Dari Inovasi Pakan Ikan ke Pemanfaatan Bekas Lubang Tambang, Begini Gagasan Berikanesia di Belitung
Reporter
Defara Dhanya Paramitha
Editor
Zacharias Wuragil
Jumat, 1 November 2024 12:19 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Dikelilingi perairan laut tak membuat Belitung berlimpah pangan bergizi dari ikan. Tingginya harga pakan dipandang sebagai isu krusial dalam program budidaya dan berujung ke rendahnya produksi pangan ikan.
“Di Belitung, harga pakan ikan mencapai Rp 28 ribu per kilogram. Bandingkan dengan di Jawa hanya Rp 8-12 ribu,” kata Farhan Yusron, salah satu anggota Catalyst Changemakers Ecosystem (CCE 3.0), program di bawah naungan GoTo Impact Foundation, kepada Tempo.
Dalam program tersebut Farhan menggagas inovasi yang diberi nama Berikanesia Lestari sebagai solusi atas masalah di Belitung tersebut. Dia merancang pemanfaatan limbah dari pasar dan pengolahan ikan, serta bahan lokal seperti serangga endemik dan limbah padi, untuk memproduksi pakan ikan alternatif.
“Pakan ini diharapkan bisa dijual di kisaran harga Rp 5-8 ribu per kilogram sehingga bisa menekan biaya produksi ikan dan membuatnya lebih terjangkau bagi masyarakat,” tutur Farhan.
Berikanesia juga berisi pemanfaatan lubang menganga bekas tambang yang terisi air sebagai lokasi budidaya ikan untuk pemenuhan pangan bergizi. Seperti diketahui, ada sekitar 300 'kulong' bekas tambang timah yang ditinggalkan terbengkelai di seantero Pulau Belitung.
Luasnya mencapai 9,52 persen dari seluruh ruang daratan di Belitung per 2015 lalu. “Sedangkan 2024 ini pasti lebih banyak lagi. Kami melihat potensi besar di kulong-kulong ini untuk budidaya ikan,” kata Farhan.
Berikanesia Lestari memilih ikan bandeng sebagai komoditas utama budidaya. Prosesnya akan diawali dengan pemilihan kulong yang sudah mengalami proses pemurnian alami atau self-purification, di mana zat-zat kimia berbahaya seperti seng dan timbal telah mengendap secara alami. Uji laboratorium akan mendukung proses budidaya ini.
Setelahnya, mereka memasang keramba apung untuk menampung ikan bandeng. “Ikan bandeng kami pilih karena low maintenance, bergizi tinggi, dan gampang dipelihara,” ujar Farhan.
Menurutnya, budidaya ikan di kolong bekas tambang untuk sekaligus menciptakan sumber pangan protein tinggi yang membantu mengatasi masalah gizi, terutama stunting. Data menunjukkan bahwa angka stunting di Belitung mencapai 18,5 persen pada 2022.
Program budidaya bandeng yang digagas Berikanesia Lestari untuk dimulai tahun depan ini juga memungkinkan sebagian hasilnya disalurkan ke program intervensi gizi bagi keluarga-keluarga yang membutuhkan. Dengan skema barter, para petani di Belitung bisa menukarkan hasil panen ikan mereka dengan pakan, sehingga mengurangi ketergantungan pada uang tunai dan memudahkan akses pangan bergizi.
Berikanesia Lestari juga memperhatikan aspek ekonomi jangka panjang dengan memberdayakan masyarakat melalui program pelatihan UMKM. “Nanti kami juga sediakan barang-barang (yang dijual) hasil dari ikan-ikan kulong ini. Nanti akan dijual oleh para UMKM,” kata Farhan menambahkan.
Sebagai informasi, Berikanesia Lestari di bawah naungan Goto Impact Foundation merupakan konsorsium terdiri dari tiga elemen utama: Berikan Protein, Ikanesia, dan Selaras.
Ikanesia bertanggung jawab atas budidaya ikan di kolong bekas tambang, memilih area yang layak untuk dibuat keramba apung, dan memelihara ikan bandeng sebagai sumber protein lokal. Hasil budidaya ini kemudian diolah oleh Berikan Protein dan di hilir ada Selaras yang menyediakan pelatihan UMKM.
Pilihan Editor: Gunung Fuji tanpa Tutupan Salju, Dampak Pemansan Global Terparah dalam 130 Tahun