Bahaya di Hidung Pesawat  

Reporter

Editor

Selasa, 11 Agustus 2009 17:35 WIB


TEMPO Interaktif, Washington - Jatuhnya pesawat Air France ke Samudra Atlantik pada Juni lalu ternyata mengungkap "kelemahan" pada pesawat Airbus. Kelemahan tersebut selama ini luput dari perhatian. Siapa sangka, alat pembaca kecepatan terbang yang amat penting untuk menjaga pesawat tetap mengapung di udara ternyata kerap mengalami malfungsi.
Kegagalan sensor kecepatan terbang atau lebih dikenal dengan nama tabung pitot itu tak cuma dialami pesawat Air France dengan nomor penerbangan 447 dari Rio de Janeiro, Brasil, menuju Paris, Prancis, tapi juga pesawat Airbus milik maskapai Amerika Serikat. Tabung pitot atau pitot tube adalah alat pengukur kecepatan pesawat di udara yang terpasang di kedua sisi hidung pesawat.
Sebetulnya ini bukan pertama kalinya sensor kecepatan atau tabung pitot buatan Thales itu dilaporkan rusak. Sejak 2008, beberapa pilot telah melaporkan adanya masalah dengan sensor tersebut.
Para penyelidik federal Amerika Serikat menemukan bahwa dalam sedikitnya belasan penerbangan yang dilakukan maskapai udara Amerika Serikat belakangan ini, pilot tak bisa mengetahui seberapa cepat mereka terbang akibat tak berfungsinya tabung pitot. Kerusakan alat pengukur kecepatan terbang ini dipercaya sebagai penyebab jatuhnya pesawat Air France yang menewaskan 228 awak dan penumpangnya pada Juni lalu.
Penemuan ini mengungkap bahwa masalah gagal berfungsinya peralatan tersebut ternyata jauh lebih luas daripada yang diduga. Hasil penyelidikan itu membuat masalah penggantian sensor udara semakin mendesak untuk segera direalisasikan serta menelusuri bagaimana gangguan tersebut bisa terjadi berulang kali tanpa terdeteksi sistem keamanan terbang.
Kegagalan alat tersebut membaca kecepatan terbang itu seluruhnya terjadi pada pesawat Airbus A330 Northwest Airlines, dan umumnya berlangsung singkat. Kasus malfungsi itu baru diketahui setelah pejabat keamanan udara mulai menginvestigasi kecelakaan Air France dalam penerbangan dari Rio de Janeiro menuju Paris dan dua kasus malfungsi di udara lainnya.
Kasus malfungsi tabung pitot ini jauh lebih serius dibanding rusaknya speedometer yang terdapat pada mobil atau motor. Bila sebuah speedometer mobil menggunakan rotasi ban untuk menghitung kecepatan, sebuah pesawat mengandalkan sensor tabung pitot untuk mengukur perubahan tekanan udara. Komputer kemudian menginterpretasikan informasi itu sebagai kecepatan.
Rusaknya speedometer mobil mungkin hanya akan menimbulkan ketidaknyamanan bagi pengemudi. Namun, sistem kendali pesawat amat mengandalkan informasi kecepatan yang akurat agar bisa bekerja dengan semestinya. Terbang terlampau cepat dapat menyebabkan terjadinya masalah struktural pada pesawat, sebaliknya terbang terlalu lambat dapat menyebabkan pesawat kehilangan daya angkat dan jatuh.
Seperti apa yang terjadi pada penerbangan Air France yang jatuh ke Atlantik, insiden yang dialami pesawat milik Northwest dan dua kasus malfungsi lain itu melibatkan pesawat yang menggunakan sensor buatan perusahaan elektronik besar Eropa, Thales Corp.
Jatuhnya Air France memancing munculnya pertanyaan terhadap reliabilitas sensor dan memicu desakan untuk segera mengganti alat tersebut. "Kami meminta maskapai memodifikasi tabung pitot dengan sensor lain yang tidak menjadi obyek keluhan," kata Erick Derivry, juru bicara serikat pilot nasional Prancis (SNPL).
Meski demikian, sejumlah perusahaan hanya mengganti tabung pitot pesawatnya dengan sensor model lain buatan Thales juga. Ketika Airbus dan badan pengawas penerbangan Eropa menyadari bahwa masalahnya lebih luas, mereka meminta perusahaan maskapai penerbangan untuk mengganti sedikitnya dua dari tiga sensor di tiap pesawat dengan model buatan Goodrich Corp., perusahaan asal North Carolina. Pesawat tetap diperbolehkan terbang setelah perubahan dilakukan.
Pejabat Thales menolak berkomentar. Sebelumnya, perusahaan itu menyatakan bahwa sensor itu dibuat sesuai dengan spesifikasi Airbus.
Insiden yang dialami pesawat milik Northwest terungkap ketika Delta Air Lines, yang tahun lalu bergabung dengan Northwest, meninjau arsip data penerbangan 32 pesawat Airbus A330 di maskapai tersebut. Seluruh insiden malfungsi terjadi di atas Zona Konvergensi Intertropikal, daerah pertemuan massa udara dari belahan bumi utara dan selatan, yang membentang dari lima derajat lintang utara di khatulistiwa sampai lima derajat lintang selatan. Untungnya, semua pesawat yang mengalami sensor malfungsi itu mendarat dengan selamat.
Pakar aviasi mengatakan bahwa temuan itu dapat memberikan petunjuk tentang penyebab pesawat Air France jatuh ke Atlantik pada 1 Juni lalu. Temuan ini diharapkan dapat membantu mencari apa yang harus dilakukan untuk mencegah tragedi itu terulang kembali.
Hasil investigasi penyelidik Prancis telah terfokus pada kemungkinan bahwa sensor pesawat nahas itu telah membeku tertutup es dan mengirimkan informasi kecepatan yang salah kepada komputer ketika pesawat itu menembus badai petir pada ketinggian 10.668 meter.
Sebuah bagian penting dari investigasi itu difokuskan pada 24 pesan otomatis yang dikirimkan pesawat itu dalam menit-menit terakhirnya. Pesan itu menunjukkan bahwa autopilot tidak bekerja, tapi belum jelas apakah pilot sengaja mematikannya atau sistem itu mati karena pembacaan kecepatan terbang yang bertentangan.
Tiga pekan setelah jatuhnya Air France, Dewan Keselamatan Transportasi Nasional Amerika Serikat (NTSB) mengumumkan bahwa mereka tengah mengusut dua penerbangan pesawat Airbus A330 lain yang juga mengalami hilangnya data kecepatan terbang.
Kasus terakhir terjadi pada 23 Juni, ketika sebuah pesawat Northwest terbang menerjang hujan dan turbulensi di dekat Kagoshima, Jepang. Menurut laporan NTSB, data kecepatan mulai berfluktuasi. Sistem komputer pesawat memberi tahu pilot bahwa pesawat terbang terlalu cepat. Autopilot dan sistem lainnya mulai padam, membuat hampir seluruh kendali pesawat berada di tangan pilot, sesuatu yang biasanya hanya terjadi dalam keadaan darurat.
Kejadian lainnya berlangsung pada Mei, saat itu sebuah pesawat milik TAM Airlines, perusahaan Brasil, kehilangan data ketinggian dan kecepatan terbangnya ketika terbang dari Miami menuju Sao Paulo, Brasil. Autopilot dan tenaga otomatis juga mati, dan pilot harus mengambil alih kendali pesawat, menurut laporan NTSB. Sistem komputer kembali menyala lima menit kemudian. "Dua kasus ini bisa ditangani dengan efektif oleh para awak pesawat dan kami menduga inilah yang terjadi pada Air France dan mungkin peristiwa itu tak bisa ditangani secara efektif," kata Bill Voss, presiden Flight Safety Foundation di Alexandria, Virginia.
Morgan Durrant, juru bicara US Airways, yang juga mengoperasikan Airbus A330, menyatakan belum ada laporan terjadinya masalah tersebut pada 11 pesawatnya. Meski demikian, Delta/Northwest dan US Airways belum lama ini telah mengganti tabung pitot lama dengan tabung model baru buatan Thales juga. Kedua perusahaan itu menyatakan kini mereka mulai mengganti sensornya dengan tabung bikinan Goodrich.
Tindakan kedua maskapai Amerika itu ternyata juga diikuti oleh Air France yang memutuskan untuk menggunakan sensor buatan Goodrich. Keputusan itu diambil menyusul gencarnya desakan untuk meninggalkan tabung pitot buatan Thales. Pada Juni lalu, serikat pilot Air France mendesak anggotanya untuk menolak menerbangkan Airbus A330 dan A340 kecuali sensor Thales telah diganti.
TJANDRA DEWI | AP | NTSB | REUTERS

Berita terkait

Autopilot Mode Heading Select di Insiden Pesawat Batik Air Terbang Melenceng

53 hari lalu

Autopilot Mode Heading Select di Insiden Pesawat Batik Air Terbang Melenceng

Pengamat dan pilot bicara autopilot mode Heading Select di insiden pesawat Batik Air yang terbang melenceng karena ditinggal tidur pilot-kopilot.

Baca Selengkapnya

Airbus Kembangkan Pesawat Listrik untuk Transportasi di Dalam Kota: CityAirbus NextGen

54 hari lalu

Airbus Kembangkan Pesawat Listrik untuk Transportasi di Dalam Kota: CityAirbus NextGen

Airbus telah menunjukkan kepada publik prototipe CityAirbus NextGen hasil pengembangannya. Bagian dari investasi Advanced Air Mobility (AMM).

Baca Selengkapnya

Tanggapi Sanksi ke Pilot dan Kopilot Batik Air yang Tertidur Saat Penerbangan, Pengamat: Ada Risiko Sistemik

54 hari lalu

Tanggapi Sanksi ke Pilot dan Kopilot Batik Air yang Tertidur Saat Penerbangan, Pengamat: Ada Risiko Sistemik

Pengamat penerbangan dari Jaringan Penerbangan Indonesia Gerry Soejatman menilai sanksi yang diberikan kepada pilot dan kopilot Batik Air yang tidur saat penerbangan tidak cukup.

Baca Selengkapnya

Deretan Fakta Pilot Batik Air Tertidur 28 Menit hingga Pesawat Nyasar: Kronologi, Temuan KNKT, Teguran Kemenhub..

54 hari lalu

Deretan Fakta Pilot Batik Air Tertidur 28 Menit hingga Pesawat Nyasar: Kronologi, Temuan KNKT, Teguran Kemenhub..

KNKT membeberkan insiden pilot dan kopilot Batik Air rute Kendari-Jakarta yang tertidur saat bertugas menerbangkan pesawat. Ini deretan faktanya.

Baca Selengkapnya

Landasan Pacu Bandara Haneda Tempat Kecelakaan Mulai Dibersihkan

5 Januari 2024

Landasan Pacu Bandara Haneda Tempat Kecelakaan Mulai Dibersihkan

Kru di Bandara Haneda Tokyo mulai membersihkan bangkai pesawat Japan Airlines yang hangus dari landasan pacu.

Baca Selengkapnya

Per Hari Ini, Citilink Buka Rute Baru Jakarta-Pangkalan Bun Tiga Kali Sepekan

5 Januari 2024

Per Hari Ini, Citilink Buka Rute Baru Jakarta-Pangkalan Bun Tiga Kali Sepekan

Maskapai penerbangan Citilink meluncurkan rute penerbangan baru, yakni Jakarta-Pangkalan Bun mulai hari ini.

Baca Selengkapnya

Belajar dari Kecelakaan Pesawat di Jepang, Bagaimana Jet Karbon Mengatasi Bencana?

5 Januari 2024

Belajar dari Kecelakaan Pesawat di Jepang, Bagaimana Jet Karbon Mengatasi Bencana?

Kecelakaan pesawat di Jepang menandai ujian bagaimana jet karbon baru mengatasi bencana.

Baca Selengkapnya

Japan Airlines Rugi Lebih dari Rp 1,5 Triliun dari Kecelakaan di Haneda Tokyo

4 Januari 2024

Japan Airlines Rugi Lebih dari Rp 1,5 Triliun dari Kecelakaan di Haneda Tokyo

Japan Airlines memperkirakan kerugian lebih dari Rp 1,5 triliun setelah satu pesawatnya hancur bertabrakan dengan pesawat lain di Haneda Tokyo.

Baca Selengkapnya

Insiden Tabrakan di Jepang, Pilot Japan Airlines Awalnya Tak Menyadari Pesawatnya Terbakar

4 Januari 2024

Insiden Tabrakan di Jepang, Pilot Japan Airlines Awalnya Tak Menyadari Pesawatnya Terbakar

Pesawat Japan Airlines terbakar setelah bertabrakan dengan pesawat Penjaga Pantai saat mendarat di Bandara Haneda Tokyo.

Baca Selengkapnya

BREAKING NEWS: Pesawat Japan Airlines Terbakar, Diduga Tabrakan dengan Pesawat Penjaga Pantai

2 Januari 2024

BREAKING NEWS: Pesawat Japan Airlines Terbakar, Diduga Tabrakan dengan Pesawat Penjaga Pantai

Sebuah pesawat Japan Airlines dengan penumpang masih di dalamnya terbakar di landasan pacu bandara Haneda Tokyo, Jepang

Baca Selengkapnya