TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Niaga Semarang mengeluarkan putusan terhadap PT Sri Rejeki Isman Tbk. atau Sritex dan menyatakannya pailit pada Senin, 21 Oktober 2024. Hakim mengabulkan permohonan salah satu kreditur raksasa tekstil tersebut, yang meminta pembatalan perdamaian dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang sudah ada kesepakatan sebelumnya.
Sritex yang berbasis di Sukoharjo, Jawa Tengah, ini telah berdiri selama 58 tahun sebagai bagian dari industri tekstil di Indonesia. Manajemen mengungkapkan saat ini ada sekitar 14.112 karyawan yang terdampak langsung, 50 ribu karyawan dalam Grup Sritex, serta usaha kecil dan menengah lainnya yang bergantung pada aktivitas bisnis Sritex. “Sritex membutuhkan dukungan dari pemerintah dan stakeholder lain agar dapat terus berkontribusi bagi kemajuan industri tekstil Indonesia di masa depan,” tulis Manajemen Sritex.
Tapi, utang menggunung bukan satu-satunya sorotan yang selama ini tertuju kepada Sritex. Ada pula isu lingkungan yang menyeret dan membelitnya.
Pencemaran Lingkungan Perusahaan Terafiliasi Sritex
Sebanyak 185 orang warga Sukoharjo melakukan dua gugatan class action atau perwakilan kelompok ke Pengadilan Negeri Sukoharjo terhadap PT Rayon Utama Makmur (RUM). Perusahaan yang secara tidak langsung terafiliasi dengan Sritex itu digugat secara perdata atas pencemaran lingkungan sejak tahun 2017 hingga 2023.
Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Sukoharjo, gugatan pertama teregistrasi dengan nomor perkara: 29/Pdt.G/2023/PN Skh pada 9 Maret 2023. Dalam petitum pemohon, warga menuntut ganti rugi materiel seperti pembelian masker, pembelian obat obatan, dan ganti rugi imateriel sebesar Rp 1,85 triliun.
Puluhan pelajar Sekolah Dasar dan Taman Kanak-Kanak berserta guru menggunakan masker untuk melindungi diri dari bau limbah Industri dari PT. Rayon Utama Makmur di Sukoharjo, Jawa Tengah, 22 Januari 2018. [Bram Selo Agung/Tempo]
Warga ingin PT RUM membersihkan dampak dari bau busuk yang diduga akibat aktivitas operasional perusahaan. Kemudian menuntut agar perusahaan memasang dan/atau memperbaiki unit pengolahan limbah udara dan cair, sehingga limbah sesuai dengan baku mutu lingkungan hidup yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.
“Memusnahkan penyebab timbulnya pencemaran udara dan pencemaran air,” dikutip dari SIPP Pengadilan Negeri Sukoharjo.
Termasuk juga ingin hakim mengabulkan sita jaminan atas harta kekayaan perusahaan berupa bangunan gedung dan tanah yang terletak di Jalan Songgorunggi-Jatipuro KM 3 Nomor 8, RT 003, RW 003, Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah.
Tetapi dalam gugatan itu, majelis hakim justru menolak seluruh gugatan warga pada 7 Desember 2023. Karena putusan itu, majelis hakim menghukum para penggugat secara tanggung renteng membayar biaya perkara sebesar Rp 1.434.000.
Baca halaman berikutnya: Warga juga menggugat anak usaha Sritex itu secara pidana dan hasilnya ...