih konsesi Rimba Raya. Namun Ovi tak pernah merespons konfirmasi Tempo atas tuduhan sebagai perwakilan perusahaan membantu KLHK dalam memobilisasi saksi yang dihadirkan di persidangan.

Direktur PT Infinite Earth Nusantara, Wisnu Tjandra, menjelaskan bahwa perusahannya merupakan bagian dari Infinite Earth Limiited, berbasis di Hong Kong, yang sebelumnya kerja sama dengan Rimba Raya untuk perdagangan karbon. Ketika KLHK membuat aturan perdagangan karbon pada 2022, perusahaannya mendaftarkan diri melalui Sistem Registri Nasional-Pengendalian Perubahan Iklim (SRN-PPI).

“PT Infinite Earth Nusantara menjadi first mover yang mendaftarkan ke SRN PPI sebagai bentuk kepatuhan terhadap hukum dan peraturan Indonesia,” kata Wisnu. Adapun terkait atas pencabutan izin yang dialami Rimba Raya, sepenuhnya merupakan tanggung jawab Rimba Raya. “Kami pun menyayangkan terjadinya pelanggaran-pelanggaran tersebut sebagaimana pencabutan izin oleh KLHK.”

Wisnu sempat menepis tuduhan bahwa perusahaannya sempat membantu KLHK untuk memobilisasi kepala desa agar bersaksi di persidangan untuk membela Kementerian Kehutanan. Perusahaannya juga membantah berniat mengambil alih izin yang dimiliki Rimba Raya di Seruyan. “Mengingat bahwa Infinited Earth Limited adalah mitra dari PT Rimba Raya Conservation yang secara bersama memiliki kepentingan agar usaha tetap dapat terus berjalan baik.”

Berita terkait

Sidang Kasus Petambak Udang Karimunjawa Mencemari Lingkungan Segera Masuki Tahap Tuntutan

1 hari lalu

Sidang Kasus Petambak Udang Karimunjawa Mencemari Lingkungan Segera Masuki Tahap Tuntutan

KLHK menetapkan 4 petambak udang sebagai tersangka perusakan lingkungan Taman Nasional Karimunjawa.

Baca Selengkapnya

Prabowo Targetkan Rp1.000 Triliun dari Perdagangan Karbon, Pengamat: Terlalu Ambisius

1 hari lalu

Prabowo Targetkan Rp1.000 Triliun dari Perdagangan Karbon, Pengamat: Terlalu Ambisius

Presiden terpilih Prabowo Subianto manargetkan perolehan sampai Rp1.000 triliun (65 miliar dolar AS) pada 2028 dari penjualan kredit emisi karbon

Baca Selengkapnya

Kasus Landak Jawa, Kajati Bali Ungkap Pertimbangan Tuntut Bebas Nyoman Sukena

3 hari lalu

Kasus Landak Jawa, Kajati Bali Ungkap Pertimbangan Tuntut Bebas Nyoman Sukena

Kepala Kejati Bali, Ketut Sumedana, mengungkapkan alasan pihaknya menuntut bebas pemelihara landak Jawa, Nyoman Sukena.

Baca Selengkapnya

KLHK Terbitkan Aturan Pelindung Aktivis Lingkungan, ICEL: Tinggal Polri yang Belum Punya

3 hari lalu

KLHK Terbitkan Aturan Pelindung Aktivis Lingkungan, ICEL: Tinggal Polri yang Belum Punya

ICEL menilai Permen LHK Nomor 1 Tahun 2024 harus diselaraskan dengan beleid sejenis yang sudah ada. Mereka menunggu komitmen sejenis dari Polri

Baca Selengkapnya

Jaksa Tuntut Bebas I Nyoman Sukena yang Pelihara Landak Jawa

3 hari lalu

Jaksa Tuntut Bebas I Nyoman Sukena yang Pelihara Landak Jawa

JPU Kejati Bali menuntut bebas terdakwa I Nyoman Sukena, warga Badung, yang memelihara satwa dilindungi, Landak Jawa

Baca Selengkapnya

Prabowo Mau Bikin 3 Badan Baru di Pemerintahan Mendatang, Apa Saja?

4 hari lalu

Prabowo Mau Bikin 3 Badan Baru di Pemerintahan Mendatang, Apa Saja?

Presiden terpilih Prabowo Subianto berencana membuat tiga badan baru di pemerintahan mendatang, apa saja?

Baca Selengkapnya

Kriminalisasi Marak, Satya Bumi: Permen Perlindungan Hukum Aktivis Lingkungan Harus Dimaksimalkan

4 hari lalu

Kriminalisasi Marak, Satya Bumi: Permen Perlindungan Hukum Aktivis Lingkungan Harus Dimaksimalkan

Permen LHK adalah salah satu produk yg sudah lama ditunggu para aktivis lingkungan karena banyaknya kasus-kasus kriminalisasi.

Baca Selengkapnya

Pj Gubernur Bali Mengaku Prihatin Terhadap Kasus Nyoman Sukena, Akan Berikan Bantuan Hukum?

5 hari lalu

Pj Gubernur Bali Mengaku Prihatin Terhadap Kasus Nyoman Sukena, Akan Berikan Bantuan Hukum?

Pj Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya mengaku mengikuti perkembangan kasus Nyoman Sukena yang terancam 5 tahun penjara akibat pelihara landak Jawa

Baca Selengkapnya

Greenpeace Soroti Aturan Baru KLHK soal Perlindungan Pejuang Lingkungan

5 hari lalu

Greenpeace Soroti Aturan Baru KLHK soal Perlindungan Pejuang Lingkungan

Greenpeace menilai peraturan ini belum menjangkau pembungkaman terhadap pejuang lingkungan hidup dengan cara kekerasan.

Baca Selengkapnya

KLHK Terbitkan Aturan Baru: Orang yang Perjuangkan Lingkungan Tak Bisa Dipidana dan Digugat Perdata

6 hari lalu

KLHK Terbitkan Aturan Baru: Orang yang Perjuangkan Lingkungan Tak Bisa Dipidana dan Digugat Perdata

KLHK menerbitkan regulasi baru perihal perlindungan terhadap pejuang lingkungan. Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Nomor 10 Tahun 2024.

Baca Selengkapnya